Mengapa sampai Bakar Diri?
Rizal Muzaki, warga Bojong Jaya, Karawaci, Tangerang, telah meninggal pada Kamis (29/11/2018) malam di Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, setelah nekat membakar dirinya. Keesokan paginya, Jumat (30/11/2018), keluarga Rizal langsung membawa jenazahnya ke Brebes, Jawa Tengah, untuk dikebumikan. Meski demikian, masih ada pertanyaan yang belum terjawab: mengapa?
Rumah kontrakan keluarga almarhum Rizal di Jalan Kisamaah RT 001 RW 004, Nusa Jaya, Karawaci, kosong pada Sabtu (1/12/2018). Meski siang hari, sinar lampu tampak dari ventilasi kayu di atas pintu yang terkunci. Dua daun jendela dengan kaca hitam juga tertutup rapat. ”Lagi pada ke Brebes buat nguburin almarhum,” kata Yanto (38), pemilik warung tepat di seberang rumah keluarga pemuda 19 tahun itu.
Yanto menilai, tidak ada yang aneh dari keseharian pemuda yang tidak tamat SMP itu. Rizal setiap hari jajan di warung Yanto. ”Kalau lewat, almarhum juga selalu menyapa. Enggak ada yang aneh sama sekali, tetapi emang anaknya pendiam,” katanya.
Ronny (22) yang sudah mengenal Rizal sejak di bangku SD mengatakan, mendiang temannya memang tak sependiam itu saat mereka masih kecil. Perubahan sikap mulai terjadi setelah Rizal, kata Ronny, menderita penyakit paru-paru yang mewajibkannya berobat secara rutin.
”(Rizal) Udah enggak pernah ngumpul (dengan teman-temannya). Kalau kebetulan ngumpul dan diajak bercanda, paling cuma cengar-cengir aja anaknya, mah,” ujar Ronny.
Rizal biasa membantu ayahnya, Suharjo, melayani pelanggan warung pecel lele setiap malam di samping SMPN 6 Tangerang. Rabu (28/11/2018) malam, Suharjo menyuruh putra sulungnya itu pulang dan beristirahat. Sebab, dari keterangan Kepolisian Sektor Karawaci, dia hanya diam termenung seharian tanpa alasan yang jelas. Sang anak pun mengikuti instruksi ayahnya.
Memasuki Jalan Ciliwung Indah VI, bukannya menuju rumahnya di Jalan Kisamaah di sisi utara, Rizal malah berbelok ke selatan memasuki Jalan Ciindah V. Ia masuk ke pekarangan SDN Karawaci 13, kemudian membakar dirinya sendiri. Kobaran api yang sampai menjilat atap bangunan sekolah menyita perhatian Idai (50). Ia baru saja selesai berdagang mi ayam sekitar tengah malam (Kompas, 1 Desember 2018).
Idai segera berteriak meminta bantuan warga untuk memadamkan api. Pemuda nekat itu pun segera dilarikan ke Rumah Sakit Tiara, Karawaci. Karena keterbatasan rumah sakit menangani sekujur tubuhnya yang terbakar, ia dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang, kemudian ke RSU Kabupaten Tangerang, sampai akhirnya diterima di RS Fatmawati, Jakarta Selatan, Kamis sekitar 02.00. Ia akhirnya meninggal Kamis malam pukul 22.50.
Sementara itu, di pekarangan SDN Karawaci 13 yang hangus karena kobaran api, polisi menemukan sebuah korek api gas serta baju berbahan poliester yang dipakai Rizal. ”Bajunya bau minyak tanah. Kami tidak menemukan jeriken minyak tanah, tetapi kami duga dia membawanya dengan kantong plastik,” kata Wakapolsek Karawaci Ajun Komisaris Erizal.
Polsek Karawaci belum menutup kasus ini dan akan menyelidikinya lebih lanjut setelah keluarga Rizal kembali dari Brebes. Erizal mengatakan, Polsek Karawaci juga sudah meminta hasil visum dari RS Fatmawati. Namun, Kapolsek Karawaci Abdul Salim memastikan kasus itu adalah percobaan bunuh diri yang motivasinya datang dari almarhum sendiri.
”Itu dari pengakuan almarhum kepada dokter di RS Fatmawati, ada orangtua dan saudara-saudaranya yang menyaksikan. ’Saya bakar sendiri’ katanya waktu ditanya dokter yang menerima,” kata Abdul menirukan perkataan Rizal. Kepolisian menduga penyebab utama aksi tersebut adalah depresi yang telah merundung Rizal sejak lama.
