Laksana Agung Saputra dari Buenos Aires, Argentina
·3 menit baca
Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin delegasi RI dalam pertemuan puncak G-20 di Argentina. Delegasi Indonesia mendorong pencarian solusi untuk mengakhiri perang dagang.
BUENOS AIRES, KOMPAS Para pemimpin 20 negara dengan produk domestik terbesar di dunia atau G-20 akan bertemu di Buenos Aires, Argentina, 30 November-1 Desember 2018. Salah satu topik utama pembahasan adalah mencari solusi atas perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Wakil Presiden Jusuf Kalla akan memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan puncak G-20 tersebut. Ia didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Bersama Nyonya Mufidah Jusuf Kalla, Wapres tiba di Bandara Aeroparque Jorge Newbery, Buenos Aires, Rabu (28/11/2018) tengah malam, atau Kamis (29/11) siang waktu Indonesia Barat. Syafruddin dan Rudiantara ikut dalam rombongan tersebut. Adapun Sri Mulyani tiba dua hari sebelumnya.
”Isu utama (dalam pertemuan G-20) adalah bagaimana dunia ini secara ekonomi tidak terjadi perang dagang, khususnya antara China dan Amerika Serikat,” kata Kalla menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, sehari sebelum keberangkatan.
Isu tersebut, menurut Kalla, sangat strategis. Sebab, di era globalisasi, perang dagang antara dua negara dan kekuatan ekonomi terbesar itu pasti berdampak ke beberapa negara lainnya. ”Dan itu sangat berbahaya apabila tidak diredam,” kata Kalla.
Selama di Argentina, Kalla akan menghadiri rapat pleno dan makan malam dengan para pemimpin negara G-20 lainnya. Di sela-sela itu, Kalla dijadwalkan mengadakan pertemuan bilateral dengan sejumlah pemimpin negara-negara sahabat, seperti pemimpin Argentina, Arab Saudi, Turki, Brasil, dan Australia. Kalla juga diagendakan bertemu dengan warga Indonesia di Buenos Aires.
Antisipasi tren global
Secara terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, KTT G-20 secara substantif membicarakan arah kebijakan ekonomi negara-negara anggota sekaligus tren global. Pertemuan itu penting untuk mengetahui dan mengomunikasikan arah kebijakan ekonomi tiap-tiap negara anggota sekaligus mengantisipasi tren global.
”Sifatnya tentu bukan praktis, seperti mendapatkan investasi langsung, misalnya. Namun, ini penting untuk saling mengetahui arah kebijakan ekonomi negara-negara dengan PDB terbesar di dunia itu,” kata Suahasil.
Suahasil mengatakan, isu perang dagang AS-China sudah pasti akan menjadi topik hangat. Sebab, persoalan ini telah menimbulkan gejolak ekonomi di sejumlah negara.
Presiden AS Donald Trump menjelang keberangkatannya ke Argentina, melalui akun Twitter, menulis, masih ada jalan yang panjang terkait kebijakan tarif untuk produk China. Trump dijadwalkan menggelar pertemuan dengan Presiden China Xi Jinping, Sabtu besok. Trump diperkirakan mencoba menekan China untuk membuka akses bagi perusahaan AS.
Keraguan
Dalam wawancara dengan harian Argentina, La Nacion, Presiden Perancis Emmanuel Macron memperingatkan risiko ”perang dagang yang berpotensi merusak”. ”Jika kita tidak menunjukkan kemajuan nyata, pertemuan internasional kita menjadi tidak berguna dan bahkan kontraproduktif,” kata Macron.
Dana Moneter Internasional pun telah memperingatkan potensi bahaya dari kebijakan tarif yang diterapkan Trump atas produk China itu.
Di sisi lain, semangat kesatuan yang dicanangkan G-20—dibentuk pada November 2008—yaitu membangun kesatuan melawan krisis keuangan global, bakal terancam. Setelah satu dekade berlalu, kebijakan ”Amerika yang Pertama”, yang dicanangkan Trump, dinilai telah mencabik- cabik konsensus yang mendukung perdagangan internasional. Kegagalan pemimpin APEC mencapai komunike bersama menunjukkan bagaimana perseteruan AS-China telah memengaruhi semua.
G-20 secara kolektif mewakili 85 persen PDB dunia, 75 persen perdagangan global, dan dua per tiga penduduk dunia. Pertemuan puncaknya digelar setiap tahun. Tahun ini, pertemuan puncak ke-13 dengan tema ”Membangun Konsensus untuk Pembangunan Berkeadilan dan Berkelanjutan”.
Targetnya, G-20 di Buenos Aires menghasilkan dua dokumen utama, yaitu Komunike Para Pemimpin G-20 dan Rencana Aksi Buenos Aires. Dokumen-dokumen pendukung lainnya, misalnya, tentang ekonomi digital, peta jalan infrastruktur, inisiatif untuk pembangunan anak usia dini, serta prinsip-prinsip pencegahan korupsi dan memastikan integritas badan usaha milik negara.