Publik Jakarta kini tengah menunggu nasib layanan bus transjakarta Koridor 1 Blok M-Kota. Bagi para pengguna angkutan umum, bus Koridor 1 ini amat penting dan diminta jangan sampai ditiadakan saat MRT nanti beroperasi.
Untuk itu, meskipun belum ada kepastian resmi, Bambang Prihartono, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Senin (26/11/2018), menyatakan, BPTJ mendukung studi integrasi antara moda raya terpadu (MRT) Jakarta dan angkutan berbasis jalan yang dikelola PT Transportasi Jakarta (Transjakarta). Namun, integrasi itu sebaiknya tidak mematikan salah satu moda.
Saat nanti beroperasi pada Maret 2019, MRT Jakarta baru melayani rute sepanjang 16 km dari Lebak Bulus menuju Bundaran Hotel Indonesia. Sementara di koridor yang sama, transjakarta sudah beroperasi melayani penumpang dari Blok M menuju Kota.
Artinya, di rute yang beririsan itu transjakarta memiliki layanan yang lebih panjang ke utara. Saat jangkauan layanan MRT baru sampai Bundaran Hotel Indonesia, sementara transjakarta sudah melayani penumpang dari berbagai penjuru, rute utama (backbone) memang masih transjakarta. Koridor 1 masih yang utama. Para penumpang transjakarta yang diumpan naik ke MRT.
Nanti saat koridor dan fase MRT sudah lengkap, peran transjakarta, khususnya di koridor yang sama dengan koridor MRT, dievaluasi.
Di dalam rencana induk transportasi Jabodetabek, lanjut Bambang, sudah ada juga tentang MRT Jakarta dan Transjakarta, tetapi belum detail.
Bersamaan dengan studi integrasi yang dilakukan MRT Jakarta dan Transjakarta, lanjut Bambang, BPTJ akan mendetailkan rencana induk transportasi itu.
Iskandar Abubakar, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), menjelaskan, terkait integrasi MRT dan transjakarta itu, DTKJ juga dilibatkan dalam studi.
Hanya, bagaimana integrasi itu bisa memenuhi aspek ruang, waktu, dan sistem pembayaran dan tarif.
Untuk integrasi ruang, lanjut Iskandar, harus dibuat konektivitas antara stasiun dan halte. Penumpang harus dibuat mudah untuk berpindah dari halte ke stasiun, begitu juga sebaliknya sehingga koneksi dari sisi waktu bisa tercapai. Penumpang juga bisa berganti moda dengan cepat.
”Kalau bisa diatur begitu turun dari moda yang satu, penumpang tidak butuh waktu banyak untuk berpindah stasiun atau halte dan menunggu angkutan berikutnya,” ujar Iskandar.
Selain itu, integrasi juga mesti bisa memberi kemudahan penumpang dalam hal sistem pembayaran dan keterjangkauan tarif.
”Namun, ke depan angkutan perkotaan berbasis rel itu akan menjadi angkutan utama, sementara angkutan berbasis jalan akan menjadi pendukung. Itu karena angkutan berbasis rel bisa memberikan kecepatan dan kelancaran perjalanan,” kata Iskandar.
Untuk itu, dalam studi integrasi ini DTKJ menjadi pihak yang mengawal bersama BPTJ.