Pembebasan Lahan Waduk Brigif Ditarget Selesai Akhir 2018
JAKARTA, KOMPAS - Pembebasan lahan untuk pembangunan Waduk Brigif menyisakan lebih dari satu hektar tanah. Pembayaran oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ditargetkan selesai sebelum akhir tahun.
Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta Teguh Hendrawan menyatakan, waduk sudah befungsi mengurangi banjir di Jakarta Selatan, terutama di sekitar area aliran Kali Krukut.
"Dari total 10 hektar untuk waduk, sudah 8 hektar yang kami bebaskan. Sekarang tersisa delapan bidang tanah dan kami akan mulai pembayaran. Tahun ini akan kita kejar untuk selesaikan, tetapi juga bergantung pada kecepatan respons warga, kata Teguh, Selasa (4/12/2018).
Catatan Kompas (19/02/2018), warga yang telah menerima ganti rugi sempat meminta kejelasan proyek, apakah waduk yang terletak di sisi utara Jalan Raya Aselih, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, ini jadi dibangun atau tidak. Sebab, rumah warga sudah dibongkar dan mereka telah membeli lahan di daerah Citayam, Depok, Bogor, dan sekitarnya.
Yani (40), warga RT 009 RW 001 Cipedak, yang rumahnya terletak di sisi barat Waduk Brigif, tidak mengetahui perkembangan pembangunan. "Dulu Pak Jokowi waktu masih Gubernur DKI Jakarta, sempat ngeresmiin waduk. Terus rumah jaga waduk mulai dibangun. Tapi habis itu enggak tahu gimana kelanjutannya," kata dia.
Ketua RW 001 Cipedak Ma\'ruf Nari menyatakan hal serupa. Sekitar setahun, ia belum mendengar kabar tentang pembebasan lahan dari Dinas SDA DKI Jakarta. Menurutnya, terdapat lahan beberapa RT seperti 002, 003, dan 016 yang belum dibebaskan.
"Saya sih inginnya akhir tahun ini segera dibebaskan agar cepat selesai agar warga bisa menggunakan. Pemerintah harusnya sering berkoordinasi dengan warga tiap RT dan RW," kata dia. Ia menduga, pembebasan lahan untuk waduk harus tertunda oleh penganggaran proyek lainnya, yaitu Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di RT 004 dan taman di RT 011.
Ketua RT 016 Agoeng Dhatomo mengatakan, masih ada tanah dan bangunan milik 21 keluarga yang belum dibebaskan. Luasan tanah tersebut nantinya akan menggabungkan waduk di tepi Jalan Raya Aselih dengan dua waduk lainnya yang ada di wilayah RT 016.
Menurut dia, pemerintah harus memberikan harga yang sesuai untuk pembebasan lahan. Kini, tanah warga dihargai Rp 3,5 juta per meter persegi.
"Asalkan harganya pas, tentu warga mendukung. Tapi pembebasan itu harus berkeadilan, kalau bisa warga tetap bisa beli rumah di area DKI. Masalah yang selama ini menghambat adalah pemerintah enggak mau menebus tanah yang tidak tercatat dalam akta jual beli milik warga," kata Agoeng.
Belum terlihat perkembangan
Hingga kini, meskipun dipasang papan besi di tepi Jalan Raya Aselih yang mengindikasikannya sebagai waduk, perairan seluas 10 hektar ini tampak seperti situ kecil. Tidak tampak kegiatan pembangunan.
Waduk kecil ini ditumbuhi eceng gondok di sekeliling tepinya. Airnya berwarna coklat kelabu. Sementara itu, pohon pisang, semak-semak dan rerumputan tumbuh di sekitar tanah berundak yang mengelilingi waduk.
Meskipun tidak banyak, sampah plastik dalam bentuk botol, gelas, tas keresek, bungkus makanan, dan bungkus deterjen dapat ditemui di tepi waduk. Sampah itu diduga berasal dari rumah warga yang terletak tepat di sisi tenggara waduk karena terdapat jenis sampah lain seperti tripleks, bola plastik, dan karung.
Di sisi barat berdiri sebuah pagar yang membatasi waduk dengan lahan perumahan warga. Teguh menyatakan, konsep yang digunakan dalam pembangunan waduk adalah naturalisasi, menggunakan turapan tanah serta bronjong batu kali. "Tidak ada betonisasi karena lahan ini adalah aset kami yang clean and clear, tidak seperti di tepi kali yang digunakan buat pemukiman," kata Teguh.
Ma\'ruf mengatakan, akan dibuat taman di sisi timur dan barat waduk. Di samping itu, akan dibangun pula sebuah jembatan yang menghubungkan kedua sisi, sehingga warga bisa beraktivitas di waduk.
Adapun pagar di sisi timur membatasi wilayah waduk dengan kali kecil yang oleh warga disebut Kali Salak. Turap tanah dan bronjong batu kali tekah terbentuk di beberapa titik sepanjang kali.
Aliran Kali Salak menuju arah utara. Menurut peta, dalam jarak sekitar satu kilometer dari Waduk Brigif, aliran air akan bermuara di Kali Krukut di perbatasan Jakarta Selatan dengan Depok, Jawa Barat.
Waduk menampung aliran Kali Salak untuk mengurangi debit air ke Kali Krukut. Hal ini merupakan upaya memaksimalkan kali-kali penghubung dari pemukiman untuk menciptakan saluran air yang terintegrasi.
"Ini namanya pengaturan pembagian air, tidak difokuskan ke kali besar saja, tetapi juga kali PHB (penghubung). Jadi fungsi waduk yang lahannya kami beli dan bebaskan ini adalah sebagai parkiran air agar debit air yang masuk ke kali tidak terlalu besar," tutur Teguh.
Sementara itu, Agoeng mengatakan, waduk jauh lebih besar daripada yang terlihat di tepi Jalan Raya Aselih. Jika pembebasan tanah selesai, titik-titik terkumpulnya air akan saling terhubung sehingga area waduk akan meluas hingga ke sisi selatan Jalan Brigif.
Teguh mengklaim, waduk ini telah berfungsi mengurangi banjir di daerah aliran sungai (DAS) Krukut, antara lain Cilandak, Petogogan, dan Kemang. Ia mencontohkan, tidak ada protes warga di daerah Kemang pada 2016 ketika terjadi banjir karena luapan di hilir Kali Krukut.
Di RT 016, waduk juga telah menerima debit air dari aliran Kali Salak. Agoeng menilai, beberapa galian waduk yang telah dibuat sudah mampu mengurangi banjir di daerah aliran sungai (DAS) Krukut. "Dua titik di RT 016 ini sudah lumayan untuk mencegah banjir di daerah hilir," kata dia. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)