Perbaikan Jalur Alternatif Solusi Kemacetan di Puncak-Bogor
BOGOR, KOMPAS – Jalur alternatif belum menjadi pilihan wisatawan menuju kawasan Puncak Bogor. Hal ini mengakibatkan macet di jalan utama Puncak Bogor. Kebutuhan akses jalan yang bagus di Jalur alternatif semakin mendesak karena memberikan kerugian tidak hanya wisatawan namun juga warga sekitar.
Puncak Bogor memiliki udara segar dengan panorama barisan gunung menambah sejuk mata. Berbagai obyek wisata pun banyak dijumpai. Ini membuat pengunjung terutama dari luar Bogor menyisihkan waktu dari kepenatan kota yang sangat polutif seperti polusi suara dan udara.
Seperti yang dirasakan Rico Alviand (45), pegawai salah bank swasta di Jakarta Selatan, yang datang bersama bersama istri, Siska L Hutapea (41), dan berserta dua anaknya Rika (14) dan Nando (10).
Keluarga ini, setidaknya sebulan sekali selalu ke Puncak Bogor untuk menikmati suasana dan pemandangan hijau.
“Kemana lagi kita mau cari udara segar yang terdekat dan banyak wahana rekreasi? Ya di Puncak. Jakarta terlalu bising, udara panas dan polusi,” kata Rico, Sabtu (1/12/2018).
Namun, untuk menikmati udara segar, Rico dan keluarga harus bersabar karena jalur ke Puncak Bogor pada hari Sabtu dan Minggu selalu macet. Rico mengatakan, persamaan Jakarta dan Bogor adalah sama-sama macet. Jika terjadi macet, waktu tempuh perjalanan bisa lebih 4 jam hingga 5 jam.
Rico pernah mencoba melewati jalur alternatif menuju Puncak, Bogor. Namun menurutnya, akses jalur alternatif sangat buruk. Sehingga jalur utama tetap menjadi pilihannya, meski harus antre karena sistem buka tutup jalan.
Rico menilai, Puncak Bogor yang selalu menjadi tempat wisata alternatif warga ibukota sudah seharusnya memiliki akses jalan bagus terutama di jalur alternatif.
Kerusakan jalan alternatif
“Permasalahan klasik, jika Sabtu dan Minggu, kawasan Puncak pasti padat. Sebaiknya ya jalur alternatif dimanfaatkan untuk mengurangi kemacetan, tapi jalannya diperbaiki dulu. Maksud hati mau menghilangkan stres dari kehidupan Jakarta, disini sama saja terkena macet,” tutur Rico.
Hal serupa dirasakan pula oleh Ajie Bagas (41), warga Cipinang yang datang ke Puncak bersama keluarganya berjumlah lima orang. Ia mengatakan, tidak ada pilihan selain melewati jalur utama karena kondisi jalur alternatif yang berlubang dan berbatu.
Menurut Ajie, jalur alternatif sangat penting untuk mengurai kemacetan di beberapa titik Jalan Raya Puncak.
Dampak kemacetan menuju Puncak Bogor tidak hanya dirasakan warga Ibu Kota saja. Warga kawasan wisata Puncak pun merasakan akibat dari kemacetan sehingga jalur sering dibuka tutup. Hal ini berdampak pada aktivitas mereka.
Sri Dwikorita (52), Warga Cipayung Girang, Kecamatan Megamendung, mengatakan, jalur menuju Puncak Bogor sering macet parah ketika akhir pekan.
“Tidak separah Sabtu dan Minggu, di hari biasa pun sering macet. Warga jadi sulit beraktivitas. Untuk menghindari macet, saya biasanya lewat jalur alternatif karena jalur utama sering buka tutup,” kata Sri.
Berdasarkan pantauan Kompas saat menyusur jalan alternatif di jalur utara Pasir Angin sampai Megamendung, jalan masih berbatuan terutama di Desa Pasir Angin menuju Cipayung. Sedangkan dari Desa Pasir Angin sampai Megamendung jalan sudah dibeton. Kedua jalur ini bisa dilalui mobil menembus kawasan Sentul.
Sementara itu jalan alternatif lainnya, Bendungan Ciawi keluar menuju pasar Cisarua, jalan sudah beraspal namun jalur ini cukup ekstrim, jalan berbelok dan curam. Mobil yang melewati jalur ini harus berhati-hati.
Di jalur alternatif Ciawi - Puncak hanya sekitar 500 meter yang aspalnya baik. Melalui jalur ini, warga bisa menuju ke Taman Safari Indonesia melalui Jalan Pertanian.
Sepanjang jalan, meski telah diaspal, masih banyak ditemui jalan berlubang yang cukup dalam hingga air bisa menggenang. Jalur alternatif ini memang dapat dilalui dua kendaraan roda empat, namun harus saling bergantian agar tidak berdempetan.
Anggota polisi lalu lintas Polres Bogor Brigadir Polisi Wawan Setiawan mengatakan, kawasan Puncak selalu ramai dan sering macet. Oleh karena itu, buka tutup jalan ada solusi untuk memperlancar alur kendaraan.
“Minggu (2/12/2018) akan lihat situasi terlebih dahulu. Jika di bawah sekitar pukul 06.00 sudah ramai, akan berlaku satu jalur sekitar pukul 07.00. Namun, jika tidak terlalu padat, buka tutup biasanya pukul 08.00 hingga 11.30,” kata Wawan.
Anggota Satuan Lalu Lintas Polres Bogor Sawata menyampaikan, sistem penutupan jalan ini disebabkan kondisi lalu lintas di bawah yang padat. Jika kemacetan sudah sampai Tol Jagorawi maka harus dilakukan penutupan jalan.
Keretakan di kawasan wisata Riung Gunung, Tugu Selatan, Cisarua membuat penyempitan jalan selebar kurang dari 1 meter dan panjang sekitar 15 meter. Meski demikian, jalur tersebut masih dapat dilewati dua mobil pribadi.
"Kemacetan yang terjadi, tidak secara langsung disebabkan oleh keretakan jalan yang terjadi di kawasan Riung Gunung. Kalau hari Sabtu-Minggu memang volume kendaraan meningkat," kata Sawata.
Kepala Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Bogor Ajun Komisaris Hasby Ristama menyampaikan, untuk besok, Minggu (2/12/2018), akan tetap ada penutupan jalan di Simpang Riung Gunung mulai dari pukul 07.30 hingga sekitar pukul 11.00. Hal ini untuk mengurai kemacetan dari Puncak hingga ke Simpang Gadog bahkan hingga Tol Jagorawi
Sawata mengatakan, bagi warga yang mengendarai mobil yang tinggi, sebenarnya dapat menggunakan jalur alternatif. Jalur tersebut letaknya sekitar 700 meter dari Simpang Riung Gunung, sebelum Masjid Atta\'Awun.
"Jalur tersebut memang bisa digunakan tapi kondisi jalannya kurang baik. Kalau melalui jalur itu, warga bisa tembus ke Cilember. Pilihan lainnya, warga dapat melalui jalur alternatif Jonggol atau Cariu," kata Sawata.
Dari pantauan Kompas, sekitar pukul 14.00 di Kilometer 80 hingga 83, arus lalu lintas cukup padat meski hanya satu jalur menuju Bogor. Arus mulai lancar kembali saat pukul 16.00 dan buka tutup jalur ditiadakan. (AGUIDO ADRI/SHARON PATRICIA)