Penetapan Geopark dan Cagar Biosfer Dunia Dongkrak Pariwisata Banyuwangi
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Kabupaten Banyuwangi ditetapkan sebagai kawasan Geological Park (Geopark) nasional dan resmi menyandang status sebagai Cagar Biosfer Dunia. Kedua penetapan tersebut diyakini dapat mendongkrak pengembangan pariwisata di Banyuwangi.
Status Geopark Nasional disematkan kepada Banyuwangi pekan lalu oleh Komite Geopark Nasional. Keberadaan Blue Fire di Gunung Ijen, Pulau Merah, dan Taman Nasional (TN) Alas Purwo menjadi dasar Banyuwangi ditetapkan sebagai geopark nasional.
Sementara, status sebagai Cagar Biosfer Dunia ditetapkan UNESCO untuk TN Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen yang kemudian dinamai Cagar Alam Blambangan. Penetapan UNESCO itu dilakukan pada sidang International Coordinating Council (ICC) Program MAB (Man and The Biosphere) UNESCO ke-28 di Kota Lima, Peru.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyambut baik penetapan dua status tersebut. ”Kedua status itu kami yakini dapat menjadi instrumen baru untuk mendorong geliat pariwisata berbasis destinasi alam di Banyuwangi,” ujarnya, Senin (3/12/2018).
Menurut Anas, saat ini terus berkembang tren wisata sehat, yang mana wisatawan mencari destinasi dengan udara segar dan bersih. Tren ini berkembang pada segmen wisatawan mancanegara dan kelompok kelas menengah ke atas.
Berwisata tidak hanya soal urusan bersenang-senang. Bagi sebagian wisatawan, berwisata adalah aktivitas untuk memperbaiki kesehatan fisik dan mental.
”Berwisata tidak hanya soal urusan bersenang-senang. Bagi sebagian wisatawan, berwisata adalah aktivitas untuk memperbaiki kesehatan fisik dan mental. Status sebagai Geopark Nasional dan Cagar Biosfer Dunia memberi legitimasi bagi Banyuwangi untuk menawarkan paket wisata yang menyajikan kesehatan udara sekaligus keindahan alam dan budaya,” kata Anas.
Anas berharap penetapan Banyuwangi sebagai Geopark Nasional dan Cagar Biosfer Dunia mampu ditangkap sebagai peluang oleh para pelaku wisata setempat.
”Operator tur ataupun hotel bisa bikin paket kesehatan, seperti menggabungkan terapi tradisional, aktivitas di taman nasional atau Kawah Ijen, dan konsumsi makanan sehat. Bahkan, misalnya, bisa bikin aktivitas yoga, pilates, refleksi, atau akupuntur di sekitar belantara hutan atau pantai,” ujar Anas.
Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi Yanuarto Bramuda mengatakan, pariwisata berbasis alam merupakan salah satu potensi untuk mendatangkan wisatawan. Bramuda menyebut, keunikan alam menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara.
Pariwisata berbasis alam merupakan salah satu potensi untuk mendatangkan wisatawan.
Kajian dari Kementerian Pariwisata menyatakan, 60 persen kunjungan wisatawan mancanegara karena ketertarikan mereka pada adat dan budaya. Sementara 35 persen karena alam dan 5 persen lainnya karena wisata buatan.
"Masyarakat Banyuwangi memiliki adat budaya yang masih kental dan bisa dilihat di desa-desa adat Osing. Alam Banyuwangi yang merupakan anugerah juga masih terjaga dengan baik. Ditambah dengan serangkaian agenda festival membuat wisata di Banyuwangi semakin lengkap,” ujarnya.
Tahun 2019 Banyuwangi menargetkan kunjungan wisatawan mancanegara hingga 90.000 orang dan 4 juta wisatawan domestik. Pada tahun 2017, kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 80.000 orang, lebih tinggi daripada target semula 75.000 orang. Adapun, kunjungan wisatawan domestik mencapai 3 juta orang, lebih tinggi dari target semula 2,5 juta orang.
Bramuda mengatakan, potensi tersebut harus terus digali dan dijaga agar Banyuwangi tetap memiliki daya tarik. Salah satu yang menjadi daya tarik dari alam Banyuwangi adalah keanekaragaman hayati yang tersimpan di dalamnya.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah V Banyuwangi Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumpena membenarkan Banyuwangi mendapat status Geopark Nasional salah satunya karena dukungan keanekaragaman. Ia menyatakan, di Taman Alas Purwo saja terdapat 700 flora, 50 jenis mamalia, 320 burung, 15 jenis amfibi, dan 48 jenis reptil.