Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah diharapkan tak memaksakan merampungkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada akhir 2019. Pembahasan yang terburu-buru di sisa masa jabatan dikhawatirkan akan mengesampingkan kualitas legislasi. Apalagi, saat ini isi RUU itu masih memuat sejumlah delik yang memerlukan telaah lebih jauh.
Selain waktu pembahasan yang pendek, momentum pembahasan yang dilakukan setelah Pemilu 2019 juga dikhawatirkan akan memengaruhi semangat anggota Panitia Kerja RKUHP DPR, apalagi anggota yang gagal memperoleh suara di pemilihan legislatif. Waktu yang pendek dan niat politik yang dikhawatirkan rendah berpotensi membuat pembahasan RKUHP menafikan kualitas substansi.
”Kalau diburu-buru, justru bisa berbahaya karena terancam mengesampingkan kualitas,” kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara saat dihubungi di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Menurut dia, RKUHP dapat dibahas dengan matang oleh pemerintah dan DPR baru hasil Pemilu 2019 untuk mendapat hasil yang ideal dan tak bermasalah. Selain itu, realitas pembahasan RKUHP yang berkepanjangan dan tertunda ini seharusnya menjadi pertanda bahwa pemerintah perlu memikirkan ulang politik pembaruan hukum pidana dengan cara kodifikasi menyeluruh.
Sejak awal, tambah Anggara, pihaknya menyarankan agar pembaruan hukum pidana tidak harus secara ambisius dengan menyusun RKUHP baru. Sebenarnya revisi cukup dilakukan dengan amendemen KUHP secara terbatas sesuai kebutuhan.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat menunda pembahasan RKUHP sampai pemilu rampung pada April 2019. Selain karena anggota DPR tak lagi fokus menjalankan tugas legislasinya di tengah masa kampanye pemilu legislatif, ada beberapa isu yang dinilai sensitif untuk dibahas.
Senada, Deputi Direktur Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan, penundaan pembahasan RKUHP dibutuhkan karena banyak delik yang memerlukan penelaahan lebih jauh oleh pembuat kebijakan. Ia pun meminta pembahasan ditunda hingga pemerintahan dan anggota legislatif periode mendatang.
"Pembahasan RKUHP harus dimatangkan dulu karena regulasi ini akan menjadi tulang punggung sistem hukum pidana kita. Jangan sampai karena terburu-buru maka regulasi yang dihasilkan justru menjadi kerugian bagi kita di masa depan," ujarnya.
Sementara anggota Panja RKUHP, Ichsan Soelistyo, meyakini RKUHP tetap bisa diselesaikan sesuai target tanpa mengesampingkan kualitas. Sebab, mayoritas pasal sudah dibahas, tinggal tersisa pasal-pasal problematik. Lima bulan waktu yang tersisa cukup efektif untuk merampungkan RKUHP.
"Tetap dijamin akan selesai pada masa periode ini. Tidak mungkin kita tunda sampai ke periode mendatang, karena sudah saatnya kita punya KUHP sendiri yang lepas dari peninggalan Belanda," ujarnya.