JAKARTA, KOMPAS – Selama 18 tahun berdiri, perkembangan di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) Setu Babakan, Jakarta Selatan, dinilai sangat lambat. Koleksi Museum Betawi belum sesuai target. Sementara itu, pembangunan zona untuk wisata budaya juga belum selesai.
Ketua Forum Pengkajian dan Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Abdul Syukur mengatakan, kondisi PBB Setu Babakan saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Kawasan itu belum bisa sepenuhnya menjadi pusat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi.
Wisatawan yang datang ke destinasi tersebut pun belum sepenuhnya bisa merasakan atmosfer budaya leluhur Betawi. Hanya pada agenda tertentu, wisatawan dapat menjumpai aktivitas keseharian masyarakat Betawi seperti kesenian, pencak silat, ngederes, aqiqah, injek tanah, ngarak penganten sunat, maupun proses memasak makanan khas Betawi.
“Sejak dibangun zona embrio di zaman Gubernur Sutiyoso, kawasan ini belum banyak berkembang. Kendalanya pada anggaran dan political will dari pemerintah. Tidak semua pemerintahan gubernur terdahulu konsen pada pengembangan PBB Setu Babakan,” ujar Syukur, Selasa (4/12/2018).
Gedung yang seharusnya difungsikan sebagai Museum Betawi, saat ini masih digunakan untuk kantor pengelola Unit Pengelola Kawasan (UPK) PBB Setu Babakan.
Koleksi museum pun belum lengkap. Pengunjung baru bisa melihat sebagian koleksi yang dipajang di lantai I. Padahal, ada koleksi lain seperti mebel dan furnitur yang sebenarnya disimpan di lantai II dan III gedung tersebut. Namun, koleksi belum ditata dan diberi keterangan lengkap.
Baru sebagian koleksi yang bisa dilihat oleh pengunjung. Koleksi itu di antaranya berupa batik Betawi, alat makan, alat memasak, alat musik, replika alat transportasi, hingga pakaian pengantin.
Di zona A, pembangunan gedung ampiteater tertutup juga tak kunjung selesai meski sudah dimulai sejak tahun 2011.
“Targetnya di tahun 2020 itu kami sudah bisa memamerkan koleksi museum yang menampilkan 10 siklus hidup masyarakat Betawi dari sejak lahir sampai meninggal,” ujar Kepala UPK PBB Setu Babakan Rofiqoh.
Rofiqoh menambahkan, saat ini Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sedang membangun replika kampung Betawi di zona C, dan pusat kuliner Betawi di zona B. Penataan zona B dan C ditargetkan selesai pada tahun 2019.
Adapun luas zona C sekitar 3,2 hektare dan terletak di pulau di tengah danau. Adapun di zona B dikhususkan untuk zona kuliner khas Betawi. Tempat ini juga diharapkan bisa menampung pedagang kaki lima (PKL) yang selama ini sudah berjualan di tepi danau.
“Karena lokasi penataan belum jadi, pada tahun 2018 ini kami menargetkan pembinaan pedagang kaki lima supaya mereka tidak menggunakan bahan makanan yang berbahaya. Makanan yang mereka jual harus lolos tes dari Dinas UMKMP DKI,” kata Rofiqoh.
Lahan parkir
Selain itu, PBB Setu Babakan juga membutuhkan lahan parkir yang memadai bagi pengunjung. Selama ini, parkir kendaraan masih semrawut dan hanya ditampung di pelataran rumah warga.
Padahal, untuk meningkatkan target kunjungan wisatawan, pengelola juga membutuhkan ruang parkir yang memadai.
Wisatawan dari luar daerah pun masih kerap mengeluhkan akses ke kawasan tersebut yang sulit dijangkau terutama angkutan umum.
Berdasarkan data UPK PBB Setu Babakan, rata-rata kunjungan ke kawasan itu mencapai 30.000 wisatawan per bulan.