UEA Tawarkan Visa Jangka Panjang untuk Gaet Investor
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
DUBAI, MINGGU — Uni Emirat Arab berencana menawarkan visa jangka panjang kepada investor properti kaya raya, ilmuwan senior, dan pengusaha dalam upaya mendukung ekonomi dan pasar real estat di negeri itu. Tawaran itu menjadi cara yang dipilih UEA guna mengantisipasi sekaligus menutup kerugian akibat rendahnya harga minyak.
Hingga saat ini, visa untuk orang asing untuk tinggal di negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia Arab itu secara umum berlaku hanya untuk beberapa tahun. Kebijakan itu pun telah bergantung pada pemegang visa utama di setiap keluarga yang masih bekerja. Pemerintah mengatakan pada bulan Mei pihaknya berencana untuk meringankan kebijakan itu.
Merujuk pada laporan kantor berita WAM, aturan terperinci yang disetujui oleh kabinet pada Sabtu (24/11/2018) menawarkan masa tinggal lima tahun kepada pemilik real estat di UEA senilai setidaknya 5 juta dirham (setara dengan 1,4 juta dollar AS) selama kepemilikan tidak didasarkan pada pinjaman.
Visa 10 tahun yang dapat diperbarui akan diberikan kepada investor asing dengan investasi di UAE minimal 10 juta dirham jika aset nonreal estat mencapai setidaknya 60 persen dari totalnya. Investor pun dapat membawa pasangan dan anak-anak ke negara itu.
Aturan lain menawarkan visa lima tahun kepada pengusaha dan visa 10 tahun bagi para ilmuwan dan peneliti dengan kualifikasi teratas. Sementara itu, mahasiswa berprestasi dapat tinggal selama lima tahun di negeri itu.
Sebagaimana diketahui, UEA saat ini terlibat dalam perselisihan diplomatik dengan Inggris setelah seorang akademisi Inggris divonis hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan mata-mata. Harga saham perusahaan properti UEA, yang terpukul oleh merosotnya harga real estat, naik tipis sebagai respons terhadap aturan visa baru itu.
Di mata sejumlah analis, kebijakan itu tidak serta-merta mengubah investasi atau tren pekerjaan. Beberapa sektor ekonomi yang bergantung pada profesional kerah putih–kelas orang yang mungkin membeli rumah di UEA–melihat pekerjaan yang stagnan atau bahkan lebih buruk dari waktu sebelumnya.
Jean-Paul Pigat, kepala penelitian di Lighthouse Research di Dubai, mengatakan bahwa kebijakan terkait visa baru merupakan langkah ke arah yang benar. Namun, ia menilai masih ada hal yang kurang dalam kebijakan itu.
”Untuk memiliki dampak besar pada permintaan domestik dan sektor-sektor seperti real estat, kebijakan mungkin perlu diperluas sehingga jumlah penduduk yang lebih besar dapat memenuhi syarat,” kata Pigat.
Selain itu, kebijakan visa tersebut tidak memberikan jalan menuju status kewarganegaraan UEA. Masalah itu dinilai dapat menjadi masalah politik yang sensitif di negara tersebut. Sebanyak dua pertiga dari sekitar 9,4 juta penduduk UEA diperkirakan warga asing.
Nishit Lakhotia, kepala penelitian di perusahaan keuangan SICO di Bahrain, mengatakan, sistem visa baru itu positif, tetapi tidak mungkin memiliki dampak material secara langsung. ”Ada persyaratan investasi yang jauh lebih ketat di beberapa negara Eropa Timur atau bahkan Turki untuk mendapatkan kewarganegaraan, bukan hanya izin tinggal,” katanya.
Dalam langkah lain untuk membantu pasar real estat, Pemerintah UAE pada September lalu menyetujui sebuah aturan hukum yang mengizinkan ekspatriat untuk tinggal di negara itu setelah pensiun jika mereka memiliki properti senilai 545.000 dollar AS. (REUTERS)