Singkirkan Ketidakpercayaan di antara ASEAN dan China
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Ketidakpercayaan di antara ASEAN dan China pada sejumlah isu membuat kerja sama kedua pihak belum bisa dipacu secara optimal. Ketidakpercayaan itu harus diselesaikan untuk kepentingan semua pihak.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri Jose Antonio Tavares mengatakan, ada beberapa isu pokok dalam relasi ASEAN-China. "Orang memandang hubungan ASEAN-China dari Laut China Selatan," ujarnya dalam diskusi tentang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-33 ASEAN yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia, Selasa (27/11/2018), di Jakarta.
Laut China Selatan (LCS) menjadi salah satu titik ketidakpercayaan di antara ASEAN dan China. Pokok masalahnya adalah saling klaim antara sejumlah negara anggota ASEAN dengan China atas perairan LCS dan penyusunan kode tata berperilaku yang tidak kunjung rampung.
Padahal, hubungan ASEAN-China terus berkembang. ASEAN merupakan salah satu kawasan yang mendapat kucuran dana miliaran dollar AS dari China lewat Prakarsa Sabuk dan Jalan (BRI). "Prakarsa ini lebih besar dari Marshall Plan (program pembangunan kembali Eropa setelah Perang Dunia II dengan dana dari Amerika Serikat). Prakarsa ini berdasarkan permintaan. China mengucurkan kepada negara yang mau menggarap proyek," kata Jose.
Indonesia ikut mendapat BRI dengan cara, menurut Jose, amat selektif. Indonesia tidak asal menerima tawaran program dari China. Negara lain juga mempertimbangkan hal senada.
ASEAN dan China juga mempunyai hubungan dagang yang signifikan dengan China. Karena itu, hubungan dengan China tidak bisa dihindari begitu saja. ASEAN perlu belajar dari India yang mendapatkan manfaat miliaran dollar AS lewat skema perdagangan bebas dengan China.
Selain itu, lanjut Jose, ASEAN terbiasa merangkul semua kekuatan besar global. Forum KTT Asia Timur (EAS), yang diselenggarakan bersamaan dengan KTT ASEAN di Singapura, menunjukkan kemampuan ASEAN untuk merangkul semua pihak. "ASEAN tidak memihak dan itu membuat siapa pun nyaman. Semua bisa diajak duduk bersama," ujarnya.
Ia tidak menampik ada pesan yang salah ditangkap di sela KTT kemarin. Terkesan ASEAN akan memihak ke salah satu kekuatan besar. Hal itu mengacu pada pernyataan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong soal ketidakhadiran Presiden AS Donald Trump di EAS. PM Lee menegaskan, ASEAN sangat ingin tetap netral. Akan tetapi, suatu saat ASEAN bisa saja terpaksa memihak pada salah satu kekuatan besar.
Apalagi, ASEAN bersuara keras terhadap perang dagang yang dipicu oleh AS. ASEAN memperingatkan bahaya perang dagang yang dampaknya harus ditangggung banyak negara.
Harapan pada Thailand
Jose juga mengungkapkan sejumlah harapan kepada Thailand yang akan menjadi Ketua ASEAN pada 2019. Thailand, yang akan menggelar pemilu pada awal 2019, diyakini bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Di masa kepemimpinan Thailand, diharapkan antara lain ada pernyataan soal cadangan ikan dan pengendalian penangkapan ikan di kawasan. Pernyataan itu diharapkan bisa meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga keberlangsungan cadangan perikanan kawasan.
"Sulit mengharapkan ada kesepakatan atau perjanjian. Paling tidak ada pernyataan kuat," ujar Jose.