JAKARTA, KOMPAS — Kaum difabel menilai prasarana kota di Indonesia belum ramah difabel. Keterbatasan prasarana ini menyulitkan ruang gerak mereka beraktivitas. Akibatnya mereka bergantung pada uluran bantuan orang-orang di sekitarnya.
Yudha (33), penyandang disabilitas, berharap pemerintah mempermudah akses kaum difabel di segala bidang kehidupan. ”Perhatian sudah ada, tetapi saya harap bisa ditingkatkan lagi,” ujar Yudha saat menghadiri peringatan Hari Disabilitas Internasional di Bekasi, Jawa Barat, Minggu (2/12/2018).
Pengguna kursi roda sejak usia 6 tahun itu menambahkan, penyediaan prasarana yang ramah difabel juga perlu melibatkan penyandang disabilitas. ”Seharusnya saat ada pembangunan, seperti jembatan penyeberangan orang, trotoar, dan halte transjakarta, orang-orang seperti kami juga dilibatkan,” ujarnya.
Secara terpisah, David Tjahana, Konsultan Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN), menilai, perhatian terhadap keberadaan penyandang disabilitas juga harus diikuti kesiapan warga mewujudkan Indonesia ramah disabilitas. ”Kesiapan masyarakat non-disabilitas juga harus tetap didorong. Masih banyak pedagang kaki lima yang menggunakan ubin kuning sebagai batas mereka jualan,” kata David.
Jurnal Perancangan Aksesibilitas untuk Fasilitas Publik (2014) menyebutkan, jalur pemandu berfungsi memberikan informasi perjalanan masyarakat disabilitas dengan memanfaatkan tekstur ubin sebagai pengarah dan peringatan. Tekstur ubin bermotif garis-garis menunjukkan arah perjalanan, sedangkan ubin bermotif bulat-bulat menandakan peringatan terhadap perubahan situasi sekitarnya.
David menambahkan, petugas layanan fasilitas publik, seperti transportasi, rumah sakit, dan bank, perlu dibekali kemampuan berinteraksi dengan disabilitas. ”Mereka yang bertugas memberikan layanan publik harus melihat disabilitas bukan dengan kacamata ’kasihan’, melainkan kesetaraan,” kata David.
Sementara itu, Menteri Sosial Agus Gumiwang yang hadir di acara itu menyampaikan peringatan ini menjadi momentum untuk menggugah kesadaran pentingnya pemenuhan hak dan perlindungan hak disabilitas.
"Semua warga negara mempunyai kedudukan sama di mata hukum. Ini melandasi komitmen pemerintahan memperjuangkan hak penyandang disabilitas," ujar Agus Gumiwang.
Perjuangan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Melalui UU itu, pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat mewujudkan persamaan hak dan memberikan kesempatan bagi penyandang disabilitas bekerja dan berkarya di lingkungan masyarakat.
”Agar penyandang disabilitas bisa hidup lebih sejahtera, bisa hidup lebih mandiri, lebih nyaman, dan tanpa diskriminasi,” ujar Agus. Agus menambahkan, tema itu diharapkan menjadi sebuah gerakan yang mampu menaungi segala sektor bagi dan dari kehidupan penyandang disabilitas. Semisal, dalam dunia pendidikan, penyandang disabilitas mempunyai kesamaan hak untuk mendapatkan pendidikan yang memadai untuk modal menjalani kehidupan.(Dioniso Damara)