Praktik Gizi Seimbang di SD Xaverius I Jambi Itu Berhasil
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·4 menit baca
Ada fakta menggelisahkan di kalangan guru di SD Xaverius I Jambi, dua tahun lalu. Banyak anak didapati obesitas. Pada saat yang sama, sejumlah siswa lainnya terindikasi kurang gizi.
Kondisi itu hasil penyisiran yang berlangsung tahun 2016. Temuan banyaknya anak yang kelebihan berat badan, sekaligus yang berat badannya di bawah standar, umum disadari terjadi belakangan ini. Satu tantangan baru muncul, mungkinkah sekolah dan keluarga bersama-sama memperbaiki kondisi tersebut?
“Tanpa disadari, kebanyakan orangtua telah membekali anak-anaknya dengan terlalu banyak karbohidrat, gula, dan lemak. Padahal, anak butuh nutrisi seimbang, termasuk asupan sayur dan buah,” ujar Marcelina Murtiningsih Mumpuni, Kepala SD Xaverius I Jambi, akhir Oktober 2018.
Berangkat dari itulah tradisi baru dibangun bersama. Setiap hari, pada jam pertama belajar mengajar selalu diisi sarapan bersama di kelas. Tujuannya agar siswa yang tak sempat sarapan di rumah, dapat makan dulu sebelum belajar di kelas.
Lingga (9), siswa Kelas IV, saat ini memasang target khusus menghadapi berat badannya yang masih 23 kilogram.
Begitu pula pada jam istirahat siang. Acara makan siang bersama kembali diadakan. Guru memeriksa kelengkapan nutrisi pada kotak bekal makanan siswa. Awalnya, didapati mayoritas siswa ternyata hanya dibekali nasi dan lauk serba instan, seperti sosis goreng atau mi instan. Guru pun mengingatkan para orangtua siswa.
Anak-anak yang sulit makan sayur, dimotivasi untuk menyukai sayuran lewat nyanyian dan permainan. Ada pula penghargaan bagi anak yang rajin makan sayur. Anak yang membawa bekal lauk dan sayuran seimbang akan menerima tanda bintang. “Jadinya anak semakin bangga,” katanya.
Di kantin sekolah, sajian makanan dan minuman yang dijual dikawal ketat. Seluruh sampel makanan terlebih dahulu diuji di Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM) Jambi. Pedagang juga dilarang menjual makanan dan minuman berwarna mencolok. Makanan yang dijajakan wajib buatan rumahan alias tanpa bahan pengawet kimia.
Sekolah itu meraih Juara I Lomba Sekolah Sehat Tingkat Nasional Tahun 2018 kategori Kinerja Terbaik.
Obesitas menurun
Tradisi baru makan bersama dan asupan nutrisi lengkap itu ternyata berdampak besar pada kesehatan dan perkembangan anak. Seperti apa?
Jumlah anak obesitas pun perlahan menurun. Angka ketidakhadiran siswa karena sakit juga turun. Sebelum program berjalan, ketidakhadiran siswa laki-laki Kelas I karena sakit berada pada indeks 35. Setahun jalan, indeks turun menjadi 17. Pada siswa perempuan, indeks juga turun dari 25 menjadi 15.
Siswa Kelas II, penurunan indeks ketidakhadiran turun dari 23 menjadi 11 (laki-laki) dan 24 menjadi 14 (perempuan).
Potret serupa terjadi merata pada seluruh siswa dari Kelas I hingga Kelas VI. “Ini menandakan kerentanan siswa terserang penyakit turun setelah mendapatkan asupan makanan yang lebih bernutrisi lengkap,” kata Marcelina.
Kedisiplinan sekolah membangun tradisi hidup sehat membuahkan penghargaan. Sekolah itu meraih Juara I Lomba Sekolah Sehat Tingkat Nasional Tahun 2018 kategori Kinerja Terbaik (Best Performance).
Penghargaan itu uniknya diberikan oleh empat kementerian sekaligus, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri, diberikan pertengahan Oktober lalu di Jakarta.
Marcelina mengatakan, perjuangan menegakkan budaya sadar hidup sehat dan bersih bukanlah hal mudah. “Perlu sampai berkali-kali mengingatkan kepada anak,” katanya.
Namun, akhirnya berbuah juga. Lingga (9), siswa Kelas IV, saat ini memasang target khusus menghadapi berat badannya yang masih 23 kilogram.
“Masih di bawah standar. Jadinya sekarang harus lebih banyak makan yang lebih bergizi. Targetnya supaya naik jadi 26 kilogram. ” katanya.
Sebaliknya, Agatha (9) mulai mengerti berat badannya saat ini, yakni 29 kilogram, sudah berlebih. Oleh guru, orangtuanya dianjurkan membantu Agatha mengurangi sedikit berat badannya.
Kepala Unit Kesehatan Siswa SD Xaverius I, Fransiska Ririn, juga getol mengingatkan para guru agar selalu memberi contoh positif bagi anak-anak. Selain praktik makan sehat, siswa pun dibimbing disiplin kebersihan.
Di kelas, guru diminta memberi penyuluhan rutin di sela kegiatan belajar. Tradisi yang perlu dibangun sejak dini di antaranya disiplin bersih. Siswa dilarang membuang sampah sembarangan. Dilarang pula membawa tisu, melainkan saputangan saja.
Di lingkungan sekolah, larangan merokok juga ditegakkan. Tak jarang petugas keamanan terpaksa menegur orangtua murid yang mencuri kesempatan untuk merokok di sudut-sudut halaman sekolah.
Tumbuhnya kesadaran ternyata juga mendorong minat anak untuk aktif terlibat kegiatan Uni Kesehatan Sekolah. Saat ini, lebih dari 80 siswa aktif menjadi anggota UKS.
Kegiatan yang paling digemari adalah berbagai bentuk praktik. “Anak-anak paling senang kalau saatnya praktik bersihkan gigi atau mengobati luka temannya yang habis jatuh. Semua itu terasa menyenangkan,” ujar Ririn.