JAKARTA, KOMPAS — Peran pemuda dalam memberikan inovasi terkait pengembangan daerahnya menjadi kian penting. Salah satu upaya untuk mencetak kader pemuda inovatif tersebut dengan menciptakan program yang memberi wadah inovasi mereka.
Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Pemuda Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga I Gusti Putu Raka Pariana mengatakan, peran pemuda untuk pembangunan daerah amat penting. Utamanya melalui inovasi yang mereka berikan.
Salah satu upaya guna memancing inovasi-inovasi pemuda tersebut adalah dengan membentuk berbagai program. Kemenpora kini bekerja sama dengan dinas pemuda dan olahraga (dispora) daerah untuk memenuhi hal tersebut.
”Kami sediakan dana dekonsentrasi untuk melaksanakan program-program Kemenpora di daerah,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/12/2018).
Menurut Raka, tidak mudah untuk mengajak para pemuda aktif berinovasi terhadap daerahnya. Oleh karena itu, strateginya adalah dengan mencetak kader melalui program-program bagi pemuda.
”Contohnya Paskibraka atau Kapal Pemuda Nusantara. Ada dua sampai tiga pemuda terbaik yang menjadi kader,” ujarnya.
Harapannya, mereka dapat menjadi inspirator dan motivator di daerahnya. Kemenpora juga terus memberikan penghargaan bagi program-program inovasi pemuda yang dikembangkan oleh organisasi non-pemerintah.
Raka menambahkan, pembangunan yang dilakukan oleh pemuda sering kali tidak terukur. Oleh karena itu, pemerintah kini tengah menyusun Indeks Pembangunan Pemuda yang mengacu pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
”Ada 10 asisten deputi di Kemenpora yang akan bersinergi dengan lembaga lain untuk mewujudkan ini,” ujarnya.
Program selaras
Salah satu program yang selaras dengan Kemenpora adalah SDGs Pemuda Indonesia Penggerak Perubahan (PIPE). Program ini digagas oleh Yayasan Bina Antarbudaya, Campaign, PIRAC, dan Filantropi Indonesia.
Setidaknya ada 138 inovasi dari para pemuda yang dikirimkan pada program tersebut. Sebanyak lima finalis pemuda terpilih menjadi yang terbaik.
Amalia, salah satu finalis, menciptakan sebuah inovasi berupa aplikasi yang mewadahi pertemuan antara masyarakat dan pengepul sampah. Melalui aplikasi berbasis Android tersebut, masyarakat bisa menjual sampah daur ulang kepada para pengepul.
”Di Medan, banyak sampah yang masih bisa didaur ulang tetapi dibuang seenaknya,” katanya.
Alasan lainnya, melalui inovasinya itu, ia ingin mengangkat derajat pengepul sampah. Selama ini, pekerjaan tersebut cenderung dianggap rendah oleh masyarakat.
”Saya berharap bisa mengangkat derajat pahlawan sampah ini lebih mulia,” kata Amalia.
Finalis lain, Budi Santoso, yang berasal dari Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, memperjuangkan kesetaraan jender dan pemberdayaan anak. Hal itu karena perkawinan anak usia dini banyak terjadi di daerahnya.
”Salah satu teman saya dulu ada yang terpaksa menikah di usianya yang ke-17 tahun. Itu menjadi budaya di kampung halaman saya,” katanya. (FAJAR RAMADHAN)