JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) berkomitmen melaksanakan eksplorasi di enam wilayah di Indonesia. Keenam wilayah tersebut ada di lepas pantai Aceh, Natuna di Kepulauan Riau, serta sejumlah lokasi di bagian timur mulai dari Kalimantan sampai Papua. Eksplorasi didahului dengan studi bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Menurut Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Syamsu studi bersama dalam kegiatan eksplorasi bersama Kementerian ESDM benar-benar fokus di enam wilayah tersebut di atas. Pihaknya juga sudah menyiapkan dana hingga lima tahun ke depan untuk survey seismik dan studi bersama. Namun, tak disebut detil berapa anggaran yang disiapkan Pertamina.
"Secara logika, mitra sangat diperlukan untuk kegiatan eksplorasi di wilayah timur. Ongkos sekali ngebor di wilayah itu bisa 75 juta dollar AS sampai 100 juta dollar AS. Jadi, mitra dibutuhkan untuk berbagi risiko," ujar Dharmawan, akhir pekan lalu, di Jakarta.
Mengenai kondisi lapangan di blok East Natuna yang kaya akan gas, menurut Dharmawan, masih penuh tantangan. Pasalnya, gas di wilayah tersebut didominasi gas karbondioksida yang kandungannya mencapai 70 persen. Perlu solusi tepat agar gas berbahaya tersebut tidak lepas ke udara bebas.
"Masalah di East Natuna cukup komplek. Kami perlu mempelajari hasil studi lapangan dari operator sebelumnya di wilayah itu. Jangan sampai gas CO2-nya lepas ke atmosfer. Operasi di sana akan memakan biaya yang besar," ucap Dharmawan.
Mengenai biaya investasi, Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansyuri di acara Pertamina Energy Forum 2018, menyebut angkanya sekitar 5,5 juta dollar AS untuk 2019. Dari jumlah tersebut, sekitar 50 persen dibelanjakan untuk kegiatan hulu (ekplorasi dan produksi), dan sisanya untuk investasi hilir maupun pengembangan infrastruktur dan mata rantai logistik.
"Untuk tahun ini perkiraan realisasi investasi sekitar 3,5 miliar dollar AS sampai 4 miliar dollar AS," kata Pahala.
Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sampai akhir Oktober 2018, jumlah wilayah kerja (WK) eksplorasi sebanyak 93 WK yang terdiri dari 81 wilayah aktif dan 12 wilayah dalam proses terminasi. WK eksplorasi yang dalam proses terminasi disebabkan tak ada cadangan migas yang layak dikembangkan atau bernilai ekonomi.
Sementara itu, jumlah WK eksploitasi di Indonesia sebanyak 89 wilayah yang terdiri dari 74 wilayah produksi dan 15 wilayah pengembangan. Sebagian besar WK tersebut terletak di daratan (on shore) dan sebagian kecil di lepas pantai (off shore).
Sejak 2017, Pertamina mendapat penugasan pengelolaan 11 wilayah kerja migas dari pemerintah. Penambahan itu akan menaikkan kontribusi produksi migas Pertamina, yang saat ini sebesar 40 persen dari produksi nasional, menjadi 60 persen di 2021. Di tahun itu, Pertamina mendapat hak kelola Blok Rokan di Riau yang sebelumnya dikelola Chevron.
Soal eksplorasi, Kepala Badan Geologi pada Kementerian ESDM Rudi Suhendar mengakui ada kendala dana untuk pembiayaan aktivitas pencarian sumber cadangan migas baru tersebut. Tahun ini saja, anggaran pemerintah hanya Rp 96 miliar untuk survey di dua lokasi. Bahkan, tahun depan tak ada lagi anggaran untuk survey seismik di Badan Geologi.
"Sejak 2015, hanya delapan lokasi yang disurvey untuk pencarian cadangan baru dan tak ada anggaran survey tahun depan," kata Rudi.