Senin, Transpatriot Akan Pasang Tarif Rp 3.500
BEKASI, KOMPAS - Uji coba bus transpatriot di Kota Bekasi, menarik minat warga, meskipun masih ada warga yang belum mengenal bus kota ini. Sepekan ini, penumpang belum dipungut biaya sebagai bentuk promosi.
Rabu (28/11/2018) siang, bus transpatriot hanya mengangkut lima penumpang dari Terminal Bekasi. Sepanjang perjalanan menuju Harapan Indah, hanya tiga penumpang lain yang naik.
Total, bus menempuh jarak 28 km untuk rute Terminal Bekasi-Harapan Indah-Terminal Bekasi. Bus hanya berhenti di halte-halte yang memiliki tanda khusus. Saat perjalanan lancar tanpa macet, kemarin siang, rute Terminal Bekasi-Harapan Indah ditempuh sekitar 50 menit.
"Busnya bagus, nyaman ada AC. Yang paling penting, nggak ngetem," ujar Nina, salah satu penumpang bus yang sengaja menjajal bus ini, Rabu.
Hal senada disampaikan Iksan, penumpang. Ia merasa tarif bus Rp 3.500 kelak tidak mahal sejauh pelayanan masih prima. "Kalau banyak orang sudah tahu, bus bakal penuh."
Sulaiman Lahargi, seorang awak bus, mengatakan, saat hujan seperti Selasa sore, penumpang bus ini penuh, bahkan sampai berdiri. "Hanya, perjalanan bus ikut tersendat karena jalan macet di beberapa titik."
Menurut rencana, kata Sulaiman, tarif Rp 3.500 mulai diberlakukan Senin, 3 Desember. Pembayaran dilakukan penumpang di dalam bus. "Sementara, infonya, akan pakai tiket kertas. Ke depan, ada rencana juga pakai uang elektronik," ucapnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi Yayan Yuliana membenarkan rencana pemberlakuan tarif itu. "Sesuai hasil rapat memang segitu (Rp 3.500)."
Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin mengatakan, hingga Desember, Damri berkontrak dengan Pemkot Bekasi. "Untuk operasional dan perawatan bus transpatriot, nilainya Rp 7.475 per kilometer. Tetapi, kami tidak menarik uang dari penumpang. Semua tarif yang dibayar penumpang nantinya masuk ke Pemkot Bekasi. Sembilan bus yang digunakan juga milik Pemkot Bekasi."
Trans Pakuan
Di Kota Bogor, kelancaran operasional angkot pada rute bus transpakuan Koridor 4 menjadi keharusan dan taruhan terwujudnya pembenahan sistem transportasi umum Kota Bogor.
Demikian antara lain terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi 3 DPRD Kota Bogor dengan Dinas Perhubungan Kota Bogor, Organda Kota Bogor, dan lima ketua/pengurus badan hukum/koperasi jasa/pengusaha angkot Kota Bogor, di Ruang Rapat Badan Musyawarah DPRD Kota Bogor, kemarin.
Ketua Komisi 3 Sendhy Pratama membacakan rekomendasi RDP, antara lain komitmen Dishub dan Organda membuka komunikasi dengan pengemudi dan pemilik angkot melalui badan hukum angkot, komitmen badan hukum angkot untuk intens membina pemilik angkot dan sopir, serta DPRD bersama Pemko melanjutkan kajian revisi Perda Nomor 3/2013 terkait angkot.
RDP dimohon Dinas Perhubungan, sebagai buntut berhentinya uji coba operasi lima angkot trayek TPK 4 yang dilaksanakan Kodjari, satu dari lima badan hukum yang menerima kuota untuk mengoperasikan angkot.
Uji coba dilakukan pada 29 Oktober. Dua hari kemudian, anggota Komisi 3 DPRD meminta uji coba operasi angkot TPK 4 dihentikan, setelah sekelompok orang yang mengaku pengusaha angkot dan sopir angkot berunjuk rasa ke Dinas Perhubungan, menolak kehadiran angkot konversi itu.
"Meminta menghentikan operasi sementara waktu itu bukan untuk \'hebat-hebatan\'. Tapi untuk jangan terburu-buru, karena sesuatu yang terburu-buru hasilnya suka tidak bagus," kata Ardiansyah, anggota Komisi 3 dari Fraksi PPP.
Kepala Dinas Perhubungan Rakhmawati menjelaskan, pihaknya bersama Organda dan badan hukum jasa angkutan sudah lama mempersiapkan program konversi angkot dan penerapan tujuh taryek utama TPK. Kodjari mengoperasikan angkot TPK setelah persiapan jauh-jauh hari, sehingga ada 11 angkot baru yang seharusnya bisa jalan
"Bagi saya, TPK 4 harus jalan, karena ini bagian dari pembenahan sistem transportasi umum. Kami mengharapkan semua pihak mendukung. Ada semangat kebersamaan di dalamnya, sebab ini untuk kepentingan masyarakat dan juga pengusaha angkot," katanya.
Sendhy Pratama mengatakan, sebetulnya yang dapat mengentikan operasi angkot bukan anggota dewan, tetapi para pelaku usaha jasa angkota dan pemda.
DPRD sangat mendukung program konversi angkot dan pembenahan trayek angkot. Itu sebabnya, Komisi 3 heran Dinas Perhubungan mengajukan dana untuk sosialisasi program ini sangat kecil yakni Rp 20 juta pada tahun 2019.
"Tidak berjalannya pengoperasian TPK 4, dengan munculnya unjuk rasa menentang pengoperasiannya, terjadi karena sosialisasi komunikasi yang tidak sampai ke semua sopir," katanya.
Ketua Organda Moch Ischak AR mengatakan, Organda menyambut gembira TPK 4 bisa beroperasi. Bahkan pihaknya menuntut rerouting angkot harus segera diterapkan menyeluruh untuk meningkatkan pendapatan pengusaha angkot dan sopir.
Menurut Ischak, tidak ada kepastian penerapan rerouting angkot, yang sudah dicanangkan belasan tahun lalu, merugikan para pengusaha angkot dan menjatuhkan harga mobil angkot. Dihentikan operasi TPK 4 dikhawatirkan akan menggagalkan penerapan rerouting angkot yang bertujuan meningkatkan pendapatan pengusaha angkot dan sopir.
Pada RDP tersebut diungkapkan pula mengenai belum juga tuntas pembahasan revisi Perda Nomor 3/2013 tentang Penyelengaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Masih ada satu masalah yang belum ada titik temu antara kami dengan Dinas Perhubungan, yaitu masalah konversi angkot ke bus dengan skema 3 angkot diganti satu bus. UU diatasnya mengharuskan angkutan masal itu adalah bus," kata Rusmiati Ningsih, Sekretaris Komisi 3.
Beberapa pengurus badan hukum menanggapi masalah keharusan konversi ini, antara lain dengan menyatakan para pengusaha angkot belum sanggup beli bus saat ini. "Tapi, pada perda itu ada klasul, \'Dapat mengkonversi angkot dengan tiga angkot menjadi dua angkot baru\'," kata Yadi Indra Mulyadi dari Kauber, sebuah bahan hukum jasa angkutan.
Namun, masalah konversi angkot ke bus tidak dibahas lebih lanjut karena RDP kali ini memfokuskan pada masalah kelanjutan operasi angkot TPK 4 dan penerapan rerouting angkot.
(Agnes Rita Sulistyawaty)