Meksiko Kewalahan Menampung Migran
Meksiko berharap AS membangun proyek-proyek di negara-negara Amerika Tengah. Dengan proyek-proyek itu, warga asal Amerika Tengah mendapatkan pekerjaan dan tak bermigrasi dari negara mereka.
TIJUANA, SELASADi tengah membeludaknya migran asal Amerika Tengah yang berupaya memasuki Amerika Serikat, presiden terpilih Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador, Selasa (27/11/2018), menyatakan berupaya menampung mereka selama proses pengurusan suaka. Penumpukan terus terjadi karena jumlah permohonan suaka yang diproses jauh lebih sedikit dibanding jumlah yang mendaftar.
Di kota Tijuana yang berbatasan langsung dengan wilayah San Diego, AS, warga setempat mulai gerah dengan semakin banyaknya migran asal Amerika Tengah yang datang ke situ. Di kota ini saja, setidaknya sudah ada 5.000 migran. Mereka kini menempati fasilitas umum, seperti stadion.
Warga mulai terganggu karena banyak di antara para migran yang menyambangi sekolah-sekolah, meminta uang kepada murid, dan bahkan juga menggunakan toilet sekolah. Karena situasi ini, perkumpulan orangtua murid mengkhawatirkan keamanan anak-anak. Mereka meminta agar para migran itu dipindahkan menjauh dari sekolah. Jumlah aparat keamanan ditambah untuk berjaga-jaga di pusat-pusat olahraga, khususnya yang menjadi tempat tinggal sementara para migran.
Lopez Obrador, yang memenangi pemilu dengan jargon membela orang miskin, kini dihadapkan pada masalah bagaimana menghadapi para migran yang berbondong-bondong masuk ke negaranya. Dia juga mendapat tugas berat bagaimana menghadapi kebijakan keras Presiden AS Donald Trump terhadap migran. Menampung migran di Meksiko adalah tuntutan utama Trump pada Lopez Obrador.
Menteri luar negeri yang baru, Marcelo Ebrard, mengatakan, pemerintah harus membantu pemerintah daerah dalam menyediakan tempat tinggal dan memberi makan para pendatang. ”Ini bukan perundingan bilateral. Ini merupakan hal yang harus kami lakukan,” kata Ebrard.
Kepada wartawan, dia mengatakan, hal utama yang ingin dilakukan adalah mengamankan komitmen AS untuk membangun proyek-proyek di Honduras, negara asal mayoritas migran. Demikian juga di Guatemala dan El Salvador.
Dengan proyek-proyek itu, diharapkan rakyat di tiga negara tersebut bisa mendapatkan pekerjaan sehingga mereka tidak mencari tempat penghidupan baru di negara lain. ”Meksiko sendiri akan berinvestasi di wilayah kami senilai lebih dari 20 miliar dollar, dan terkait dengan saudara-saudara kami di El Salvador, Honduras, dan Guatemala, akan diupayakan jumlah serupa,” kata Ebrard.
Jumlah 5.000 migran yang mencari suaka ke AS dan tinggal di Tijuana diperkirakan bertambah. Ada ratusan orang yang masih dalam perjalanan ke kota perbatasan itu. Kebanyakan migran nekat meninggalkan kampung halaman mereka karena alasan keamanan dan juga alasan kemiskinan.
Kritik terhadap AS
AS sebagai negara tujuan semakin memperketat perbatasan. Trump telah meminta Meksiko untuk memulangkan para migran ke negara asal mereka dengan cara apa pun. Trump dengan kebijakannya yang keras terhadap pendatang mengatakan, hanya mereka yang datang dengan cara legal yang bisa diterima di AS. Trump menyebut karavan migran yang terjadi belakangan ini seperti ”ïnvasi”. Pemerintah AS menempatkan ribuan tentara untuk menjaga perbatasan.
Petugas penjaga di perbatasan, hari Minggu, mengusir kumpulan migran dengan tembakan gas air mata. Tindakan ini mengundang banyak kritik, terutama karena di antara sekitar 500 migran yang melarikan diri itu terdapat anak-anak.
”Kami pikir, mereka akan membunuh. Sangat sulit untuk mencapai ke sana (AS),” kata Brayan Casas yang bersama istri dan anaknya berupaya menembus perbatasan Meksiko-AS.
Marco Antonio Sotomayor Amezcua, pejabat keamanan publik di Tijuana, dalam jumpa pers mengatakan, ia berharap para migran memetik pelajaran dari peristiwa hari Minggu lalu bahwa masuk AS secara ilegal tidak mungkin. Polisi Meksiko akan tetap berhati-hati dalam menggunakan kekuatan.
Di luar upaya yang dilakukan secara rombongan, banyak migran mencoba masuk AS secara sendirian. Danilo Mejia (26), misalnya, mengaku sudah mencoba lima kali dan selalu gagal. ”Saya kira, saat gelap, mereka (penjaga perbatasan) tidak akan melihat. Namun, ternyata, mereka benar- benar ’anjing penjaga’,” kata pria asal Honduras ini.
Saat ini, setidaknya terdapat 700.000 pemohon suaka yang masih mengantre untuk diproses. Selain prosesnya yang lama, jumlah migran yang meminta suaka juga terus bertambah. Dalam lima tahun terakhir, terjadi kenaikan hingga 2.000 persen.
Louise Arbour, Utusan Khusus PBB untuk Migrasi Internasional, mengkritik pernyataan yang berulang kali dilontarkan Trump bahwa karavan dari Amerika Tengah merupakan kelompok berbahaya atau kriminal. Arbour juga menggugat penempatan pasukan di perbatasan. Menurut dia, hal itu tidak proporsional dan tidak sesuai dengan kenyataan.
”Apa yang terjadi di perbatasan selatan AS bahwa 5.000, 7.000, 10.000 orang mencoba masuk sebuah negara yang berpenduduk 330 juta orang,” kata Arbour.
(AFP/AP/REUTERS/RET)