Beban APBN Semakin Berat
Pemerintah memberikan tunjangan kinerja menteri dan kepala lembaga sebesar 150 persen dari nilai tunjangan kinerja tertinggi ASN instansinya. Tunjangan dibayar sekaligus terhitung sejak Januari 2017.
JAKARTA, KOMPAS - Alokasi tunjangan kinerja kepada menteri dan kepala lembaga dipertanyakan. Selain tidak diatur dalam skema penghasilan bagi jabatan menteri dan kepala lembaga, tunjangan kinerja dinilai menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam di Jakarta, Rabu (28/11/2018), mengatakan, setiap tahun belanja pegawai pemerintah pusat terus meningkat yang salah satunya karena pemberian tunjangan kinerja kepada menteri/kepala lembaga beserta aparatur sipil negara (ASN) kementerian/lembaga.
Berdasarkan catatan IBC, pada tahun 2017 Presiden Joko Widodo mengeluarkan 14 peraturan presiden (perpres) berisi pemberian tunjangan kinerja untuk 14 menteri/kepala lembaga beserta ASN. Khusus untuk menteri/kepala lembaga, nilai tunjangan kinerja sebesar 150 persen dari tunjangan tertinggi ASN instansinya dan dibayarkan sekaligus terhitung mulai Januari 2017.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan IBC, tunjangan kinerja 13 menteri dan satu kepala badan mencapai Rp 668,75 miliar per bulan atau Rp 8,02 miliar per tahun. Kebijakan ini otomatis menambah beban APBN, yang pada tahun 2019 akan ditambah lagi dengan kenaikan gaji ASN sebesar 5 persen.
”Pemerintah memang tak menaikkan gaji pokok ASN selama empat tahun, tetapi Presiden membuat kebijakan yang memberikan tekanan pada APBN dengan meningkatnya belanja pegawai, dengan menaikkan tunjangan kinerja ASN, gaji ke-14 ASN dan pensiunan, serta tunjangan kinerja menteri dan kepala lembaga,” kata Roy.
Tahun ini ada 17 kementerian dan 7 lembaga pemerintah yang mendapatkan tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya, diatur Perpres Nomor 94 Tahun 2018. Pegawai Kementerian ESDM mendapatkan tunjangan kinerja sesuai capaian kinerja setiap bulan yang dibayarkan terhitung mulai April 2018.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ahmad Misbakhul Hasan menilai kenaikan tunjangan kinerja akan semakin membebani APBN. Sebab, porsi belanja pegawai dalam APBN rata-rata mencapai 24 persen dari total belanja pemerintah pusat. Di sisi lain, program perlindungan sosial masih membutuhkan alokasi anggaran yang sangat besar.
”Kenaikan tunjangan tidak dimungkiri ada unsur muatan politis, tetapi seharusnya tetap berbasis kinerja pegawai agar input sesuai output,” ujar Misbakhul.
Pemberian tunjangan kinerja menteri dan kepala lembaga pukul rata 150 persen dari tunjangan kinerja tertinggi di instansinya dinilai menyulitkan pengukuran kinerja menteri. Hal ini dinilai tidak sejalan dengan upaya memotivasi ASN meningkatkan kinerjanya.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, tunjangan kinerja semestinya berdasarkan standar produktivitas yang jelas dan terukur. ”Ini tidak konsisten dengan sistem tunjangan kinerja untuk ASN yang diukur berdasarkan produktivitas dan disiplin,” kata Robert.
Ke depan, Robert menyarankan ada standardisasi penghitungan tunjangan berbasis kinerja riil dan dibayar tidak dirapel pada akhir tahun. Penilaian kinerja bisa diberikan setiap bulan atau tiga bulan sekali yang diikuti dengan pemberian tunjangan sehingga memotivasi peningkatan kinerja.
Saat ditanya mengenai hal ini, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menolak menjawab indikator pemberian tunjangan kinerja kepada kementerian/lembaga. ”Tanya Menkeu dan Menpan soal ini,” ujarnya.
Kualitas pelayanan
Pemberian tunjangan kinerja merupakan upaya pemerintah mendukung reformasi birokrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang berjalan sejak tahun 2007. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menjelaskan, setiap tahun reformasi birokrasi dievaluasi berdasarkan kemajuan perbaikan yang dilakukan semua kementerian dan lembaga.
Dalam peraturan presiden yang terbit 16 November lalu, pemerintah menaikkan tunjangan kinerja untuk Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan. Askolani menyampaikan, peningkatan tunjangan kinerja bukan hanya untuk empat kementerian itu, tetapi akan diikuti beberapa kementerian lain. Tujuan kenaikan tunjangan kinerja ini sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi, terutama untuk memperbaiki kinerja pegawai dan pelayanan publik.
”Kenaikan tunjangan kinerja berasal dari anggaran masing-masing kementerian dan lembaga. Biasanya dari belanja pegawai,” ujar Askolani.