JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah diminta keberpihakannya pada guru honorer dalam pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajamen PPPK, peluang guru honorer jadi PPPK semakin kecil.
Pengangkatan PPPK para guru honorer kategori 2 maupun nonkategori yang diatur di dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 dinilai sarat dengan syarat administratif yang tidak memperhitungkan pengabdian guru honorer, baik yang dibiayai pemerintah daerah maupun sekolah.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi di Jakarta, Rabu (4/12/2018), mengatakan, sesuai janji Presiden Joko Widodo di puncak peringatan Hari Guru Nasional 2018 pekan lalu, Presiden mengundang pengurus PB PGRI untuk membahas isu pendidikan di Istana Negara pada Rabu. Presiden meminta masukan dari PGRI untuk dua hal, yakni usulan terkait pengembangan sumber daya manusia ke depan dan persoalan guru honorer.
Dalam pertemuan dengan PB PGRI, Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Hadir pula perwakilan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Kami sampaikan pengaturan PPPK untuk guru honorer di PP Nomor 49 Tahun 2018 masih umum. Tidak ada keberpihakan pada guru honorer yang sudah mengabdi lama, antara lain dari perjanjian kerja tiap tahun dan sertifikasi. Kami minta supaya PP ditindaklanjuti segera dengan Peraturan Menpan dan RB untuk formasi khusus guru dan tenaga kependidikan," kata Unifah.
Menurut Unifah, perlu diatur agar tes untuk mengisi formasi PPPK dari guru honorer harus dilakukan di antara sesama guru honorer. Adapun perjanjian kerja hanya satu kali hingga pensiun.
"Soal evaluasi kinerja, kami tidak keberatan dilakukan. Asal jangan dengan nuansa pinalti atau hukuman yang bisa mengancam putusnya perjanjian kerja. Jangan sampai posisi guru dengan status PPPK ini rentan dipermainkan oknum tertentu yang mengancam guru mudah diganti. Kami khawatir jika dalam pengangkatan guru berstatus PPPK justru bernuansa kolusi atau nepotisme," ujar Unifah.
Selain itu, ujar Unifah, perlu dipertegas soal penggajian guru honorer yang tidak menjadi PPPK, agar minimal sama dengan upah minimum di daerah, yang dijamin di APBD atau APBN.
"Komitmen pemerintah untuk menuntaskan masalah guru honorer harus jelas. Karena itu, perlu aturan menteri yang bisa memberikan kejelasan dab kepastian tentang komitmen pemerintah," kata Unifah.
Kado pahit
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Ragim mengatakan PP Nomor 49 Tahun 2018 justru berpotensi menjadi kado pahit bagi guru honorer. "Solusinya, PP ini harus direvisi atau dicabut" ujar Ramli.
Setelah mencermati PP Nomor 49 Tahun 2018, ujar Ramli, ada beberapa hal krusial yang sangat berpotensi membuat guru honorer gigit jari. Meskipun ada pula beberapa poin pula yang menguntungkan.
Beberapa poin yang menguntungkan adalah pembatasan usia berbeda dengan seleksi CPNS. Jika CPNS dibatasi maksimal 35 tahun, untuk PPPK diberikan batasan usia 1 tahun sebelum pensiun. Keuntungan lainnya adalah PPPK ini akan mendapat gaji dan tunjangan yang sama dengan PNS. Ada pula berbagai jaminan seperti jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian dan bantuan hukum.
Ramli mengatakan jika PNS sekali perjanjian berlaku hingga pensiun, maka PPPK sesuai Pasal 37 ayat 1 diberlakukan tiap tahun, yang berarti masa kerjanya setahun. Dapat diperpanjang lagi jika masih dibutuhkan.
"Jika benar seperti itu, maka ini hanya perpindahan dari surat keputusan pegawai tidak tetap bupati/walikota atau gubernur," kata Ramli.
Kecilnya peluang guru honorer jadi PPPK terlihat dari adanya syarat yang bisa ikut seleksi harus punya sertifikat profesi. Dari data yang ada, sedikit guru honorer yang sudah bersertifikat pendidik.
"Jika niatnya untuk mengakomodir honorer Kategori 2 dan nonkategori, sertifikat pendidik tidak boleh menjadi syarat atau bisa juga diberikan waktu satu tahun harus punya sertifikat pendidik," ujar Ramli.
Ramli mengatakan seleksi tetap dilakukan. Selain itu, dalam peraturan pemerintah ini belum jelas sumber penggajian PPPK. "Jika dibebankan ke daerah, hampir bisa dipastikan akan bernasib sama dengan PTT saat ini atau honorer karena kemampuan daerah yang beragam," kata Ramli.
Secara terpisah, Mendikbud mengatakan pengangkatan guru honorer jadi PPPK dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan anggaran pemerintah. Adanya pengangkatan PPPK dari guru honorer dapat menambah pengangkatan guru CPNS sebanyak 112.000 guru tahun ini. Dengan demikian, kekurangan guru secara bertahap dipenuhi.
Secara terpisah, Mendikbud mengatakan, pengangkatan guru honorer jadi PPPK dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan anggaran pemerintah. Adanya pengangkatan PPPK dari guru honorer dapat menambah pengangkatan guru CPNS sebanyak 112.000 guru tahun ini. Dengan demikian, kekurangan guru secara bertahap dipenuhi