Novelis NH Dini Telah Tiada
NH Dini tercatat sebagai novelis yang membebaskan diri dari kungkungan normal sosial. Dia mensahihkan genre memoir dalam sastra yang bercerita tentang diri sendiri
SEMARANG, KOMPAS – Sastrawan Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin atau NH Dini meninggal dunia dalam usia 82 tahun, Selasa (4/12/2018), pukul 16.00 di Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, Jawa Tengah. Penulis novel Pada Sebuah Kapal ini mengalami kecelakaan lalu lintas pada pukul 11.15 di ruas jalan tol kilometer 10 Kota Semarang, di tanjakan kawasan Tembalang.
Mobil yang dinaiki NH Dini, tersodok truk yang meluncur mundur setelah mogok di tanjakan. NH Dini yang terluka di kepala sempat menjalani perawatan intensif di RS Elisabeth, akan tetapi jiwanya tidak tertolong setelah dirawat selama empat jam.
Direncanakan jenazah akan dikremasi pada Rabu (5/12) pagi, di Ambarawa, Kabupaten Semarang. NH Dini meninggalkan dua anak, Marie Claire Lintang Coffin dan Pierre Louis Padang Coffin.
Selama empat tahun terakhir, NH Dini tinggal di Wisma Lansia Harapan Asri Banyumanik, Semarang. Menurut Kepala Wisma Br Heri Suparno, novel Gunung Ungaran: Lerep di Lerengnya Banyumanik di Kakinya” yang terbit Agustus 2018, ditulis di wisma.
Heri mengatakan, NH Dini tinggal di wisma tersebut atas kemauannya sendiri karena tidak ingin merepotkan keluarga. “Bahkan beliau memesan tempat dan menunggu sampai enam bulan sebelum akhirnya dapat tinggal di wisma,” tuturnya.
Menurut Heri, dia juga masih diundang ke sejumlah universitas dan komunitas sastra untuk berbagi ilmu. Jika hendak bepergian, NH Dini biasanya memesan transportasi umum.
Kontribusi
Pada Sebuah Kapal, menurut sastrawan Seno Gumira Ajidarma merupakan salah satu karya penting NH Dini. Novel tersebut ditulis oleh perempuan yang memberontak terhadap norma itu, lewat tokoh Sri yang memberikan kehormatan pada kekasih. "Pada zamannya, dia membebaskan diri dari norma sosial dan normal tradisi," kata Seno.
Kontribusi penting lain NH Dini dalam kesusastraan Indonesia, menurut Seno, adalah unsur memoir dalam karyanya. "Dia memang menulis riwayat diri sendiri. Sebuah Lorong di Kotaku (1978) itu memoir, dan genre memoir itu disahihkan oleh NH Dini. Bahwa kenangan itu sah dalam sastra," kata Seno.
Kontribusi penting lain NH Dini dalam kesusastraan Indonesia adalah unsur memoir dalam karyanya. Dia memang menulis riwayat diri sendiri.
Karya NH Dini lainnya adalah La barka (1975), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1979), Langit dan Bumi Sahabat Kami (1979); Sekayu (1981), Kuncup Berseri (1982), Jepun Negerinya Hiroko (2001), Dari Fontenay ke Magallianes (2005), La Grande Borne (2007).
Sugihastuti, dosen Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, menyebut karya NH Dini sebagai bildungsroman. Pada genre ini, karya berputar pada kehidupan psikologis, dan moral tokoh protagonis.
"Semua karya dia berangkat dari pengalaman personal, keluarga, dan sosial. Semua itu disampaikan secara lengkap dan berimbang," kata Sugihastuti.
Dalam peluncuran novel Argenteuil: Hidup Memisahkan Diri, di Semarang, Februari 2008, NH Dini mengakui tokoh dalam novel tersebut adalah dirinya sendiri (Kompas, 1 Maret 2008). "Buku ini berisi cerita yang direka seperti novel. Tokohnya adalah saya sendiri."
Memuliakan perempuan
Dengan meninggalnya ND Dini, Indonesia kehilangan seorang sastrawati dan pencerita teguh yang tokoh-tokohnya memuliakan perempuan. Penyair yang juga Ketua Dewan Kesenian Kota Semarang Handry TM menuturkan, di luar karyanya, NH Dini adalah seorang feminis yang konsisten mengangkat isu-isu perempuan sekaligus pejuang lingkungan. Karyanya jauh lebih dikenal dan dihargai di luar negeri daripada di negeri sendiri.
Menurut Handry, NH Dini termasuk sedikit dari jenis penulis yang perfek dan disiplin dalam hal sikap. “Saya rasa di Indonesia, baru NH Dini satu-satunya penulis yang berani menawarkan karyanya kepada penerbit dengan menetapkan harga honorarium di depan,” tuturnya.
Berdasarkan pantauan Kompas, jenazah NH Dini dipindahkan dari instalasi gawat darurat (IGD) RS Elisabeth pada pukul 18.20. Sejumlah anggota keluarga besar menunggu almarhumah di luar ruang jenazah. Pada pukul 20.00, jenazah pun dibawa dengan ambulans meninggalkan RS Elisabeth.
Paulus (48), keponakan NH Dini, mengatakan, pada Rabu, sekitar pukul 10.00, jenazah NH Dini akan dikremasi di Ambarawa, Kabupaten Semarang. "Almarhumah tidak pernah mau merepotkan keluarga. Kami semua benar-benar kehilangan," ucap Paulus.
Paulus menuturkan, selain dikenal mandiri dan menjadi inspirasi bagi para anggota keluarga, NH Dini juga dikenal sebagai sosok yang tekun. Salah satu kegiatan yang disenanginya yakni berkebun.
Anggota keluarga besar NH Dini, Dendi Nugroho (41), mengatakan, almarhumah dan kakak-kakaknya dididik untuk selalu membaca. NH Dini bahkan pernah memiliki perpustakaan di rumahnya di Sekayu, Semarang.
"Lewat perpustakaan itu, NH Dini ingin mencerahkan warga sekitar. Dia ingin mencerdaskan bangsa. Saya ingat, kata-katanya, \'Kalau tidak dari aku ke kamu (dorongan membaca), lalu selanjutnya ke siapa lagi?\'"
Dendi menambahkan, kekhawatiran NH Dini terbukti di masa saat ini, di mana orang banyak yang lebih senang bermain gawai ketimbang membaca. Menurut dia, dulu, saat sedang di rumah NH Dini, dirinya kerap dimarahi jika hanya menonton televisi dan tidak membaca.
"Saya disodori banyak buku, berbahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan lainnya. Yang penting harus baca. Dari semangat yang dia tanamkan tersebut, karier semua anggota keluarganya terbilang baik. Dan itu yang saya tularkan ke anak-anak saya," kata Dendi.