Gubernur Aceh (non-aktif) Irwandi Yusuf didakwa menerima suap dan gratifikasi pada periode 2007-2012, dan periode kedua yang baru setahun.
JAKARTA, KOMPAS - Gubernur Aceh (non-aktif) Irwandi Yusuf didakwa menerima suap dan gratifikasi miliaran rupiah dalam dua periode kepemimpinannya, yaitu periode pertama 2007- 2012 dan periode kedua 2017- 2022, yang baru berjalan sekitar setahun. Pasalnya, pada Juli 2018, Irwandi ditangkap dalam operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi di Aceh.
Secara kumulatif, ia sedikitnya didakwa menerima Rp 41 miliar dari sejumlah penerimaan uang bermotif hadiah atau janji untuk melakukan suatu tindakan bertentangan dengan kewajibannya sebagai gubernur, atau menerima gratifikasi dari pihak pelaksana proyek dan pihak-pihak lain yang tak dilaporkan kepada KPK.
Dua perwakilan jaksa pada KPK mendakwa Irwandi melanggar Pasal 12 atau Pasal 11, dan Pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, dan juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Dakwaan kumulatif dibacakan ketua majelis hakim Saifuddin Zuhri, Senin (26/11/2018) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Untuk dugaan penerimaan suap, jaksa penuntut umum menguraikan saat Irwandi menerima Rp 1,050 miliar dari Ahmadi, Bupati Bener Meriah, lewat ajudannya, Muyassir. Sementara dari pihak Irwandi diterima staf khususnya, Hendri Yuzal, dan orang dekatnya, Teuku Saiful Bahri.
Pemberian suap diawali dengan pertemuan Ahmadi dan Irwandi pada 14 Februari 2018, yang menginginkan program atau pembangunan bersumber Dana Otonomi Khusus Aceh 2018 yang diterima Kabupaten Bener Meriah dapat dikerjakan rekanan di kabupaten tersebut. Pertemuan pertama ditindaklanjuti pertemuan Ahmadi dengan Hendri, dan diikuti pengiriman detail program. Irwandi lalu mendorong Hendri membantu Ahmadi, dan menyatakan pengaturan pemenang lelang dikoordinasi Teuku Saiful Bahri.
Selain suap, Irwandi didakwa terima gratifikasi Rp 8,717 miliar saat gubernur periode kedua, sejak 8 Mei 2017 sampai Juli 2018. Ia menerima transfer dari beberapa pihak yang sebagian di antaranya diduga terkait paket pengerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Aceh. Dana tersebut disimpan di rekening terpisah, antara lain dengan nama Muklis, Erdiansyah, dan rekening Fenny Steffy Burase.
Sebelumnya, pada periode pertama, 2008-2011, Irwandi juga didakwa menerima uang Rp 32,454 miliar dari Board of Management Nindya Sejati Joint Operation, Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid.
Menanggapi tuntutan jaksa, Sirra Prayuna, kuasa hukumnya, tidak mengajukan eksepsi karena ingin sidang dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.