Pembebasan Lahan Dikebut
Sejumlah upaya dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi dampak banjir. Upaya itu antara lain merampungkan pembangunan waduk Brigif.
JAKARTA, KOMPAS - Pembebasan lahan untuk pembangunan Waduk Brigif menyisakan lebih dari satu hektar tanah. Waduk ini diharapkan menambah tempat parkir air sekaligus mengurangi potensi luapan Kali Krukut.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Teguh Hendrawan menyatakan, waduk sudah berfungsi mengurangi banjir di sekitar area aliran Kali Krukut, Jakarta Selatan.
"Dari total 10 hektar untuk waduk, 8 hektar sudah kami bebaskan. Sekarang tersisa delapan bidang tanah dan kami akan mulai pembayaran. Tahun ini akan kami kejar untuk selesaikan, tetapi juga bergantung pada kecepatan respons warga, kata Teguh, Selasa (4/12/2018).
Ketua RW 001 Cipedak Ma\'ruf Nari menyatakan, sekitar setahun, ia belum mendengar kabar tentang pembebasan lahan dari Dinas SDA Jakarta. Menurutnya, lahan di beberapa RT seperti 002, 003, dan 016 belum dibebaskan.
"Saya sih inginnya akhir tahun ini segera dibebaskan agar cepat selesai," kata dia.
Ketua RT 016 Agoeng Dhatomo mengatakan, masih ada tanah dan bangunan milik 21 keluarga yang belum dibebaskan.
Menurut dia, pemerintah harus memberikan harga yang sesuai untuk pembebasan lahan. Kini, tanah warga dihargai Rp 3,5 juta per meter persegi.
"Pembebasan itu harus berkeadilan, kalau bisa warga tetap bisa beli rumah di area DKI. Masalah yang selama ini menghambat adalah pemerintah enggak mau menebus tanah yang tidak tercatat dalam akta jual beli milik warga," kata Agoeng.
Hingga kini, meskipun dipasang papan besi di tepi Jalan Raya Aselih yang mengindikasikannya sebagai waduk, perairan seluas 10 hektar ini tampak seperti situ kecil. Tidak tampak kegiatan pembangunan.
Waduk ini ditumbuhi eceng gondok di sekeliling tepinya. Airnya berwarna coklat kelabu. Sementara, pohon pisang, semak-semak, dan rerumputan tumbuh di sekitar tanah berundak yang mengelilingi waduk.
Teguh menyatakan, pembangunan waduk memakai konsep naturalisasi, menggunakan turapan tanah serta bronjong batu kali. "Tidak ada betonisasi karena lahan ini adalah aset kami yang clean and clear, tidak seperti di tepi kali yang digunakan buat pemukiman," kata Teguh.
Waduk menampung aliran Kali Salak untuk mengurangi debit air ke Kali Krukut. "Ini namanya pengaturan pembagian air, tidak difokuskan ke kali besar saja, tetapi juga kali PHB (penghubung)," tutur Teguh.
Ia menambahkan, untuk mengantisipasi rob di Jakarta Utara, Dinas SDA menyelesaikan pembangunan tanggul pantai yang termasuk proyek Pembangunan Kawasan Pesisir Terpadu Ibu Kota Nasional (NCICD).
Banjir
Sementara, banjir masih terjadi di sejumlah tempat di Jakarta, pekan ini.
Salah satunya melanda Tempat Pemakaman Umum (TPU) Semper, Jakarta Utara, Selasa.
Suku Dinas Kehutanan Jakarta Utara menilai, lahan yang lebih rendah dari muka air laut menyulitkan upaya pencegahan banjir. Upaya peninggian lahanmasih membutuhkan kesepakatan dari setiap ahli waris.
“Tahun kemarin, kami tanggul. Beberapa lokasi pemakaman sudah kami uruk,” ucap Kepala Seksi Pemakaman Sudin Kehutanan Jakarta Utara, Syafdarifal, kemarin. Menurut dia, Dinas SDA membantu mendatangkan alat berat serta tanah urukan.
Pada Senin sore, Jalan Arjuna Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tergenang sekitar 80 cm.
Di sisi jalan ini, terletak anak Kali Pesanggrahan dengan lebar sekitar satu meter dengan kedalaman kurang satu meter. Aswad (70), warga RT 04 RW 04 Kelurahan Kebon Jeruk, mengatakan, kali itu terlalu kecil untuk menampung air hujan, terlebih saat hujan turun lebih dari satu jam. Akibatnya, genangan tak terelakkan.
Ina (38), warga Kelurahan Kebon Jeruk, mengatakan, genangan surut sekitar 5-10 menit. Namun, sebagai pemilik warung, banjir tetap merugikan karena merusak barang dagangannya.
"Kalau hujan besar, saya harus buru-buru pindahin dan angkatin barang. Kalau enggak, barang-barang ini bakal hancur dan juga hanyut terbawa arus. Kemarin saja satu kardus makanan keburu hanyut," papar Ina.
Warta (70), warga RT 04 RW 04 Kelurahan Kebon Jeruk, mengatakan, dulu wilayah ini semuanya sawah. "Waktu ada pembangunan Tol Jakarta-Merak, daerah sini mulai tergenang tiap hujan. Selain itu, kalinya juga terlalu kecil, enggak cukup nampung air hujan yang banyak," kata Warta yang bermukim di situ lebih 30 tahun.
Sekretaris Kelurahan Kebon Jeruk, Mustaqimah, menyampaikan, genangan air di sekitar Jalan Arjuna Selatan terjadi karena posisi geografis yang rendah.
Saat banjir Senin lalu, pihaknya juga mendapati akar pohon dan kabel menghambat aliran air di gorong-gorong. Akibatnya, air menggenang lebih lama.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta, daerah di Jalan Arjuna Selatan, termasuk satu dari 30 lokasi rawan genangan di Jakarta.
Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Jupan Royter S Tampubolon mengatakan, BPBD terus berkoodinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk dengan Dinas SDA terkait genangan.
Mustajab, Kasudin SDA Jakarta Timur, mengatakan, untuk DAS Ciliwung, sudin menyarankan Pemprov melakukan normalisasi, seperti yang disarankan untuk Cipinang Melayu. Saat ini, sudin menyiapkan batu-batu bronjong.
Adapun penyebab lain banjir di Jakarta Timur adalah revitalisasi saluran penghubung ataupun drainase yang baru 50 persen dari total 893.000 meter panjang drainase di wilayah ini.
Profesor riset bidang sosiologi pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Henny Warsilah, Selasa, menyebutkan, pemerintah perlu menggerakkan secara mandiri sejumlah organisasi di tingkat masyarakat. Tujuannya, meminta keterlibatan warga secara aktif dalam mengatasi banjir.
(JOG/HLN/E03/E04/E05/E14)