Kit Diagnostik untuk Deteksi Dini DBD
Demam berdarah dengue atau DBD kerap mewabah pada musim hujan. Deteksi dini DBD dapat mempercepat penanganan pada pasien agar tidak berakibat fatal.
Penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini umumnya memang akan merebak pada masa peralihan musim di wilayah tropis. Di Indonesia, DBD menjadi salah satu masalah utama kesehatan.
Pada laporan WHO (World Health Organization) tahun 2012 menyebutkan, Indonesia berada pada urutan ke-2 dari 30 negara dengan kasus DBD endemik sejak 2004. Menurut data Kementrian Kesehatan tahun 2017, jumlah kasus DBD mencapai 26,8 per 100.000 penduduk. Angka kematian akibat DBD relatif tinggi, pada 2016 terdapat 202,314 kasus, dengan angka kematian 1,593 kasus.
Kasus penyakit DBD di dunia meningkat secara drastis dalam beberapa dekade, kenaikannya mencapai 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir. Pada 2016 ada 15,2 juta kasus DBD di Asia Pasifik saja. WHO pertama kali mendata kasus DBD pada 1955 -1959 sebanyak 908 kasus dan pada tahun 2000–2007 sudah ada 925.896 kasus.
Di Asia Pasifik sebanyak 1,8 miliar penduduk atau lebih 70 persen total populasi berisiko terkena DBD. Ada 8 negara dengan kasus tertinggi DBD, yaitu Banglades, India, Srilangka, Malaysia, Indonesia, Myanmar, Thailand, Timor Leste.
Upaya untuk menekan peningkatan jumlah kasus DBD adalah dengan melakukan pemeriksaan secara rutin tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk Aedes aegepti. Langkah pencegahan lainnya dengan menguras, mengubur dan menutup tempat genangan air.
Apabila sudah ada orang yang diduga terjangkit DBD, maka harus dilakukan deteksi dini. Gejalanya demam dan ada bintik merah di kulit. Deteksi awal dilakukan di fasilitas kesehatan terdekat dengan melakukan pengujian sampel darah. Apabila seseorang positif mengidap virus DBD, harus segera mendapat penanganan medis.
Uji laboratorium bertujuan mengkonfirmasi infeksi DBD. Untuk itu dilakukan beberapa tahap, yaitu mulai dari mengisolasi virus dalam kultur sel, mengidentifikasi asam nukleat atau antigen, serta mendeteksi antibodi spesifik terhadap virus.
Agar deteksi dengue dapat meluas ke berbagai daerah, maka diperlukan unit penguji yang murah, mudah dibawa, dan digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan alat uji ini, maka dirancang bangun kit diagnostik. Alat pendeteksi virus dalam darah ini telah dikembangkan di beberapa negara, antara lain China.
Temuan BPPT
Di Indonesia, tim peneliti dan perekayasa di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil merancang kit diagnostik DBD. Tim dipimpin Irvan Faizal, Kepala Program DBD Kit Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT. Inovasi ini telah dipatenkan.
Pembuatan Kit Diagnostik DBD berbasis teknik imunokromatografi dengan menggunakan anti–NS1 antibodi monoklonal. Antigen NS1 merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh virus dengue pada hari pertama hingga kelima pasca infeksi.
Antigen NS1 berdasarkan penelitian, diketahui memiliki aplikasi besar dalam serodiagnosis infeksi dengue karena disekresikan atau dikeluarkan dalam konsentrasi yang tinggi dalam plasma atau serum darah penderita DBD. Kemunculan antigen NS1 lebih awal dibandingkan antibodi anti-dengue, maka pendeteksian penyakit menggunakan antigen tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan pendeteksian menggunakan antibodi IgG/IgM.
Lebih unggul
Kit Diagnostik DBD yang dikembangkan oleh BPPT memiliki keunggulan dibandingkan dengan yang dihasilkan negara lain. Anti-NS1 antibodi monoklonal dihasilkan dari virus dengue strain lokal Indonesia, yang merupakan koleksi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kesehatan Kementerian Kesehatan. Dengan menggunakan bahan baku antibodi monoklonal berdasarkan strain lokal ini, kit diagnostik mampu mendeteksi dini infeksi DBD.
Dirancang dalam bentuk kemasan berbahan plastik yang relatif kecil dan kompak, kit diagnostik ini mudah dibawa. Penggunaannya pun mudah, tidak memerlukan alat untuk penggunaannya. Penyimpanan juga tidak memerlukan pendingin, cukup dalam suhu kamar di tempat kering.
Kit Diagnostik DBD produk dalam negeri yang dikembangkan BPPT ini dapat menggunakan tiga jenis spesimen, yaitu dapat berupa darah, plasma, dan serum. Caranya cukup meneteskan spesimen pada bagian kotak pad yang tersedia. Hasilnya dapat diperoleh dalam waktu relatif cepat sekitar 2-10 menit. Mirip dengan test pack uji kehamilan, kotak pad yang telah ditetesi spesimen atau sampel darah akan menampilkan tanda garis strip apabila positif terinfeksi DBD dan negatif apabila tidak muncul tanda tersebut.
Kit diagnostik ini dirancang bukan hanya untuk deteksi tahap dini, tetapi juga deteksi penyakit DBD tahap lanjut.
Hilirisasi
Kit Diagnostik DBD merupakan salah satu prototipe produk hasil inovasi BPPT dalam bidang kesehatan. "Hilirisasi karya inovasi ini telah dilakukan bekerja sama dengan beberapa pihak terkait antara lain Balitbang Kesehatan Kemenkes dan industri dalam negeri," kata Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Soni Solistia Wirawan.
Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan teknologinya sesuai kebutuhan hingga memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Selain itu juga untuk mengkonfirmasi validitas teknis serta kelayakan ekonominya. Bersama mitra di industri, alat pendeteksi ini terus dikembangkan hingga mampu mendeteksi potensi DBD dalam waktu singkat, yaitu dalam waktu sehari sejak terinfeksi virus ini.
Prototip sediaan kit diagnostik DBD ini selanjutnya akan difinalisasi menjadi sediaan kit diagnostik yang fungsional melalui rangkaian uji fungsi secara klinis dan di produksi. “Kit diagnostik ini diharapkan dapat digunakan untuk mempercepat deteksi dan tindakan penanganan demam berdarah di Indonesia," kata Soni.