SOLO, KOMPAS - Peta Kota Pusaka Solo berbasis digital diluncurkan di Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/12/2018). Peta ini memberi petunjuk lokasi-lokasi kawasan dan bangunan cagar budaya yang ada di Solo. Upaya ini diharapkan dapat semakin menumbuhkan kepedulian dan kecintaan terhadap cagar budaya.
Penyusun Peta Kota Pusaka Solo Dewi Djukardi, pegiat cagar budaya yang juga Ketua Komunitas Pelestarian Pusaka Budaya Bogor mengatakan, peta disusun setelah melalui serangkaian penelitian yang rampung Agustus 2018. Peta berbasis digital ini dapat dibuka dengan google.
Peta ini memuat lima kawasan cagar budaya di Solo yaitu kawasan Keraton Kasunanan Surakarta dan lingkungan perumahan Baluwarti, kawasan Sriwedari, kawasan kampung Laweyan, kawasan Mangkunegaran, dan kawasan kampung pecinan dan kolonial. Masing-masing kawasan itu juga diperinci terdiri dari berbagai bangunan cagar budaya. Misalnya, kawasan Keraton Kasunanan Surakarta dan lingkungan Baluwarti terdiri dari Keraton Kasunanan Kasunanan, Alun-alun Selatan, Gapura Gladag, Ndalem Suryaningratan, Makam Ki Gede Sala, Masjid Agung Surakarta, dan bangunan cagar lainnya.
Dewi mengatakan, sebenarnya untuk digitalisasi ada keinginan membuat web jelajah kota pusaka Solo. Akan tetapi untuk membuatnya membutuhkan biaya mahal dan harus berlangganan sehingga urung dilakukan. “Harusnya sampai pembuatan web tapi karena mahal saya disiapkan link yang bisa diakses siapa pun,” katanya di Solo.
Selain memberi petunjuk lokasi, juga dilengkapi penjelasan singkat tentang masing-masing bangunan cagar budaya di Solo. Pihaknya juga menyiapkan versi cetak yang diberi judul Panduan Jelajah Kota Pusaka Surakarta. Dalam peta yang diterbitkan Roemah Kahoeripan itu juga dilengkapi dengan penjelasan singkat 61 BCB yang tersebar di lima kawasan cagar budaya di Solo. Dewi mengatakan, penyusunan peta ini mendapatkan dukungan data-data dari Pemerintah Kota Solo.
Dewi berharap dengan disusunnya peta itu generasi muda dan masyarakat umum dapat memanfaatkannya untuk mengunjungi bangunan-bangunan cagar budaya. Diharapkan, upaya itu akan dapat semakin menumbuhkan kepedulian dan kecintaan terhadap bangunan cagar budaya di kalangan generasi muda dan masyarakat umum.
Pakar hukum adat dan hukum cagar budaya, Universitas Atma Jaya Yogyakarta MG Endang Sumiarni mengatakan, secara normatif perlindungan cagar budaya sudah sangat memadai dengan adanya Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Akan tetapi, upaya perlindungan cagar budaya hingga saat ini masih menghadapi lemahnya penegakan hukum dan sosialisasi. Selain itu, belum semua pemerintah kabupaten/kota melaksanakan tugas dan wewenang bidang pelestarian cagar budaya berupa perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan seperti diatur dalam Pasal 95, 96, dan 97 UU 11/2010.