Tanda-tanda depresi itu antara lain kecenderungannya untuk diam dan menyendiri. Selain itu, menurut keterangan dari ibunda Rizal—yang akrab disapa Mak Ela—kepada Abdul, anaknya tidak memiliki nafsu makan sama sekali. Selama sepekan terakhir sebelum ajal menjemput, Rizal hampir tidak pernah makan.
Meski demikian, Abdul menyatakan, dia belum mendengar tentang penyakit paru-paru yang diderita almarhum seperti yang dikatakan Ronny. Hingga kini, jika betul depresi, penyebab gangguan psikologis yang diderita Rizal belum terungkap. Suharjo dan Mak Ela menyatakan, tidak ada masalah serius yang dialami anak pertama dari tiga bersaudara itu.
Metode unik
Kepala Koordinator Into The Light Benny Prawira mengatakan, di negara-negara berkembang, metode ini cukup lazim digunakan dibandingkan dengan negara-negara maju yang hanya berkisar 1-2 persen. Benny menilai, metode memiliki keunikan dibandingkan dengan metode lainnya.
’Bakar diri adalah metode bunuh diri yang paling lambat, paling menyakitkan, dan tidak segera membunuh penggunanya. Namun, bakar diri itu lebih mudah dilakukan dan diakses dibandingkan dengan metode lain karena mudah kelengkapannya, mudah didapat, dan caranya dapat diketahui dengan mudah,” kata Benny. Hal ini tecermin dalam kasus Rizal yang menggunakan minyak tanah dan korek api gas.
Orang-orang yang bunuh diri dengan membakar diri cenderung tidak meninggalkan catatan untuk orang-orang terdekatnya. Sebab, bakar diri biasanya dilakukan secara impulsif tanpa pertimbangan matang-matang.
”Dorongan bunuh diri itu datang tiba-tiba dan begitu kuat sehingga bisa dilakukan saat itu juga. Perlu pendalaman pada kasus almarhum Rizal. Tetapi, menurut tren riset, biasanya bakar diri dipilih oleh penderita depresi, gangguan psikotik, seperti mendengar suara-suara dan berhalusinasi, serta gangguan kepribadian,” tambah Benny.
Bunuh diri juga lebih mudah terjadi pada masyarakat dengan kekuatan ekonomi menengah ke bawah. Kecenderungan gangguan kejiwaan yang lebih tinggi ini tidak dibarengi akses layanan kesehatan kejiwaan yang mudah dan terjangkau. Catatan Benny, baru Jakarta dan Yogyakarta yang memiliki psikolog di puskesmas.
Depresi
Aksi Rizal adalah satu dari sekian percobaan bunuh diri yang diduga dipicu depresi. November lalu, R (30) nekat menyerang markas Polsek Penjaringan, Jakarta Utara, dengan membawa golok dan pisau. Secara khusus, ia menyerang petugas kepolisian yang membawa pistol agar ditembak mati. Penyebabnya, R depresi setelah 12 tahun menganggur dan dinyatakan menderita penyakit paru-paru dan kelenjar getah bening. (Kompas, 10 November 2018)
R mengalami fase yang sama seperti Rizal. Ia menjadi pendiam setelah keluar kerja, bahkan tidak pernah keluar rumah. Untuk pengobatannya pun, R tidak berani pergi ke dokter sendirian. Status pengangguran dan penyakitnya diduga menyebabkan depresi sehingga ia ingin bunuh diri.
Bunuh diri karena depresi juga dapat terjadi karena putus cinta. Pahinggar Indrawan (35), sopir taksi daring di Jakarta Selatan, misalnya, gantung diri sambil merekam dirinya melalui siaran langsung Facebook. Penyebabnya, ia mendapat istrinya berbalas pesan dengan lelaki lain (Kompas, 20 Maret 2017). Di Manado, pasangan suami-istri J (35) dan G (34) nekat membakar diri di rumah kos setelah sering bertengkar hebat (Kompas, 19 Juli 2018).
Depresi adalah penyakit kejiwaan yang dapat mendorong seseorang bunuh diri. Gejala depresi dapat dideteksi, misalnya sedih berkepanjangan, kehilangan minat melakukan aktivitas yang disukai, dan ketidakmampuan menjalankan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari setidaknya dua minggu. Di samping itu, seseorang yang menderita depresi akan susah berpikir dan berkonsentrasi, mengalami perubahan nafsu makan, merasa tidak berguna, serta berpikir untuk bunuh diri.
Menurut Data Riset Kesehatan Dasar 2013, sebanyak 14 juta penduduk Indonesia di atas 15 tahun menunjukkan gejala depresi dan kecemasan. Prevalensi depresi di Indonesia mencapai 9,1 juta orang pada 2015. Adapun sepanjang 2014 terdapat 9.103 kasus bunuh diri. (Kristian Oka Prasetyadi)