Pasar Saham Global Merespons Positif Kesepakatan China-AS
Oleh
·3 menit baca
FRANKFURT, SENIN - Mayoritas pasar saham secara global, Senin (3/12/2018), melonjak sebagai respons atas kesepakatan antara China dan Amerika Serikat untuk meredakan ketegangan perdagangan kedua negara. Pasar saham Frankfurt melonjak 2,3 persen bersama dengan pasar saham London yang naik 2,0 persen dan Paris yang menanjak 1,2 persen. Berita tentang kesepakatan AS-China yang terjadi pada Sabtu (1/12) itu juga mendorong lonjakan di pasar saham Asia.
Indeks saham Hong Kong dan Shanghai masing-masing ditutup melonjak 2,6 persen seiring dengan penguatan mata uang yuan China terhadap dollar AS sekitar 0,8 persen.
”Pasar keuangan global memulai pekan ini dengan cara yang mengesankan, dengan berita tentang terobosan dalam pembicaraan antara AS dan China yang menjadi katalis utamanya,” kata analis IG, Joshua Mahony.
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Pemerintah AS bersedia tidak menaikkan tarif menjadi 25 persen atas produk China senilai 200 miliar dollar AS, yang direncanakan akan diterapkan pada 1 Januari 2019. Dengan demikian, tarif yang berlaku adalah 10 persen sebagaimana sudah diterapkan dalam beberapa bulan terakhir.
Sebagai imbalannya, China bersedia membeli produk AS dalam nilai besar guna mengurangi defisit neraca perdagangan AS terhadap China. Hal itu mencakup, antara lain, produk pertanian, energi, dan industri.
Kedua pemimpin juga sepakat segera memulai pembicaraan tentang transfer teknologi, perlindungan hak kekayaan intelektual, hambatan nontarif, dan persoalan siber. ”China sudah setuju mengurangi dan menghapus tarif pada mobil yang masuk ke China dari AS. Saat ini, tarifnya adalah 40 persen,” kata Presiden AS Donald Trump melalui Twitter.
Penguatan rupiah
Redanya ketegangan itu dapat dimanfaatkan Pemerintah Indonesia untuk terus memperbaiki kebijakan yang menunjang iklim investasi serta menciptakan iklim perdagangan yang lebih kondusif.
Sentimen positif atas kesepakatan China-AS itu juga dirasakan di pasar keuangan Indonesia. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah kepada Kompas mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah masih ditopang derasnya arus modal masuk ke pasar keuangan domestik, terutama pasar sekunder surat berharga negara (SBN).
Pada November 2018, modal asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 35 triliun, naik dari Rp 15,1 triliun pada Oktober 2018. Derasnya arus masuk modal investasi asing itu terjadi di tengah merebaknya optimisme pasar atas kesepakatan China-AS itu.
”Besarnya arus modal portofolio asing itu juga tecermin dari pasokan pihak asing di pasar valuta asing (valas) pada Senin (3/12) sore, yaitu sebesar 342 juta dollar AS. Eksportir juga mulai menambah pasokan valas sebesar 677 juta dollar AS. Pasokan valas itu dapat menutup kebutuhan valas importir yang mencapai 740 juta dollar AS,” tuturnya.
Periode meredanya tensi perang dagang China-AS itu didorong untuk dimanfaatkan pemerintah. Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menilai, ketidakpastian global masih terbuka. Kebijakan investasi harus menampung minat investor mencari lapangan industri baru ke kawasan Asia Tenggara untuk menghindari pengenaan tarif impor. ”Sentimen ini hanya jangka pendek. Apa yang terjadi setelah 90 hari masih diliputi ketidakpastian. Pemerintah perlu mengubah kebijakan investasi dan ekspor ke arah yang lebih positif,” ujarnya.
Sander mengingatkan bahwa komitmen anggota G-20 untuk mereformasi Organisasi Perdagangan Dunia tidak serta-merta mengurangi tekanan eksternal bagi Indonesia. Namun, peluang investasi dapat semakin terbuka seiring dengan minat investor memindahkan pabrik ke negara di Asia Tenggara untuk menghindari pengenaan tarif impor.(AFP/AP/HEN/DIM/BEN)