JAKARTA, KOMPAS — Stok pangan pokok nasional menjelang akhir tahun berada dalam kondisi aman. Pengawasan agar harga bahan pokok tetap stabil akan menjadi fokus utama pemerintah, terutama di sembilan provinsi yang merayakan Natal dan Tahun Baru 2019.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (5/12/2018), memastikan ketersediaan pangan pokok dan strategis menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru berada dalam kondisi surplus. Kondisi defisit hanya terjadi pada ketersediaan daging sapi atau kerbau.
Data Badan Ketahanan Pangan menyebutkan, stok beras surplus 3,83 juta ton, minyak goreng 24,5 juta ton, gula pasir 334.000 ton, bawang merah 136.000 ton, daging ayam 335.000 ton, dan telur ayam ras 806.000 ton.
Sementara pasokan daging sapi atau kerbau lokal untuk November dan Desember mencapai 71.121 ton dengan kebutuhan mencapai 109.723 ton. Defisit sebesar 38.611 ton akan dipenuhi dari gudang importir dan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog).
”Rapat koordinasi semua instansi akan dilakukan pada minggu depan dan berikutnya di daerah untuk pengamanan pasokan dan stabilisasi harga pangan. Kami akan melakukan operasi pasar selektif untuk komoditas pangan di wilayah tertentu,” kata Agung.
Terdapat sembilan provinsi yang akan menjadi fokus pemerintah karena mayoritas merayakan Natal dan Tahun Baru. Provinsi-provinsi tersebut adalah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY Yogyakarta, Sulawesi Utara, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku.
Menurut Agung, sejumlah harga pangan pokok sebenarnya mengalami penurunan. Namun, hal yang berbeda justru terjadi pada harga telur dan daging ayam ras serta bawang putih.
Harga beras umum turun 14,53 persen menjadi Rp 11.501 per kilogram pada minggu keempat November 2018 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017. Gula pasir turun 4,41 persen menjadi Rp 13.373 per kg, daging sapi 0,34 persen menjadi Rp 114.893 per kg, cabai merah 6,89 persen menjadi Rp 32.680 per kg, dan bawang merah 4,69 persen menjadi Rp 26.152 per kg.
Sementara harga yang naik adalah daging ayam ras sebesar 5 persen menjadi Rp 32.797 per kg dan telur ayam ras sebesar 5,06 persen menjadi Rp 23.296 per kg. Bawang putih ikut naik 2,88 persen menjadi Rp 26.017 per kg.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya Arief Prasetyo Adi secara terpisah menyampaikan, harga telur mengalami sedikit kenaikan. Food Station biasanya membeli telur ayam ras dengan harga Rp 18.500 per kg dari peternak. Telur saat ini dibeli dengan harga Rp 20.500 per kg.
”Dengan harga itu, penjual di pasar menjual harga telur ke konsumen di kisaran Rp 22.000-Rp 23.000 per kg,” kata Arief.
Menurut Arief, harga telur terpengaruh dari harga pakan ayam, yakni jagung. Harga telur akan meningkat ketika harga jagung lebih dari Rp 5.000 per kg. Idealnya, harga jagung berada di kisaran Rp 4.000 per kg.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (Gopan) Sugeng Wahyudi pada awal November mengatakan, harga jagung di pasar dapat berkisar Rp 5.500-Rp 5.600 per kg. Biaya pakan terus meninggi, sedangkan harga jual produk ternak jauh lebih rendah dari biaya produksi.
Anomali
Agung melanjutkan, kenaikan harga telur dan daging ayam ras merupakan kejadian anomali. ”Produksi kita surplus, seharusnya harga tidak naik,” katanya.
Pemerintah telah mengajak para peternak ayam dan telur terkait kenaikan harga yang terjadi di pasar. Para peternak menyatakan tidak ada masalah dari sisi produksi. Oleh karena itu, tutur Agung, kemungkinan terjadi masalah pada rantai distribusi sehingga harga telur dan daging ayam ras naik.
Pemerintah berupaya untuk menyederhanakan rantai pasokan, misalnya dengan melakukan distribusi dari peternak langsung ke toko agar segera mencapai konsumen. Namun, kendala yang harus dihadapi adalah biaya transportasi logistik di Indonesia masih tidak murah.