Mandiri dengan Olahan Tenggiri
Berbekal ilmu dari pelatihan di Bogor, Jawa Barat, Marsukah (41) merintis usaha di Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mulai 2014, ia dan suaminya, Muhammad Kaharuddin (45) memproduksi aneka makanan dari ikan tenggiri. Dengan usaha itu, mereka mandiri.
Produk olahan ikan tenggiri dalam kemasan berlabel ma-har kini dapat dengan mudah dijumpai di sejumlah minimarket yang ada di Tanah Bumbu dan Kotabaru, Kalimantan Selatan. Ada empat macam produknya, yaitu bakso ikan, nugget, kaki naga, dan pangsit. Produk-produk tersebut selalu disimpan dalam lemari pendingin atau freezer.
Di ruang tamu rumah kediaman Marsukah, ada dua unit freezer untuk menyimpan produk-produk tersebut. Stoknya tak pernah kosong. Sebagian pembeli datang langsung ke rumah Marsukah untuk membeli produk olahan ikan tenggiri sesuai keinginannya.
Marsukah menuturkan, usaha yang ditekuninya bersama suami selama empat tahun itu merupakan aplikasi dari ilmu yang diperolehnya dalam pelatihan membuat berbagai produk olahan ikan di Bogor. Ia berkesempatan mengikuti pelatihan itu karena disertakan oleh Dinas Perikanan Kabupaten Tanah Bumbu.
"Tahun 2014, saya mengikuti pelatihan di Bogor. Di sana, kami dilatih membuat 10 macam produk olahan ikan. Begitu pulang, langsung saya praktikkan," kata Marsukah saat ditemui di kediamannya di Batulicin, Rabu (24/10/2018).
Marsukah yang sejak tahun 2012 sudah bergelut dengan usaha produksi ikan kering, akhirnya mencoba membuat produk baru, yaitu kaki naga. Ia memilih ikan tenggiri sebagai bahan baku produk tersebut agar lebih mudah diterima pasar. Selama ini, kerupuk amplang ikan tenggiri cukup laku di pasaran karena rasanya dinilai enak dan gurih.
"Di Batulicin, ikan tenggiri juga tidak sulit didapat. Bahkan, cukup melimpah meskipun harganya tergolong cukup mahal jika dibandingkan ikan laut lainnya," ujar ibu dua anak itu.
Produk perdana kaki naga tidak langsung dijual, tetapi dibagi-bagikan ke para tetangga. Marsukah sengaja melakukan hal itu untuk meminta pendapat orang lain terhadap produk barunya. Setelah mendapat masukan dari orang-orang di sekitarnya, produk kaki naga baru diproduksi dalam jumlah besar untuk dijual.
Setelah berhasil memasarkan produk kaki naga, Marsukah mulai membuat nugget, kemudian pangsit dan bakso ikan. Semuanya terbuat dari ikan tenggiri. Komposisinya 70 persen daging ikan tenggiri dan 30 persen adonan tepung.
”Saat ini, kami biasa memproduksi 250 bungkus nugget dalam sekali produksi. Produk kaki naga dan pangsit juga segitu jumlahnya dalam sekali produksi. Kalau bakso ikan bisa mencapai 400 bungkus untuk satu kali produksi,” ungkapnya.
Menurut Marsukah, kegiatan produksi tidak dilakukan setiap hari, tetapi hanya dilakukan saat ada pasokan ikan tenggiri dari nelayan. ”Kalau ada ikan tenggiri, kami langsung berproduksi. Ikan tenggiri yang baru datang langsung diolah. Jadi, yang kami olah adalah ikan segar,” katanya.
Dalam satu kali kegiatan produksi, yang dibuat hanya satu macam produk olahan ikan tenggiri. Jika pas musim ikan tenggiri, produksi bisa dilakukan setiap hari. Namun, produk yang dihasilkan setiap hari itu berbeda-beda. ”Untuk produksi, kami biasanya dibantu 10 tenaga kerja harian lepas,” ujar Marsukah.
Perluas pasar
Produk olahan ikan tenggiri jenis kaki naga, nugget, dan pangsit dijual Rp 22.000 per bungkus dengan berat bersih 250 gram, sedangkan bakso ikan dijual Rp 40.000 per bungkus dengan berat bersih 500 gram. Harga tersebut berlaku untuk distributor dan pembelian partai. Di tingkat pengecer, kaki naga, nugget, dan pangsit biasa dijual Rp 25.000 per bungkus dan bakso ikan dijual Rp 45.000 per bungkus.
Marsukah mengatakan, pemasaran produk olahan ikan tenggiri saat ini baru optimal di dua wilayah kabupaten yang berdampingan di Kalimantan Selatan, yaitu Tanah Bumbu dan Kotabaru. Di sejumlah minimarket di dua kabupaten tersebut, mereka telah menempatkan freezer untuk menaruh produk.
”Secara bertahap, kami akan terus memperluas wilayah pemasaran. Paling tidak, nanti bisa menjangkau seluruh wilayah Kalimantan Selatan,” tuturnya.
Marsukah tidak ragu lagi untuk memasarkan produknya karena sudah dikemas dengan baik dan berlabel halal. Produk olahan ikan tenggiri tanpa bahan pengawet itu bisa bertahan satu tahun jika disimpan di dalam lemari es. Jika produk dikeluarkan dari lemari es dan dibawa bepergian, produk dijamin masih awet selama 15 jam.
”Saya juga sering ikut pameran dan kegiatan pasar murah untuk mempromosikan produk kami. Tidak hanya di Kalimantan Selatan, tetapi juga sampai ke luar Kalimantan Selatan. Saya pernah ikut pameran produk usaha kecil menengah di Jakarta, Bogor, Batam, dan Kupang,” katanya.
Bertahan dengan tenggiri
Kaharuddin menambahkan, mereka tetap mempertahankan ikan tenggiri sebagai bahan baku untuk menjaga kualitas produk. ”Ketika harga ikan tenggiri sedang mahal, kami tidak beralih ke ikan lain meski hal itu bisa saja dilakukan. Kami ingin menjaga kualitas produk supaya tidak ditinggalkan pelanggan,” tuturnya.
Marsukah dan Kaharuddin mengaku bisa memperoleh omzet Rp 30 juta sampai Rp 45 juta per bulan dari hasil penjualan empat macam produk olahan ikan tenggiri. ”Dari omzet itu, keuntungan kami sekitar 30 persen,” ungkap Marsukah yang sudah menerima beberapa penghargaan karena berhasil mengembangkan produk olahan ikan tenggiri.
Tak hanya akan memperluas wilayah pemasaran, keduanya juga memperkaya produk olahan ikan tenggiri. Kini keduanya sudah mulai memproduksi stik tulang ikan tenggiri dengan dua varian rasa. Camilan itu dijual Rp 20.000 per bungkus. "Masih ada beberapa macam produk yang bisa dikembangkan sebagaimana telah dipelajari dalam pelatihan di Bogor. Pengembangan produk olahan ikan tenggiri itu akan kami lakukan bertahap," kata Marsukah.