JAKARTA, KOMPAS — Penyanyi legendaris Indonesia, Chrisye, telah berpulang sebelas tahun lalu. Namun, lagu-lagu yang pernah dipopulerkannya tetap menjadi pilihan untuk dipanggungkan. Pada 8 Desember 2018 nanti, sejumlah lagu yang pernah dibawakan Chrisye akan dipentaskan melalui Pergelaran Hip Hip Hura di SCBD Jakarta.
Pergelaran yang melibatkan sekitar 100 penampil itu diadakan oleh Swara Gembira: paguyuban muda-mudi yang punya perhatian terhadap kebudayaan Indonesia.
Muhammad Khoirun Nashar atau Oi, selaku pemrakarsa Swara Gembira, dalam konferensi pers di salah satu kafe di bilangan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (26/11/2018) malam mengatakan, 100 penampil tersebut berasal dari seniman lintas genre. Ada penyanyi pop Kunto Aji, Fauzan Lubis yang lagunya sedang laris di kalangan remaja, bahkan band punk Marjinal turut terlibat.
”Dengan mengajak seniman lintas genre ini, pergelaran ini ingin menggambarkan keberagaman yang ada di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia itu, kan, biar berbeda, tetapi tetap satu. Itu yang coba kami hadirkan di panggung,” tutur Oi.
Oi melanjutkan, Chrisye melalui sejumlah videoklipnya turut memasukkan unsur kebudayaan Indonesia. Hal ini mampu menjembatani generasi muda terhadap kebudayaan Indonesia.
”Harapan kami, sebelum ataupun sesudah pergelaran, generasi muda melihat kembali karya videoklip Chrisye yang kaya akan budaya Indonesia,” lanjutnya.
Pergelaran ini secara repertoar akan dibagi ke dalam dua bagian. Paruh pertama akan menampilkan lagu yang dipopulerkan Chrisye, seperti ”Hip Hip Hura” dan mementaskan persoalan sosial yang terjadi di masyarakat. Sementara bagian kedua akan menampilkan kebudayaan Indonesia yang dikemas secara menarik.
Pergelaran ini, kata Oi, sekaligus memamerkan kebudayaan Indonesia, seperti budaya Bali, Melayu, Dayak, Sumba, dan Jawa Tengah. Itu semua akan tergambar melalui dekorasi panggung, tata rias wajah, serta busana para penampil.
Mike dari Marjinal menuturkan, awalnya cukup terkejut ketika diajak bergabung dalam pergelaran ini. Ini mengingat aliran lagu mereka yang bergenre punk, sementara Chrisye beraliran pop.
Setelah kami dengarkan lagi karyanya, di situ ada kandungan besar tentang kepedulian sosial. Secara semangat, sama dengan punk: kegelisahan tentang kemanusiaan dan ketidakadilan.
”Setelah kami dengarkan lagi karyanya, di situ ada kandungan besar tentang kepedulian sosial. Secara semangat, sama dengan punk: kegelisahan tentang kemanusiaan dan ketidakadilan,” katanya.
Pada kesempatan sama, Guruh Soekarnoputra yang juga teman baik Chrisye mengatakan, pergelaran ini membuat generasi muda untuk mengenal lebih jauh pencapaian generasi terdahulu. Ini memberikan motivasi bagi generasi muda agar mampu mencipta karya yang terus dikenang oleh generasi mendatang.
https://youtu.be/o2jLWzwC4eg
Damayanti Noor, istri almarhum Chrisye, mengapresiasi pergelaran ini. Ia menilai, kebanyakan orang hanya mengenal Chrisye sebagai penyanyi pop. Padahal, Chrisye selalu berusaha menampilkan elemen budaya Indonesia dalam videoklipnya. Itu antara lain tergambar dari videoklip ”Kala Cinta Menggoda” yang menggunakan topeng.
”Chrisye selalu berkeinginan menempatkan musik Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Walaupun sudah berpulang 11 tahun, saya bersyukur masih ada anak muda yang peduli budaya Indonesia untuk mengangkat karya Chrisye, semoga bermanfaat,” tuturnya. (INSAN ALFAJRI)