Perguruan Tinggi Potensial Kembangkan Wirausaha Berbasis Teknologi
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Perguruan tinggi berpotensi mendukung lahirnya wirausaha pemula berbasis teknologi, sekaligus memperkuat peningkatan usaha kecil menengah berbasis inovasi. Sayangnya, potensi perguruan tinggi ini belum dioptimalkan karena masih minimnya pembentukan inkubator bisnis teknologi di perguruan tinggi.
Inkubator bisnis teknologi (IBT) merupakan lembaga intermediasi yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan wirausaha pemula atau start up berbasis teknologi. Inkubator ini memberikan pendampingan dan pelayanan dalam periode waktu tertentu untuk membuat start up berhasil dalam pengembangan usaha yang didukung inovasi.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di acara pembukaan Forum Nasional Inkubator Bisnis Teknologi: Menuju Inovasi Industri 4.0, yang digelar Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bersama Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI) di Jakarta, Senin (3/12/2018), mengatakan, perguruan tinggi punya potensi inovasi dari hasil riset. Dalam empat tahun terakhir, publikasi riset Indonesia membaik menjadi nomor dua di kawasan ASEAN setelah Malaysia. Sebelumnya, selalu nomor empat di bawah Thailand dan Singapura.
"Tapi riset tidak cukup untuk publikasi atau ditaruh di perpustakaan. Kelemahan perguruan tinggi selama ini tidak mampu untuk membuat inovasi dari riset bisa dihilirisasi atau dikomersialkan. Untuk itu, inkubator bisnis di perguruan tinggi jadi penting untuk membantu pengembangan wirausaha berbasis teknologi dari beragam inovasi yang dihasilkan perguruan tinggi," kata Nasir.
Berkembang pesat
Ketua Asosiasi AIBI Asril Fitri Syamas mengatakan, perkembangan jumlah IBT cukup pesat dalam empat tahun terakhir, terutama dengan sejumlah dukungan program dan anggaran dari Kemristekdikti. Dari 110 IBT di AIBI, mayoritas dari perguruan tinggi, totalnya 80 inkubator (48 PTN dan 32 PTS). Dari pemerintah daerah 11 inkubator, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian 5 inkubator, BUMN 2 inkubator, dan swasta 12 inkubator.
Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti, Kemristekdikti, Patdono Suwignjo, mengatakan, inkubator bisnis mendukug agar inovasi dapat dikomersialisasikan sehingga meningkatkan daya saing bangsa. Sejak tahun 2016, sebanyak 44 IBT didampingi, serta di tahun 2017 didirikan lima IBT baru.
"Perguruan tinggi sebenarnya potensial untuk menamah jumlah IBT, yang bisa semakin meningkatkan jumlah wirausaha berbasis teknologi. Namun, perguruan tinggi secara umum masih lemah dalam mengkomersialisasikan inovasinya. Guna mendukung lebih banyak perguruan tinggi mendirikan inkubator bisnis, nanti disiapkan panduan untuk pendirian dan pembinaan inkubator bisnis yang sesuai standar dan berhasil melahirkan banyak wirausaha," ujar Patdono.
Dalam forum ini, Menristekdikti juga menyampaikan penghargaan kepada IBT beprestasi dari perguruan tinggi maupun dari lembaga lain yang dinilai menjalankan pengelolaan dengan berbudaya bisnis yang baik. Apresiasi diberikan pada Inkubator Incubie Institut Pertanian Bogor, Inkubator DIIB Universitas Indonesia, Inkubator Universitas Negeri Yogyakarta, Inkubator Maleo Techno Center Palu, Inkubator Skystar Venture, serta Inkubator Inwinov Balitbang Jawa Tengah.
Nasir mengatakan wirausaha pemula berbasis teknologi berjalan lambat selama ini. Di tahun 2014, hanya ada 16 start up yang muncul. Padahal ada 107 inovasi potensial untuk melahirkan wirausaha pemula berbasis teknologi.
Dikuatkan
"Sesuai arahan Presiden untuk menggenjot inovasi pada industri, peran penting inkubator kembali dikuatkan. Dalam kurun empat tahun ini start up berbasis teknologi sudah 956 usaha," jelas Nasir.
Menurut Nasir, lewat IBT terjalin sinergi akademisi, bisnis, dan pemerintah atau triple helix untuk meningkatkan untuk mendukung daya saing bangsa dengan pemanfaatan inovasi berbasis teknologi, yang semakin penting di revolusi industri 4.0. Negara maju memiliki wirausaha berkisar lima persen dari total penduduk.
"Indonesia baru di kisaran 1,67 persen. Butuh dinaikkan jadi 2 - 2,5 persen dari total penduduk," ujar Nasir.
Menurut Nasir, perguruan tinggi berpotensi karena jumlahnya mencapai lebih dari 4.600 perguruan tinggi. Dorongan kampus untuk mendukung lahirnya wirausaha berbasis inovasi lewat pendirian IBT maupun teaching factory atau teaching industry.
"Nanti bisa mulai diwajibkan dari perguruan tinggi yang terakreditasi A hingga B dulu yang mendirikan inkubator atau teaching factory di masing-masing PT," ujar Nasir.
Nasir mencontohkan, potensi lahirnya wirausaha berbasis teknologi dan inovasi cukup besar. Dalam satu tahun ini, dikembangkan warung pintar yang jumlahnya sudah mencapai seribu warung di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Warung pintar ini mengembangkan warung konvensional yang pengelolaannya dikendalikan secara elektronik, ada wifi, CCTV, hingga charger untuk handphone/laptop.
Ada pula mahasiswa lulusan politeknik bidang teknik elektronika. Namun, alumni politeknik ini justru sukses di bisnis pertanian, yakni budidaya jamur. Hasil panen jamur tiap bulan mencapai 5-6 ton untuk memenuhi pasokan hotel dan pusat perbelanjaan.
"Saya tanya, apa hubungannya elektronika dengan bisnis jamur? Ternyata ada. Alumni tersebut menerapkan inovasi pengendalian suhu dan penyemaian dengan kendali elektronik. Jadi, semua dikendalikan secara tepat dengan teknologi. Nah, perguruan tinggi dapat mendorong lahirnya wirausaha seperti ini," kata Nasir.
Sementara itu, Kepala Pusat Inkubator Incubie IPB Rokhani Hasbullah mengatakan, inkubator mendukung penguatan wirausaha pemula dari alumni maupun masyarakat. Potensi riset yang dilakukan dosen dapat dikembangkan menjadi inovasi yang potensial dikomersialkan oleh alumni melalui pendampingan dari inkubator.