Media Sosial, Mak Comblang antara Saham dan Milenial
Kanal-mengenal investasi saham kini kian menyesuaikan era. Tak heran jika media sosial menjadi salah satu kanal yang dapat menggaet generasi milenial ke pasar saham.
Milenial merupakan generasi yang lahir pada 1980-1999. Seiring berjalannya waktu, kelompok usia ini semakin merambah dunia maya.
Survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia yang berjudul Penetrasi dan Perilaku Pengguna Internet Indonesia 2017 mencatat, porsi pengguna internet kelompok usia di bawah 35 tahun sebesar 66,22 persen. Pada tahun sebelumnya, porsinya sekitar 42,8 persen.
Dari segi layanan yang diakses, sebanyak 89,35 persen pengguna memanfaatkan internet untuk berkirim pesan (chatting). Tak mau kalah, media sosial menempati posisi kedua dengan proporsi 87,13 persen.
Safara Cathasa RR (21), karyawan usaha rintisan (startup) di Bandung, menilai media sosial sebagai salah satu pintu masuk mengenal pasar saham. ”Zaman sekarang apa-apa menggunakan media sosial. Orang-orang dapat dengan mudahnya terpapar informasi lewat media sosial, salah satunya pasar saham,” tuturnya saat dihubungi, Jumat (30/11/2018).
Zaman sekarang apa-apa menggunakan media sosial. Orang-orang dapat dengan mudahnya terpapar informasi lewat media sosial, salah satunya pasar saham.
Instagram menjadi salah satu media sosial yang dimanfaatkan Safara untuk mendapatkan informasi saham. Dari pengetahuan yang didapatkannya lewat media sosial, dia langsung menelusuri situs resmi Bursa Efek Indonesia untuk memperdalam pemahamannya.
Media sosial juga berhasil mendekatkan dunia saham kepada Nindya Ayu W (24), karyawan usaha rintisan di Bogor. ”Sebelumnya, saya sudah tertarik dengan pasar saham, tetapi bingung harus memulai dari mana. Akun media sosial yang menginformasikan pasar saham benar-benar menjadi suatu pencerahan buat saya,” katanya.
Tepat sasaran
Memanfaatkan media sosial untuk memaparkan pasar saham kepada milenial menjadi langkah Gatherich, komunitas pengembangan diri dalam perencanaan keuangan. Pendiri Gatherich, Kennedy Handersen, memaparkan, saat ini komunitasnya memiliki anggota sebanyak 779 orang berusia 18-35 tahun yang terbagi dalam tiga grup Line, media sosial untuk berkirim pesan.
Setiap 2 minggu sekali, Gatherich mengadakan chatminar (seminar dalam berkirim pesan di media sosial) selama satu jam. ”Anggota tampak antusias. Dalam chatminar itu, ada 10-20 pertanyaan dari peserta,” ujar Kennedy.
Terkadang, perencana keuangan melibatkan lebih dari satu media sosial. Misalnya Halofina, perusahaan teknologi keuangan, yang memanfaatkan Instagram dan Whatsapp untuk menarik milenial mengenal investasi saham sebagai salah satu bagian dari merencanakan keuangan.
Chief Executive Officer Halofina Adjie Wicaksana mengatakan, Instagram menjadi pintu masuk calon peserta seminar dalam jaringan (daring). Seminar daring dilakukan di dalam grup Whatsapp yang jumlahnya terbatas. Dia sengaja memilih Whatsapp untuk menyaring peserta yang serius.
Sama seperti Halofina, Investhink.id juga menggunakan dua kanal media sosial, yakni Instagram dan Line. ”Media sosial cukup efektif. Apalagi saat ini gaya hidup dan keuangan menjadi sorotan generasi milenial,” ujar Co-founder Investhink.id Malik Adhi Wicaksono.
Media sosial cukup efektif. Apalagi saat ini gaya hidup dan keuangan menjadi sorotan generasi milenial.
Bagi Investhink.id, Instagram menjadi sarana membangun kesadaran pentingnya investasi saham. Untuk memperdalamnya, Malik mengatakan, pihaknya memanfaatkan Line yang saat ini anggotanya sudah mencapai sekitar 600 orang.
Pendekatan media sosial membuahkan hasil. Sebelumnya, Senior Manager Investor Education and Development Strategy Bursa Efek Indonesia (BEI) Kriswitaluri memaparkan, investor muda di pasar saham tumbuh pesat dalam 1,5 tahun terakhir.
Dibandingkan pada 2016, investor di kelompok usia 18-25 tahun meningkat 99,85 persen pada Agustus 2018. Kelompok usia 26-30 tahun meningkat 64,65 persen.
”Kopi darat”
Meskipun media sosial cukup efektif dalam mengenalkan pasar saham, Safara merasa tetap membutuhkan pertemuan tatap muka untuk memperdalam pengetahuannya. ”Media sosial hanya membuka jalan. Selanjutnya, saya mencari-cari pembahasan pasar saham langsung di kelas-kelas terkait,” katanya.
Kebutuhan yang sama juga diungkapkan Nindya. Menurut dia, pertemuan langsung dengan analis atau pakar pasar saham dapat menambah pengetahuan teknis dan menimbulkan diskusi.
Memahami kebutuhan investor, Gatherich mengadakan seminar tatap muka langsung selama 4 jam. Kennedy mengatakan, materinya berupa analisis fundamental dan teknikal pasar saham.
Investhink.id juga mengadakan kelas pasar saham paling tidak sebulan sekali. Malik mengatakan, narasumbernya ialah pakar dari pengelola aset, lembaga sekuritas, atau institusi keuangan. ”Kalau tidak, komunitas kami setidaknya berkumpul di tempat ngopi untuk ’kopi darat’ membahas informasi pasar saham terkini,” ujarnya.
Sebagai perantara perkenalan alias mak comblang, media sosial terbukti mumpuni dalam tahap pendekatan.
Sebagai perantara perkenalan alias mak comblang, media sosial terbukti mumpuni dalam tahap pendekatan. Namun, calon investor milenial dan pasar saham tetap butuh ”kopi darat” yang memberi kesempatan untuk saling tatap muka langsung serta memperdalam pengetahuan.