JAKARTA, KOMPAS - Kontestasi perebutan suara untuk Pemilu Presiden 2019 semakin intens. Kedua kubu pasangan calon presiden sama-sama berupaya menggembosi kekuatan lawan. Namun, ikhtiar ini dinilai tidak cukup signifikan untuk mengubah elektabilitas setiap calon.
Jubir Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, saat dihubungi, Kamis (29/11/2018), tak menampik ada pendekatan ke kiai dan ulama NU, serta PPP yang dipimpin Humphrey Djemat. Prabowo dan Sandi selama dua bulan masa kampanye bergantian ke Jateng dan Jatim, tempat basis massa dari NU. ”Hal itu bukan untuk menggembosi kekuatan lawan. Itu bagian dari upaya kami mengajak seluruh elemen masyarakat mendukung Prabowo,” katanya.
Berkaitan dengan dukungan Humphrey ke Prabowo-Sandiaga, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengaku hal itu tidak mengganggu soliditas internal. PPP yang dipimpin Romahurmuziy adalah partai yang diakui KPU sebagai peserta Pemilu 2019.
Wajar
Arsul, yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma’ruf Amin, menilai, ikhtiar menggembosi kubu lawan dalam proses demokrasi merupakan hal yang wajar. Dia tidak menampik hal serupa juga dilakukan kubu Jokowi-Ma’ruf, seperti lahirnya dukungan kepala daerah dari partai-partai politik pengusung Prabowo-Sandi.
”Komunikasi memang ada, tetapi sikap mereka murni karena sadar di era pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, daerah menjadi lebih baik,” ujarnya.
Menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi, strategi menggembosi kekuatan lawan merupakan tradisi setiap pemilu. ” Seberapa besar imbas ke elektabilitas, tidak signifikan. Itu hanya mengganggu konsentrasi sejenak. Apalagi sebatas klaim,” jelasnya.