Tunjangan Terlambat, Administrasi Masih Jadi Masalah
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Peringatan Hari Guru sekaligus hari jadi ke-73 Persatuan Guru Republik Indonesia dihadiri lebih dari 44.000 guru anggota PGRI di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Sabtu (1/12/2018). Dalam kesempatan itu, organisasi guru menyampaikan sejumlah keluhan dan meminta agar tata kelola guru terus diperbaiki.
Dalam peringatan ini, disampaikan masalah keterlambatan pencairan tunjangan profesi pendidik (TPP) yang masih terjadi. Selain itu, masalah administrasi serta rumitnya proses sertifikasi guru juga masih dihadapi.
Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi menyampaikan keluhan-keluhan guru tersebut dalam pidatonya. ”Sampai kuartal ke-3 dan ke-4, banyak TPP belum cair. Kami juga berharap tata kelola guru terus diperbaiki. Administrasi disederhanakan. Ada percepatan sertifikasi dengan proses sederhana dan berbasis mutu,” tuturnya.
Selain itu, pemerintah juga diharapkan memperhatikan guru di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal. Kekurangan guru juga perlu diatasi dengan mengutamakan guru-guru yang telah lama mengabdi.
Presiden Joko Widodo dalam sambutannya berjanji untuk mengawal penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi guru. Untuk mengatasi kekurangan guru, perekrutan guru diberikan kuota terbesar, yakni 114.000 orang.
Namun, untuk guru yang melampaui batas usia, disiapkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Aturan ini membuat guru-guru tetap mendapatkan hak seperti pegawai negeri sipil.
Presiden pekan depan juga mengundang Ketua PGRI untuk membahas lebih banyak masalah yang dihadapi guru. ”Urusan (absen) sakit, umrah, atau naik haji yang dulu dipotong sertifikasinya, sekarang tidak, kan? Karena umrah dan haji adalah kompetensi sosial, masak dipotong. Jadi, janji saya untuk mengawal persoalan guru terus saya ikuti dan tindak lanjuti. Percayakan kepada kami, tapi kalau ada yang selip, tolong diingatkan,” tutur Jokowi.
Terkait masalah administrasi, Presiden juga meminta pengawas dan kepala sekolah menyederhanakannya. Diakui bahwa tugas guru sangat berat. Karena itu, Presiden pun tak menginginkan guru masih dibebani tugas-tugas administratif yang rumit, demikian pula dalam proses sertifikasi.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menjelaskan, setelah empat tahun fokus pada pembangunan infrastruktur, Indonesia akan menggeser prioritas pada pembangunan sumber daya manusia mulai 2019.
Sumber daya manusia yang dimaksud adalah semua warga mulai usia dini, remaja, hingga dewasa, dari segala lapisan. Pembangunan ini untuk mendorong sumber daya manusia Indonesia mampu memanfaatkan peluang di dunia yang berubah dengan cepat.
Setelah empat tahun fokus pada pembangunan infrastruktur, Indonesia akan menggeser prioritas pada pembangunan sumber daya manusia mulai 2019.
”Ketika pembangunan sumber daya manusia menjadi prioritas, peran guru menjadi semakin sentral. Guru harus menjadi agen-agen perubahan, karena itu guru semakin dituntut untuk meningkatkan profesionalisme,” ujar Presiden.
Kendati dunia berubah cepat dan anak-anak muda mampu belajar secara mandiri melalui kecanggihan teknologi informasi, lanjut Presiden, peran guru tetap tak akan pernah bisa digantikan. Namun, peran guru perlu lebih kuat untuk mengarahkan karakter generasi muda.
”Guru profesi mulia yang membentuk karakter, budi pekerti, membangun empati sosial, dan mengokohkan persatuan kesatuan,” lanjut Jokowi.
Dalam peringatan Hari Guru dan hari jadi ke-73 PGRI, para guru sekaligus menyatakan kekhawatirannya dengan gejala-gejala intoleransi, konflik, dan perilaku ekstrem yang mengancam nilai-nilai keindonesiaan dan keutuhan bangsa.
Oleh karena itu, guru menyatakan sikap untuk setia kepada NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika. PGRI juga akan menjadi kekuatan moral intelektual yang mengedepankan nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa.
Disampaikan pula bahwa lembaga pendidikan dan perguruan tinggi PGRI adalah wadah inklusif yang membentuk generasi muda berkarakter kuat, mandiri, nasionalis, demokratis, moderat, menghormati kebinekaan, serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.
PGRI juga berkomitmen menjadikan guru sebagai figur penyemai kerukunan dan kedamaian serta menolak radikalisme, terorisme, dan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai masalah berbangsa dan bernegara.