KIEV, SELASA — Pemerintah Ukraina mulai memberlakukan kondisi darurat militer. Pemberlakuan itu menyusul konflik terbaru antara Ukraina dan Rusia yang dipicu blokade dan penahanan oleh pasukan Rusia terhadap kapal Angkatan Laut Ukraina yang melewati Selat Kerch untuk menuju Laut Azov di Laut Hitam.
Parlemen Ukraina mengesahkan pemberlakuan kondisi darurat militer itu lewat pemungutan suara pada Senin (26/11/2018). Pemungutan suara dilakukan setelah Presiden Petro Poroshenko memperingatkan adanya ancaman serius dari Rusia setelah insiden kapal di Laut Hitam.
Ia mengatakan, penetapan kondisi darurat militer dibutuhkan untuk meningkatkan pertahanan Ukraina menyusul ulah Rusia di Laut Hitam. ”Rusia sudah memancing perang dengan negara kita selama lima tahun. Namun, serangan pada kapal perang Ukraina sudah mencapai bentuk baru agresi,” ujar Poroshenko.
”Saya punya dokumen intelijen. Di sini dijelaskan terperinci posisi pasukan musuh di sepanjang perbatasan kita. Setiap saat (mereka) siap menginvasi Ukraina,” kata Poroshenko.
Serangan pada kapal perang Ukraina sudah mencapai bentuk baru agresi.
Ia membantah anggapan bahwa pemberlakuan keadaan darurat militer sebagai langkah untuk menunda pemilu yang direncanakan berlangsung pada 2019. Ia juga menolak tudiangan bahwa keadaan darurat militer akan dipakai untuk membungkam oposisi. Bantahan-bantahan itu membuat parlemen Ukraina setuju usulan Poroshenko untuk menetapkan keadaan darurat militer.
Pada Sabtu (24/11/2018), tiga kapal perang Ukraina dihadang Rusia kala berlayar menuju Laut Azoz. Rusia menempatkan kapal barang untuk menutup selat yang harus dilewati kapal-kapal itu. Rusia juga mengerahkan sejumlah pesawat dan helikopter tempur ke lokasi penghadangan.
Ketegangan meningkat setelah Rusia menyerbu lalu menduduki kapal-kapal itu, Minggu (25/11/2018). Semua awak kapal ditawan Rusia.
Insiden di Laut Hitam itu merupakan ketegangan terbaru di dalam hubungan Kiev-Moskwa. Sebelumnya, Rusia-Ukraina sudah bersitegang gara-gara Rusia menganeksasi Semenanjung Crimea dari Ukraina pada 2014.
AS mengecam
Menteri Luar Negeri Amerika Serkat Mike Pompeo menyebut pendudukan kapal itu sebagai pelanggaran pada hukum internasional. Ia meminta semua pihak untuk menahan diri. ”AS mengecam langkah agresif Rusia. Kami meminta Rusia mengembalikan kapal Ukraina dan membebaskan awaknya untuk menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah Ukraina,” ujarnya.
Pompeo juga sudah menghubungi Poroshenko untuk menyampaikan dukungan AS kepada Ukraina. Dukungan serupa disampaikan Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Jens Stoltenberg. Dukungan itu disampaikan meski Ukraina belum menjadi anggota NATO.
Utusan khusus AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan, manuver Rusia merupakan pelanggaran serius pada kedaulatan Ukraina.
Sementara Kementerian Luar Negeri Rusia justru menyalahkan Kiev atas insiden itu. ”Sangat jelas provokasi terencana ini bertujuan memicu ketegangan baru di kawasan dan menghasilkan alasan baru untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia,” demikian tertulis di pernyataan Kemlu Rusia.
Moskwa menyebut kebijakan itu akan berdampak serius. Moskwa menuduh Ukraina bekerja sama dengan Inggris dan AS dalam insiden itu. (REUTERS)