KUTACANE, KOMPAS — Selain karena curah hujan tinggi, banjir bandang yang melanda Aceh Tenggara juga dipengaruhi oleh turunnya kemampuan lingkungan menyerap air. Kawasan hutan telah banyak beralih fungsi menjadi area budidaya. Area budidaya perlu ditanami tanaman hutan agar fungsi hutan tetap terjaga.
Banjir bandang menerjang delapan desa di tiga kecamatan di kabupaten itu pada Senin (26/11/2018) malam, menyebabkan 60 rumah rusak, 22 di antaranya rusak berat. Bukan hanya itu, satu jembatan putus, satu sekolah terendam, dan Daerah Aliran Sungai Alas rusak.
Bencana banjir bandang beberapa kali melanda Aceh Tenggara. Pada April 2017, misalnya, 11 desa diterjang banjir bandang. Sebanyak 176 rumah rusak berat, 91 rumah rusak sedang, dan 139 rumah rusak ringan. Dua warga meninggal.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Irwandi, Rabu (28/11/2018), mengatakan, seharusnya area budidaya yang dijadikan perkebunan tetap memperhatikan fungsi hutan. Sebab, sejatinya area budidaya juga merupakan daerah resapan air.
Ketika petani hanya menanam tanaman muda seperti jagung, kakao, dan cabai, daya resap air menurun. Akibatnya, saat hujan dalam intensitas tinggi, tanah cepat jenuh dan rawan longsor.
”Kami akan mendorong petani menanam tanaman kehutanan seperti kemiri, jengkol, dan durian,” kata Irwandi.
Irwandi mengatakan, kawasan budidaya bukan tanggung jawab KPH. Namun, tambahnya, petani perlu diedukasi agar aktivitas bertani memberikan kesejahteraan dan menyelamatkan lingkungan.
Banjir bandang yang terjadi di Aceh Tenggara dipicu oleh curah hujan tinggi dan kurangnya daya dukung lingkungan. Hujan membuat area perbukitan yang merupakan kebun warga ambrol dan menerjang permukiman. Kawasan tersebut memiliki kemiringan 60 derajat dan rawan longsor.
Irwandi mengatakan, kerusakan hutan lindung juga memicu bencana ekologi. "Kami mengakui ada hutan lindung ke sana, tetapi kondisinya tidak begitu parah," kata Irwandi.
Catatan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh pada semester pertama 2018 dari Januari sampai Juni, kerusakan hutan di Aceh Tenggara mencapai 233 hektar. Kini tutupan hutan di Aceh Tenggara tersisa 334.296 hektar.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Aceh Muhammad Nur mengatakan, Aceh Tenggara sangat rawan terhadap banjir dan longsor. Sebab, curah hujan tinggi, tetapi daya dukung lingkungan terus menurun.
”Kondisi ini diperparah dengan adanya alih fungsi hutan menjadi tanaman jagung dan cokelat serta illegal logging. Pemerintah perlu memperbaiki tata kelola hutan sesuai fungsinya,” kata Nur.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.