DEPOK, KOMPAS — Hari solidaritas internasional untuk rakyat Palestina yang digelar setiap 29 November sejak 1977 menjadi pengingat kepada dunia bahwa perjuangan membela hak asasi rakyat Palestina masih belum selesai. Peran dan komitmen dunia dalam mengatasi masalah internasional ini perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan.
”Masalah Palestina merupakan masalah internasional dan layak mendapatkan bantuan dari semua orang di dunia. Pengorbanan kami sangat besar. Sebesar apa pun perlawanan, kami pasti akan mencapai apa yang kami perjuangkan untuk membentuk sebuah negara Palestina yang merdeka dan Jerusalem sebagai ibu kotanya,” tutur Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-shun saat perayaan hari solidaritas internasional untuk rakyat Palestina di Universitas Indonesia, Depok, Kamis (29/11/2018).
Hadir sebagai pembicara Ketua Umum Komite Nasional untuk Rakyat Palestina Soeripto; Direktur Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Sunarko; Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Hajriyanto Y Thohari; Direktur SAS Institute M Imdadun Rahmat; dosen Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, M Syauqillah; dan dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Broto Wardoyo.
Zuhair menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan yang telah diberikan Indonesia sejak kemerdekaan dalam memperjuangkan perdamaian Palestina. ”Kami sangat terbantu dengan adanya Pemerintah Indonesia yang senantiasa mendukung Palestina di muka dunia. Dukungan ini menjadi bukti nyata kepada dunia bahwa masalah Palestina merupakan isu besar yang perlu dijadikan fokus,” ujarnya.
Sesuai dengan ketentuan yang diputuskan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setiap bangsa memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri tanpa intervensi dari luar, serta hak untuk memperoleh kemerdekaan nasional, kedaulatan, dan untuk kembali ke tanah airnya. Zuhair mengatakan, dari total 12 juta rakyat Palestina, 6 juta orang kini berada di Palestina dan sisanya di berbagai tempat di dunia.
Baginya, salah satu masalah utama ialah pelebaran permukiman penduduk Israel. ”Kami tidak diberikan kesempatan untuk bicara dan menyampaikan aspirasi kami untuk terciptanya perdamaian,” ujar Zuhair.
Soeripto mengemukakan masalah besar lainnya, seperti masalah tahanan perang yang meliputi ratusan anak-anak di bawah umur, aksi kekerasan yang mengakibatkan korban warga Palestina, serta blokade yang terjadi antara perbatasan Gaza dan Mesir yang mengakibatkan penduduk Palestina setempat kekurangan pasokan pangan.
Bagi Soeripto, masalah Palestina tidak bisa mengandalkan diplomasi saja. ”Karena semua lembaga diplomasi, termasuk PBB, sudah dikuasai Israel. Bahkan, saya dengar, sumbangan uang dari Israel untuk PBB juga tidak kecil,” kata Soeripto.
Syauqillah menambahkan, negara-negara Timur Tengah sedang menghadapi berbagai masalah, seperti ekstremisme, konsolidasi, intervensi asing, dan militer. ”Kondisi geopolitik negara Timur Tengah tidak stabil. Oleh sebab itu, mereka tidak bisa diharapkan 100 persen untuk menjadi pendorong utama proses perdamaian Palestina sehingga peran negara lain, seperti Indonesia, menjadi sangat penting,” ujarnya.
Sunarko menyampaikan, dukungan Indonesia memperjuangkan hak asasi Palestina tidak akan pernah berhenti. ”Dukungan kepada Palestina penting karena merupakan bagian integral dari konstitusi Indonesia yang menuntut penghapusan penjajahan dan pelaksanaan ketertiban dunia,” ujarnya.
Selain giat mengedepankan isu Palestina di depan dunia internasional, Indonesia juga terus memperkuat hubungan bilateral dengan Palestina melalui kerja sama ekonomi. Tarif nol persen diberlakukan untuk sejumlah produk unggulan Palestina yang masuk Indonesia, seperti minyak zaitun dan kurma.