BATU, KOMPAS-Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, beberapa hari terakhir, mengeskavasi Situs Rondo Kuning di Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu, Kota Batu, Jawa Timur. Hasil eskavasi, tim menemukan struktur bangunan yang diperkirakan merupakan bagian dari candi yang dibangun sebelum Kerajaan Majapahit.
Ketua Tim Penggalian Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, Senin (26/11/2018), mengatakan, pihaknya sudah menggali delapan kotak uji berukuan 2 meter x 2 meter di lokasi. “Kami menemukan ada struktur bata dan beberapa batu andesit. Beberapa batu andesit membentuk profil dari tepian batuan candi,” ujarnya.
Dari hasil temuan itu, lanjut Wicaksono, pihaknya menyimpulkan bahwa di lokasi Situs Rondo Kuning (Punden Rondo Kuning/Nyi Sutinah) pernah ada bangunan candi. Meski, yang tersisa saat ini tinggal sedikit hanya struktur kaki candi.
BPCB Jawa Timur sendiri belum bisa memastikan kapan dan dari masa mana candi itu dibangun. Menengok pada sumber sejarah yang paling dekat, Situs Rondo Kuning bisa dikaitkan dengan Prasasti Sangguran yang ditemukan di Ngadat (Dusun Ganten, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji). Saat itu Prasasti itu berada di Skotlandia dibawa oleh Gubernur Jenderal Inggris Thomas Stamford Raffles.
“Lokasi Ngandat dengan Songgokerto cukup dekat. Selama ini Prasasti Sangguran berangka 850 masehi, dikaitkan dengan Candi Songgoriti (berada di wilayah lain dari Kelurahan Songgokerto). Dan Candi Songgoriti disebut-sebut sebagai candi tertua di Batu. Namun dengan adanya candi yang baru ditemukan ini belum tahu mana yang lebih tua,” ujarnya.
Wicaksono belum bisa memastikan apakah candi ini berasal dari Kerajaan Kanjuruan. Melihat batu bata yang ada ternyata ukurannya lebih besar dari era Majapahit. Sehingga BPCB mengkategorikan situs ini dari masa pra-Majapahit. Bisa masa Kerajaan Singosari, Kediri, atau masa lebih tua. Dibutuhkan kajian lebih lanjut.
“Kami akan membuat rekomendasi diperlukan eskavasi lanjutan, kami serahkan sepenuhnya pada pemerintah Kota Batu. Kemarin, masyarakat ingin agar hasil penggalian ini tidak diurug tanah namun galiannya tetap dibiarkan terbuka. Hasil koordinasi dengan pemerintah daerah, masyarakat, mereka ingin lokasi eskavasi tetap diekspos seperti itu. Harapannya bisa menjadi museum terbuka,” katanya.
Sementara itu, sejauh ini, masyarakat sekitar hanya melihat bahwa situs yang berada di tengah lahan persawahan di wilayah Batu barat itu hanya sebagai punden desa. “Tahunya hanya punden, seperti makam. Tidak sampai berpikir ada candi atau tidak ditempat itu,” ucap Punawi (62), salah satu warga Songgokerto.