Pemerintah daerah belum mampu memanfaatkan dana transfer pusat untuk menambah sumber pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini membuat ketergantungan fiskal pemda terhadap pusat menjadi semakin tinggi.
JAKARTA, KOMPAS-Realisasi transfer dana dari pusat ke daerah sejak tahun 2014 hingga 2017 terus meningkat. Namun, pemerintah daerah belum seluruhnya mampu mengoptimalkannya untuk meningkatkan daya fiskal dengan membuat kegiatan produktif demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Masih terlalu besarnya belanja rutin untuk gaji pegawai, barang, dan jasa daripada belanja modal membuat ketergantungan pemerintah daerah pada transfer pusat semakin besar. Kondisi ini harus segera diatasi agar pemda bisa menciptakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang menyejahterakan rakyat.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), realisasi belanja transfer ke daerah (TKD) berjumlah Rp 557,13 miliar tahun 2014, Rp 584,71 miliar (2015), Rp 644,76 miliar (2016), hingga Rp 661,98 miliar (2017). Transfer itu di luar dana desa dan dana otonomi khusus.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng di Jakarta, Senin (26/11/2018), mengatakan, otonomi fiskal memang masih menjadi masalah utama selama 18 tahun desentralisasi berjalan. “Jadi memang dana yang banyak itu belum terlihat dampaknya, tidak memberi efek bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mereka (kepala daerah) tidak mau meningkatkan fiskal mereka,” ujar Robert.
Menurut Robert, hampir 70 persen APBD digunakan untuk anggaran rutin, seperti gaji pegawai, serta belanja barang dan jasa. “Padahal seharusnya pemda fokus belanja modal sebagai sumber mendapat layanan publik dan menstimulasi ekonomi. Itulah kemudian dampaknya kapasitas fiskal daerah tidak meningkat,” tuturnya.
Indonesia memiliki 34 provinsi dengan 5 provinsi di antaranya memiliki otonomi khusus, yakni DKI Jakarta, Aceh, DI Yogyakarta, Papua, dan Papua Barat. Indonesia juga memiliki 415 kabupaten, kabupaten administrasi (1), kota (93), dan kota administrasi (5).
Soal ketergantungan fiskal ini dibahas dalam rapat Badan Akuntablitas Keuangan Negara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat dipimpin Ketua BAKN dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Andreas Susetyo.
“Dana transfer ke daerah akan kami evaluasi semuanya untuk perbaikan,” ujar Mardiasmo seusai rapat.
Peran gubernur
Mardiasmo mengatakan, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus mampu mengarahkan bupati dan wali kota membangun daerahnya. Selain itu, lanjut Mardiasmo, pemerintah juga sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah untuk memperkuat kemampuan pajak daerah.
“Di satu sisi, kita tingkatkan PAD tapi daerah juga harus mampu memadukan antara rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah,” tuturnya.
Ardan menegaskan, pemda juga diminta meningkatkan kapabilitas Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Penguatan APIP dinilai penting untuk mengawasi pelaksanaan TKD. Pengawasan ini, lanjut Ardan penting, mengingat operasi tangkap tangan kepala daerah masih kerap terjadi.
“Pengawasan ini perlu ditingkatkan kalau ada transfer dana ke daerah. Jadi, APIP di daerah bisa lakukan monitoring dan pemeriksaan terhadap dana-dana transefer ke daerah,” ujar Ardan.