JAKARTA, KOMPAS - Modal sosial warga Jakarta dalam menghadapi kondisi tanggap darurat menghadapi ancaman banjir mesti diaktifkan kembali. Hal ini diharapkan dapat membentuk ketahanan sosial di tingkatan masyarakat dan membuat pemerintah dapat menjalankan tata kelola perkotaan cerdas dan memiliki resiliensi.
Profesor riset bidang sosiologi pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, Henny Warsilah, Selasa (4/12/2018), menyebutkan bahwa hal paling utama yang mesti dilakukan adalah menggerakkan secara mandiri sejumlah organisasi di tingkat masyarakat. Beberapa di antaranya adalah organisasi pemuda, organisasi perempuan, kelompok pengajian, komunitas arisan, dan sebagainya.
Hal ini dilakukan untuk meminta keterlibatan secara aktif warga dalam upaya mengatasi banjir. Pada gilirannya, spontanitas masyarakat dalam merespon ancaman banjir, yang selama ini cenderung meredup, dapat kembali aktif.
Untuk itulah, masyarakat juga perlu didorong secara aktif untuk memiliki pengetahuan tentang banjir. Di dalamnya meliputi waktu yang rentan banjir, dimana ada informasi terkait tanggal dan bulan yang berisiko tinggi.
Selain itu, informasi tentang waktu yang rentan kejadian banjir, lokasi spesifik dan tata kelola pada saat terjadinya banjir juga penting diakses sejak awal. Ini termasuk tempat-tempat pengungsian, dapur umum, dan pusat kesehatan.
Lebih jauh, perlu dilakukan juga semacam edukasi untuk menginformasikan lokasi-lokasi tertentu yang diperbolehkan sebagai tempat tinggal. Kebiasaan untuk membuang sampah sembarangan, seperti ke aliran sungai, juga perlu dicegah dengan informasi dan edukasi mengenai risikonya.
Menurut Henny, persoalan kebencanaan banjir di Jakarta, selain berkelindan dengan kemiskinan, juga terkait dengan kebijakan yang cenderung hanya bersifat spontan. “Pada posisi ini masyarakat tidak dikuatkan, atau (tidak) memiliki ketahanan untuk menghadapi banjir, tetapi justru (cenderung) dibiarkan menjadi rentan,” sebut Henny.
Presiden Indonesia International Institute for Urban Resilience and Infrastructure Jan Sopaheluwakan, saat dihubungi pada hari yang sama, menyebutkan, dirinya saat ini tengah berpikir ulang tentang sejumlah hal mengenai banjir di Jakarta. Salah satunya dalam kaitannya dengan giant sea wall.