JAKARTA, KOMPAS — Sosialisasi manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan dinilai belum mengakar sampai ke kelompok pekerja informal. Situasi ini menyulitkan upaya meningkatkan penetrasi kepesertaan aktif.
Koordinator Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch, Indra Munaswar, Minggu (25/11/2018), di Jakarta, mengungkapkan pandangan tersebut. ”Pada umumnya, masyarakat akar rumput kurang peduli terhadap jaminan sosial ketenagakerjaan. Sosialisasi semestinya lebih masif sampai ke tingkat desa karena di sana terdapat banyak berkembang usaha-usaha informal,” ujarnya.
Pemerintah pusat bersama BPJS Ketenagakerjaan pernah bekerja sama dengan pemerintah daerah tertentu, seperti di Purwakarta, untuk menggelar edukasi. Hanya saja, kegiatan ini tidak menyebar luas.
Pekerja informal sejatinya wajib mengikuti program jaminan sosial kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan sosial kematian (JKM). Nilai iuran JKK sekitar Rp 10.000 dan JKM Rp 6.800. Peserta berhak menerima manfaat penuh, misalnya semua biaya pengobatan sampai sembuh ditanggung utuh.
Menurut Indra, sampai sekarang, baru sekitar 1,7 juta pekerja informal atau biasa disebut pekerja bukan penerima upah terdaftar sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dia menceritakan, keberatan iuran pernah menjadi perhatian BPJS Ketenagakerjaan. Kemudian, badan menggandeng beberapa perusahaan skala besar untuk membantu kemudahaan pembayaran iuran melalui program aksi tanggung jawab korporasi. Namun, kerja sama ini tidak berjalan langgeng.
”Solusinya sekarang gencarkan sosialisasi manfaat jaminan sosial. Atau pemerintah ikut mendukung kepesertaan segmen informal ini dengan cara memberikan insentif iuran,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia M Ikhsan Ingratubun mengatakan, tenaga kerja yang bekerja di usaha mikro, kecil, dan menengah tergolong pekerja informal. Mereka umumnya menerima gaji di bawah upah minimum. Dari sisi pemilik usaha, mereka biasanya memulai bisnis menggunakan modal sendiri yang tidak bernilai besar.
Situasi tersebut menjadi tantangan penetrasi kepesertaan jaminan sosial dari segmen pekerja informal. Dia berpendapat, pemerintah sebaiknya tidak memperberat beban UMKM.
”Pemerintah dapat memberikan insentif untuk membantu pekerja informal mengikuti kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan, seperti menggratiskan iuran,” kata Ikhsan.
Sebelumnya, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Enda Ilyas Lubis dalam siaran pers menerangkan, pemerintah menargetkan sekitar 15 persen dari total pekerja informal wajib mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sampai pada tahun 2021. Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, terdapat sekitar 120 juta pekerja. Sekitar 65 juta orang di antaranya tergolong pekerja informal. Kalau diambil 15 persen, jumlah tenaga kerja yang harus terjaring berkisar 9-10 juta orang.
BPJS Ketenagakerjaan mengklaim telah mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan kepesertaan dari segmen pekerja informal. Mengutip laman resmi perusahaan, perusahaan mencontohkan tim kantor cabang terjun langsung mendatangi pasar, komunitas UMKM, dan kelurahan setiap bulan sambil membawa mesin pembaca kartu (electronic data capture/EDC). Mesin ini dipakai agar memudahkan peserta yang dikunjungi membayar iuran.
Selain membantu pembayaran iuran, tim datang memberikan informasi dan merekrut pendaftaran peserta baru. Keberlanjutan kepesertaan tidak luput menjadi perhatian saat kunjungan.