Aktivitas berjalan kaki menjadi solusi efektif bagi banyak masalah kota, lho. Selain membiasakan warga berolah raga ringan serta hemat untuk mendukung terciptanya penghuni kota yang sehat, jalan kaki menjadi cara bermobilitas yang efektif. Tentunya untuk jarak tertentu saja ya, jarak dekat.
Warga yang bisa berjalan kaki nyaman dan aman diyakini akan mudah didorong untuk berpindah menggunakan angkutan umum. Penggunaan angkutan umum dapat mengurangi kemacetan, menekan polusi udara, dan pastinya beban ekonomi kota juga berkurang. Apa hubungannya jalan kaki dan angkutan publik dengan ekonomi kota? Salah satunya energi bahan bakar fosil bisa dikurangi karena kendaraan pribadi tak banyak dipakai lagi.
Namun, mendorong orang berjalan kaki memang tidak mudah. Perlu ada faktor pendorong lain, seperti fasilitas trotoar yang nyaman, angkutan umum mudah diakses. Pembangunan angkutan publik meski masih jauh dari sempurna, di Jakarta kini diakui telah makin baik. Nah, bicara soal fasilitas trotoar, selain lebar, rata, dan ada fasilitas khusus bagi para penyandang difabilitas, penunjuk arah bagi pejalan kaki pun perlu ada.
Jumlah penunjuk arah atau wayfinding bagi pejalan kaki di Jakarta dinilai masih minim. Padahal, keberadaan penunjuk arah dibutuhkan pejalan kaki dalam mengakses suatu tempat. Dinas Bina Marga DKI Jakarta mulai menangani persoalan ini dan menggandeng tim Kita Jalan ke Mana dalam merancang penunjuk arah.
Penunjuk arah umumnya berisi informasi nama lokasi, peta lokasi, tempat-tempat penting di sekitar lokasi, seperti halte dan stasiun, serta estimasi jarak dan waktu menuju tempat tersebut.
Helen Manik (21), pejalan kaki, mengatakan, penunjuk arah bagi pejalan kaki di Jakarta belum memadai. Dia pun sering kebingungan ketika berjalan sendirian, terutama di kawasan yang jarang dikunjungi.
”Penunjuk arah bagi pengendara banyak, tetapi bagi pejalan kaki masih sedikit. Saya terpaksa melihat aplikasi Google Maps atau tanya sama orang-orang. Semestinya pemerintah bisa menyediakan,” kata mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Universitas Bina Nusantara angkatan 2016 itu ketika ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (25/11/2018).
Helen melanjutkan, informasi estimasi waktu dan jarak tempuh yang biasanya tertera pada penunjuk arah juga sangat membantu pejalan kaki. Dengan informasi tersebut, seseorang bisa mempertimbangkan moda yang akan digunakan untuk mencapai suatu tempat.
”Kita jadi bisa memperkirakan mau jalan kaki atau naik angkutan. Ketika tanya ke tukang ojek, sering dibilang jauh. Eh, ternyata pas udah naik, dekat. Cuma beberapa meter,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Ita Toyibah (32), pengunjung Monas. Menurut Ita, penunjuk arah sangat dibutuhkan pejalan kaki, terutama bagi warga pendatang. Meski sudah tiga tahun menetap di Ibu Kota, Ita masih belum hafal lokasi-lokasi di Jakarta.
”Seharusnya memang ada penunjuk arah biar pejalan kaki tidak bingung,” ujarnya.
Kesulitan dalam mengakses lokasi terasa saat Kompas mencari pintu selatan Monas. Di sekitar kompleks Monas tidak ada petunjuk yang menandakan nama lokasi. Untuk menuju pintu selatan, Kompas harus bertanya kepada sejumlah petugas keamanan.
Libatkan masyarakat
Persoalan penunjuk arah bagi pejalan kaki turut mendapat perhatian dari tim Kita Jalan ke Mana, salah satu pemenang HackJak 2017 kategori Designathon, sebuah kompetisi yang diadakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tim yang beranggotakan tiga lulusan program Magister Rancang Kota Institut Teknologi Bandung ini, yaitu Ramadhani Isna Putri, Ridhiana Hayu Kartikawati, dan Mariza Sutia Trianisari, berupaya merancang desain penunjuk arah yang sesuai kebutuhan pejalan kaki.
Minggu pagi, tim Kita Jalan ke Mana memajang empat model penunjuk arah di kawasan Monas yang telah dirancang di sekitar pintu selatan Monas. Ukuran model tersebut bervariasi, yaitu 180 cm x 50 cm, 210 cm x 30 cm, 240 cm x 60 cm, dan 270 x 60 cm. Informasi yang terdapat pada penunjuk arah, antara lain nama lokasi, peta lokasi, tempat-tempat penting di sekitar Monas, dan estimasi jarak dan waktu menuju tempat tersebut.
Masyarakat yang lewat diminta untuk mengisi kuisioner tentang penilaian terhadap desain tersebut, mulai dari segi warna, ukuran, hingga informasi yang tertera di penunjuk arah. Ada sekitar 80 kuisioner yang disediakan tim Kita Jalan ke Mana.
Anggota tim Kita Jalan ke Mana, Ridhiana Hayu Kartikawat, menjelaskan, ide merancang penunjuk arah bagi pejalan kaki muncul dari pengalaman dia dan rekan-rekannya saat berkunjung ke Jakarta. Ketika turun di Stasiun Gambir, mereka bingung mau ke mana karena tidak ada penunjuk arah.
”Padahal, Jakarta ibu kota, jalannya banyak. Pengunjung butuh penunjuk arah,” kata perempuan yang akrab disapa Ridhi ini.
Ramadhani Isna Putri, anggota lainnya, mengatakan, hari ini merupakan uji coba pertama terhadap rancangan model yang bertujuan mendapatkan masukan tentang konten dan preferensi dari masyarakat. Ke depannya, akan ada beberapa uji coba lagi terkait berbagai hal. ”Hasil akhirnya berupa modul yang berisi standar penunjuk arah yang akan diterapkan untuk Jakarta,” ujarnya.
Ramadhani menambahkan, untuk model timnya memang menggunakan material yang biasa digunakan untuk spanduk. Namun, untuk penunjuk arah sebenarnya akan digunakan material lain yang lebih tahan lama.
Kepala Seksi Perencanaan Kelengkapan Prasarana Jalan dan Jaringan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita mengakui, jumlah penunjuk arah bagi pejalan kaki masih minim. Di dekat kawasan Monas, penunjuk arah salah satunya ada di Masjid Istiqlal. Namun, bentuk dan informasi yang terdapat di penunjuk arah belum terstandardisasi.
Melalui kerja sama dengan Kita Jalan ke Mana, Pemprov DKI Jakarta berupaya menampung masukan dari masyarakat. Dengan demikian, penunjuk arah yang akan mulai dibangun Pemprov DKI Jakarta mulai 2019, bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk tahap awal, Dinas Bina Marga DKI Jakarta akan membangun penunjuk arah di kawasan Monas. ”Ke depannya, semua trotoar akan punya penunjuk arah. Kita bangun secara bertahap,” kata Riri.
Ya, penunjuk arah agar para pejalan kaki makin aman dan nyaman serta pastinya tak salah arah. (YOLA SASTRA)