Upaya menambah cadangan minyak dan gas bumi di Indonesia terkendala anggaran eksplorasi. Sejak 2015 hanya delapan lokasi yang disurvei untuk pencarian cadangan baru
JAKARTA, KOMPAS — Minimnya anggaran menyulitkan usaha pemerintah menambah cadangan minyak dan gas bumi dalam skala besar, apalagi tidak ada anggaran survei tahun depan.
Kepala Badan Geologi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rudi Suhendar mengatakan, tahun ini pihaknya mendapat anggaran Rp 96 miliar untuk survei di dua lokasi. Namun, tahun depan belum ada anggaran. Padahal, hasil survei penting untuk memperkuat data rekomendasi penetapan wilayah kerja migas yang hendak dilelang.
”Survei seismik tersendat karena ongkosnya tak murah. Kami terkendala anggaran yang terbatas. Sejak 2015 sampai sekarang baru selesai delapan studi seismik di delapan lokasi. Jadi, masih perlu banyak lagi survei seismik supaya terlihat potensinya untuk dilanjutkan ke tahap eksplorasi,” kata Rudi dalam seminar penyediaan data kebumian di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Rudi menambahkan, pada 2009 pemerintah meluncurkan data cekungan yang berjumlah 128 buah di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, 18 cekungan sudah memproduksi minyak dan gas bumi. Beberapa cekungan lain sedang diteliti lebih lanjut untuk diketahui potensinya.
”Padahal, masih ada 74 cekungan yang sama sekali belum diteliti. Hasil penelitian terhadap cekungan-cekungan tersebut diperlukan agar dapat ditingkatkan ke tahap lanjut, yaitu eksplorasi. Siapa yang mengerjakan eksplorasi? Kontraktor kontrak kerja sama (K3S) migas pemenang lelang,” ujar Rudi.
Ancaman produksi
Sesuai data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sampai akhir Oktober 2018, jumlah wilayah kerja (WK) eksplorasi mencapai 93 WK, terdiri dari 81 wilayah aktif dan 12 wilayah dalam proses terminasi. WK eksplorasi yang dalam proses terminasi disebabkan tak ada cadangan migas yang layak dikembangkan atau bernilai ekonomi.
Sementara itu, jumlah WK eksploitasi di Indonesia mencapai 89 wilayah, terdiri dari 74 wilayah produksi dan 15 wilayah pengembangan. Sebagian besar WK tersebut terletak di daratan (on shore) dan sebagian kecil di lepas pantai (off shore).
Sementara itu, menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, PT Pertamina (Persero) harus didorong menemukan cadangan migas baru dalam skala besar. Tanpa penemuan baru, yang akan terjadi adalah penurunan produksi migas secara terus-menerus. Produksi migas yang dinikmati sekarang berasal dari lapangan raksasa berusia tua, seperti Blok Mahakam di Kalimantan Timur, Rokan di Riau, atau Tangguh di Papua Barat.
”Sumber daya migas Indonesia masih besar. Perlu fokus tinggi untuk mengubah sumber daya migas menjadi cadangan terbukti,” ujar Pri Agung.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, dalam penawaran WK migas tahap tiga beberapa waktu lalu, pemerintah membebaskan biaya akses paket data. Sebelumnya, peserta lelang WK migas dikenai biaya hingga 80.000 dollar AS. Besaran biaya bergantung pada kelengkapan data WK tertentu.
Menurut Djoko, dengan digratiskan, investor diharapkan semakin berminat mengikuti lelang WK migas. Investor juga memiliki dasar kuat untuk mengajukan proposal penawaran dalam lelang WK migas tersebut. Harapannya, investor tidak seperti membeli kucing dalam karung.