Penataan pedagang dan pemotongan unggas sudah menjadi amanat sejak 10 tahun silam. Dalam Peraturan Gubernur Nomor 5 tahun 2007 tentang Pengendalian Unggas, ada larangan pemeliharaan unggas ternak di permukiman dan mewajibkan sertifikasi unggas hias. Diharuskan pula melakukan relokasi tempat peternakan dan pemotongan unggas serta mengatur lalu lintas unggas hias dari daerah lain (Kompas, Senin, 7 April 2008).
Bagaimana realisasinya saat ini? Belum banyak perubahan akan tetapi, langkah penataan sudah mulai dilakukan, seperti di Rorotan, Jakarta Utara.
Penataan pasar unggas di DKI Jakarta mendesak agar bisa menekan risiko penularan penyakit dari unggas ke manusia, salah satunya flu burung. Saat ini, penataan sudah berjalan terhadap para pedagang unggas dari Pasar Bebek Marunda dengan dipindahkan ke Rumah Potong Hewan Unggas Rorotan di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
Eks Pasar Bebek Marunda berlokasi di sisi utara Jalan Akses Marunda, Kecamatan Cilincing. Tempat yang terkenal dengan komoditas bebek dan entoknya itu beroperasi secara ilegal, berdiri di atas lahan milik PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) serta berbahaya karena di bawah tanah terdapat pipa gas.
Mulai Januari 2018, para pedagang pindah ke tempat yang disiapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yaitu RPHU Rorotan. “Dulu, Pasar Bebek setiap ada kunjungan pejabat atau presiden, ditutupi dengan spanduk atau lain-lain, karena pemandangannya kurang indah. Namun, utamanya, kami memikirkan keselamatan, karena waktu itu di bawah ada gas sedangkan para pedagang menggunakan kompor,” ucap Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Perekonomian dan Keuangan DKI Jakarta Sri Haryati, Rabu (5/12/2018), sebelum meresmikan gerai pangan SiDuck di RPHU Rorotan.
Pada sisi lain, kondisi Pasar Bebek Marunda waktu itu meningkatkan risiko penularan penyakit dari unggas, termasuk flu burung. Tidak ada pemisahan antara penampungan unggas dengan pemotongan unggas, limbah pemotongan unggas dibuang ke kali, serta air bersih sulit didapatkan.
Renova Ida Siahaan, Kepala Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Peternakan Dinas KPKP DKI Jakarta, mengatakan, tata letak RPHU Rorotan mendukung konsep biosekuriti. Tempat penampungan terpisah dari tempat pemotongan. Selain itu, tempat pemotongan dibagi lagi menjadi dua area, yaitu area kotor tempat unggas hidup masuk, dipotong, dan dibului, serta area bersih tempat daging unggas yang sudah siap dijual ke konsumen.
“Disinfeksi juga dilakukan secara berkala di tempat penampungan unggas agar tidak ada kuman di dalamnya,” ujar Renova. Adapun kendaraan pengangkut unggas dipastikan bersih saat keluar RPHU dengan melewati cleaning station di bagian belakang RPHU.
Seorang dokter hewan ditempatkan di sana untuk melakukan pemeriksaan ante mortem, yaitu pemeriksaan kesehatan unggas sebelum dipotong, serta post mortem (setelah unggas dipotong). “Setiap unggas yang masuk ke sana harus sehat, kemudian daging yang keluar dari RPHU aman dikonsumsi masyarakat,” kata Renova.
Menjaga keamanan unggas untuk konsumsi tidak hanya menangkal penyakit, tetapi juga berpotensi meningkatkan keuntungan para pedagang serta pemotong unggas. Produk mereka kini memenuhi standar untuk memenuhi kebutuhan restoran, rumah makan, serta katering.
RPHU Rorotan menempati lahan seluas 4.500 meter persegi. Saat ini, terdapat 73 pelaku usaha penjualan dan pemotongan unggas di sana.
Salah seorang pedagang bebek dan ayam, Banta Ali (55), menyebutkan, ia menggunakan satu kios penampungan unggas seluas 3 meter kali 3 meter. Ia membayar iuran Rp 50.000 per bulan serta uang kebersihan dan keamanan Rp 5.000 per hari. Namun, itu sepadan dengan manfaat positif dari RPHU Rorotan. Dari sisi keamanan, misalnya, potensi pencurian unggas rendah karena penampungan berupa tempat tertutup, tidak seperti saat di Pasar Bebek Marunda yang terbuka.
Meski demikian, Banta meminta Pemprov DKI menggencarkan promosi agar lebih banyak orang mengenal RPHU Rorotan dan berbelanja daging unggas di sana.
Kepala Dinas KPKP DKI Darjamuni menambahkan, tempat pemotongan unggas di RPHU Rorotan berkapasitas 10.000 ekor, tetapi kapasitas terpakai saat ini baru sekitar 5.000 ekor. Untuk meningkatkan popularitas RPHU, pihaknya membangun gerai pangan bernama Gerai SiDuck di dalam RPHU Rorotan.
Gerai ini menjual produk pangan serta barang-barang konsumsi lainnya dengan harga terjangkau. Keunggulan lainnya, Gerai SiDuck juga melayani pembelian pangan oleh penerima manfaat pangan bersubsidi, seperti pemegang kartu jakarta pintar (KJP), kartu lansia, dan para pekerja harian lepas di lingkungan Pemprov DKI.
Semakin banyak warga mengambil pangan bersubsidi di Gerai SiDuck, semakin banyak juga yang tahu keberadaan RPHU Rorotan sehingga berpotensi menambah jumlah pelanggan para pedagang unggas. “Lokasi ini jauh dari pasar yang ada sehingga strategis untuk pengambilan pangan bersubsidi,” kata Darjamuni.
Hal itu diakui warga Kelurahan Rorotan yang tinggal 1,5 kilometer dari RPHU Rorotan, Mardilah. Ia memiliki dua anak pemegang KJP. Selama ini, ia mengambil pangan bersubsidi di Pasar Jalan Baru Cilincing yang berjarak 7,5 km atau di Pasar Koja (9 km).