Peningkatan Kemampuan Penyidik Negara dengan Pendidikan Khusus
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kompetensi penyidik di semua lembaga pemerintahan dalam menangani kasus korupsi amat dibutuhkan. Pembuatan kurikulum pendidikan berstandar nasional tengah dikaji untuk meningkatkan performa petugas dan memperbaiki indeks persepsi korupsi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam acara soft launching Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anti Corruption Learning Center di Gedung C1 KPK Jakarta pada Senin (26/11/2018) mengungkapkan, pencegahan korupsi bukan hanya menjadi tanggung jawab KPK. Seluruh lapisan masyarakat dan aparatur di seluruh lembaga pemerintah turut memiliki peran yang harus dijalankan.
Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan Transparency International pada 2017, Indonesia menduduki peringkat ke-96 dari 180 negara dengan rata-rata skor 37. Peringkat itu merosot 6 angka dari tahun sebelumnya meskipun nilai yang diperoleh tetap sama. Indonesia menempati peringkat yang lebih rendah dibandingkan dengan Timor Leste (91).
Indonesia memperoleh nilai yang kurang baik di dua sektor. Pertama adalah World Justice Project yang mengukur ketaatan negara dalam penegakan hukum dan penyalahgunaan kewenangan publik dalam lembaga pemerintahan. Kedua adalah Varieties Democracy Project yang mengukur tujuh prinsip demokrasi sebuah negara, yaitu electoral, liberal, participatory, deliberative, egalitarian, majoritarian, dan consensual.
Menurut Agus, hasil ini patut dijadikan momentum untuk mengembangkan sumber daya manusia pada lingkup lembaga pemerintahan, utamanya para penyidik, dalam menangani tindak korupsi.
Agus mengatakan, saat ini tantangan dalam penanggulangan tindak korupsi adalah kurangnya program terstruktur untuk aparatur yang berpotensi menghadapi kasus-kasus korupsi. Padahal, adanya pelatihan dan seminar rutin amat penting untuk meningkatkan kualitas para petugas.
”(Program pelatihan yang jelas) bisa memperkuat aparat hukum dan pemangku kepentingan negara agar lebih memahami aturan dan dapat melakukan langkah-langkah yang benar untuk mencegah korupsi,” ujar Agus.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menambahkan, adanya pendidikan yang jelas dalam penyidikan masalah korupsi akan memudahkan negara menetapkan standar nasional yang baik dalam penindakan perkara korupsi. Seluruh departemen dan lembaga tidak perlu membuat standar operasional secara mandiri terkait hal itu.
Perancangan pendidikan khusus akan melibatkan seluruh lembaga negara guna mendapatkan metode yang tepat. Program itu nantinya akan diterapkan pada proses pendidikan dan latihan (diklat) di seluruh instansi negara.
”Setiap lembaga memiliki pengetahuan yang spesifik. Kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lainnya akan kami ajak kerja sama. Ilmu yang mereka punya akan digabungkan agar tercipta sistem terbaik,” kata Saut. (LORENZO ANUGRAH MAHARDHIKA)