BOGOR, KOMPAS — Kepolisian Resor Bogor mengungkap keberadaan lahan pembibitan ganja di Cisarua, Kabupaten Bogor. Area seluas 300 meter persegi untuk pembibitan narkotika golongan I tersebut ditumbuhkan di lahan milik Perhutani. Kepolisian menduga, motif pemilik bibit sebatas coba-coba.
Dalam jumpa pers, Jumat (30/11/2018), Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky mengatakan, penangkapan ini merupakan bagian dari Operasi Antik Lodaya yang dilangsungkan 23 November-2 Desember 2018 di seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Adapun tersangka pemilik lahan pembibitan, HAR (47), ditangkap di kediamannya di Desa Tugu Selatan, Cisarua, pada 24 November 2018.
Di plafon rumah tersangka ditemukan tiga batang pohon ganja dan tujuh kecambah ganja yang ditanam di dalam ember cat. Sebelumnya, polisi juga menangkap A (29) yang diduga bertindak sebagai rekan HAR.
”Dari keterangannya, tersangka bercocok tanam ganja secara ilegal di lahan seluas 300 meter persegi di area hutan Perhutani. Letaknya sangat tersembunyi. Kami segera menyisir area tersebut keesokan harinya. Sekarang sudah kami amankan dan akan kami cabut tanamannya,” tutur Dicky.
Pohon ganja HAR masih terbilang muda dengan tinggi 2-3 jengkal tangan orang dewasa. Dicky menyebutkan, proses pembibitan baru saja dimulai sehingga nilai penjualan produk narkotika dari tanaman tersebut belum dapat diketahui.
”Baru segini-segini saja tingginya. Memang tersangka masih sekadar coba-coba secara otodidak, ternyata bisa tumbuh. Jadi, nilai ganja dalam rupiah masih belum kami hitung, karena masih tahap penanaman. Apalagi, ganja harus dikeringkan, kemudian dijual dalam berbagai takaran, seperti segaris, sebatu, dan lain-lain,” ujar Dicky.
Kepala Satuan Reserse Narkoba Polres Bogor Ajun Komisaris Andi Alam mengatakan, kemungkinan besar masyarakat di daerah Puncak menanam ganja sebagai tanaman hias. Sebab, lanjutnya, dataran tinggi Puncak adalah kawasan yang tepat untuk menumbuhkan ganja.
”Padahal, menurut Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, terlepas dari seseorang tahu atau tidak, memiliki narkotika golongan I sudah termasuk pelanggaran pidana,” kata Andi.
Terlepas dari seseorang tahu atau tidak, memiliki narkotika golongan I sudah termasuk pelanggaran pidana.
Kasus penanaman ganja tanpa izin oleh anggota masyarakat bukan hal baru. Dari catatan Kompas, Polres Kota Yogyakarta menangkap dua seniman di Sewon, Bantul, DI Yogyakarta, karena menanam ganja untuk konsumsi pribadi. Mengonsumsi ganja dianggap dapat membantu menciptakan karya (Kompas, 23 Oktober 2018).
Pegawai negeri sipil di Kabupaten Sanggau, Fidelis Arie Suderwato, juga dihukum penjara 8 bulan dengan denda Rp 1 miliar karena menanam ganja untuk pengobatan istrinya yang menderita kanker di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Tengah (Kompas, 5 Agustus 2018).
Dari hasil tes urine, HAR dan A tidak mengonsumsi ganja. Polisi mengumpulkan barang bukti berupa lahan 300 meter persegi tanpa izin, 122 bungkus tanah dalam polybag yang telah diberi bibit ganja, 14 batang pohon ganja, 7 bibit ganja, 5 gulung polybag, pupuk urea, serta peralatan pertanian.
Atas perbuatan mereka, HAR dan A terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara sesuai dengan Pasal 111 Ayat 2 atau Pasal 114 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
Hingga kini, tim Reserse Narkoba Polres Bogor masih menyisir lahan Perhutani dengan mengerahkan anggota serta menggunakan pesawat nirawak (drone). Andi menduga, HAR akan memindahkan ganja yang ditumbuhkan itu ke sebuah ladang. Namun, ladang tersebut belum ditemukan.
Meskipun lahan pembibitan ganja tersebut ditemukan di area milik Perhutani, lanjut Andi, belum ada dugaan keterlibatan personel badan usaha milik negara tersebut. ”Sementara kami menduga ini tindakan oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab saja,” katanya.
Pohon qat
Dalam operasi yang sama, Polres Bogor juga meringkus ES pada 27 November 2018 di Dusun Tugu Utara, Cisarua, atas kepemilikan 127 batang pohon qat yang mengandung zat katinona dan termasuk narkotika golongan I. Ratusan pohon tersebut ditanam di lahan seluas 50 meter persegi di dekat vila-vila Tjokro, Puncak.
Sama seperti tanaman ganja HAR, pohon qat milik ES masih dalam fase pertumbuhan dan belum diolah untuk konsumsi narkotika. Polisi belum dapat menghitung nilainya dalam rupiah. Tersangka telah menjalani tes urine dan terbukti tidak menggunakan jenis narkotika yang ditanamnya.
Andi mengatakan, kasus serupa telah diungkap pada 2015. Penangkapan kali ini menunjukkan perlunya sosialisasi Badan Narkotika Nasional dan Polri kepada masyarakat agar tidak menanam tumbuhan yang tergolong narkotika golongan I.
”Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 itu sudah di-juncto-kan ke Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2018 sehingga katinona termasuk narkotika golongan I. Kita harus sampaikan ini kepada masyarakat agar tidak salah kaprah karena bentuk daun qat seperti daun teh,” ucap Andi.
Ia menduga, bibit pohon qat dibawa para ekspatriat Timur Tengah yang tinggal di kawasan Puncak. Pohon tersebut berasal dari Afrika dan daerah Teluk Arab.
Termasuk ketiga pemilik tanaman tersebut, Polres Bogor telah menangkap total 28 tersangka dari 30 kasus narkotika dengan barang bukti 20,95 gram sabu, 55,30 gram ganja, 11,99 gram sinte, 1.158 butir heximer, 104 butur tramadol, dan 22 butir trihexyphenidyl.
Ke-25 orang lainnya adalah pengedar, salah satunya bandar sabu yang ditangkap pada Kamis (29/11/2018) malam. Adapun area operasi para pengedar narkoba mencakup semua kecamatan di Kabupaten Bogor. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)