Korsel Sasar Peluang Kolaborasi dengan Perusahaan Indonesia
Oleh
M KURNIAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Korea Selatan menyasar peluang kerja sama dengan perusahaan tekfin Indonesia. Besarnya jumlah populasi dan perkembangan teknologi dianggap menjadi lahan subur bagi kemajuan industri tekfin ke depan.
Agen Keamanan Internet Korea Selatan (KISA), sebagai badan binaan Kementerian Sains dan Teknologi Informasi, mempresentasikan inovasi dari enam perusahaan tekfin mereka dalam Fintech Business Day 2018 di Jakarta, Senin (26/11/2018). Convergence Service Support Team Manager KISA Jin Man-kim mengatakan, keenam tekfin itu dipilih agar lebih berkembang di Indonesia.
”Indonesia memiliki potensi karena jumlah populasinya besar. Kami berusaha mencari rekan untuk kolaborasi di sini agar produk ini lebih sesuai dengan karakteristik pengguna,” kata Kim saat ditemui di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat.
Teknologi yang dipresentasikan itu menawarkan sejumlah hal baru dalam industri tekfin. Perusahaan tekfin Korea, 12CM, menawarkan perangkat stempel digital yang digunakan untuk pengesahan pembayaran dengan mengecap stempel tersebut pada layar gawai pengguna.
CEO 12CM, Sung Won-shin, mengatakan, teknologi itu dapat mempermudah sistem pembayaran yang saat ini didominasi dengan layanan kode QR. ”Stempel ini digunakan layaknya mengecap kertas, tetapi mediumnya diganti dengan layar gawai,” ujarnya.
Potensi pengguna gawai di Indonesia juga dimanfaatkan oleh CEO BI Cube, Steve Kim. Ia menggunakan teknologi pemindai kode QR pada gawai sebagai pengganti mesin EDC yang ada di toko. Dengan teknologi itu, pedagang dimudahkan karena tidak perlu membeli mesin EDC untuk pembayaran nontunai.
”Jumlah bank di Indonesia cukup banyak sehingga potensi ini dapat dioptimalkan,” kata Steve.
Dilirik lokal
Ada 18 perusahaan tekfin lokal yang diundang dalam presentasi tersebut. Masing-masing dari mereka memiliki preferensi berbeda terhadap teknologi yang ditawarkan.
Direktur perusahaan tekfin Kredito, Tatat Selamat, menilai produk yang ditawarkan sangat penting untuk efisiensi dalam pekerjaan perusahaan. Ia mencontohkan, sistem inteligensi buatan dapat membuat proses pengisian nilai risiko kredit peminjam jadi lebih mudah.
Kepala Komunikasi Pemasaran perusahaan tekfin Faspay, Frecy Ferry Daswaty, juga tertarik bermitra dengan beberapa perusahaan. Namun, pihaknya masih menimbang bentuk kemitraan yang dirasa sesuai dengan setiap produk.
”Kita mencari yang secara penerapan teknologinya paling dekat dengan perusahaan kita. Semuanya inovatif. Namun, kira-kira produk tekfin apa yang sudah bisa dioperasikan pada kuartal pertama tahun depan,” kata Frecy.
Di tahun ketiga pelaksanaan, Kim menilai industri tekfin Indonesia tumbuh semakin pesat. Hal itu terlihat pada perusahaan tekfin pinjam-meminjam uang berbasis teknologi (peer to peer lending) yang semakin banyak.
Ia mengatakan, setidaknya ada 300-400 perusahaan tekfin di Korea Selatan tahun ini. Jika mereka sukses bermitra dengan Indonesia, KISA akan fokus pada pengembangan perusahaan tekfin lainnya.
”Kami tidak bisa mendukung mereka terus-menerus. Saat ini mereka sudah kami fasilitasi. Jika mereka masih membutuhkan bantuan, kami memiliki kantor konsulat di Jakarta,” tutur Kim. (E19)