Rabu tengah malam, 4 Desember 1974, ada berita duka dari Colombo, Sri Lanka. Sebuah pesawat DC-8 yang terbang dari Bandara Surabaya menuju Jeddah, Arab Saudi, jatuh setelah meledak dan menabrak gunung di kawasan Adam’s Peak, sekitar 100 kilometer sebelah timur Bandara Bandaranaike, Colombo. Walaupun kala itu kecanggihan sistem komunikasi belum seperti sekarang, kabar itu segera membuat Indonesia berduka. Radio, televisi, dan surat kabar, termasuk Kompas, memberitakan musibah ini pada 6 Desember 1974.
Jika pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang hilang kontak setelah lepas landas 13 menit dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pesawat DC-8 justru jatuh 15 menit menjelang mendarat di Bandara Bandaranaike. Pesawat DC-8 itu milik maskapai Martinair, Belanda, yang dicarter Garuda untuk mengangkut jemaah haji. Ada 182 calon haji, terdiri dari 111 orang dari Blitar, 16 orang dari Lamongan, 1 orang dari Kota Surabaya, 2 orang dari Kabupaten Surabaya, 49 orang dari Sulawesi Selatan, dan 3 orang dari Kalimantan Timur. Awaknya ada 9 orang, terdiri dari 7 orang berkebangsaan Belanda, termasuk pilot, dan 2 warga negara Indonesia yang masih berstatus mahasiswa. Dalam musibah tersebut, tidak ada yang selamat.
Lokasi kejadian tidak mudah diakses. Warga setempat menyebutnya Perbukitan Tujuh Dara: tujuh puncak bertebing curam dan berbahaya. Bahkan, tim pertama untuk proses pencarian kembali tanpa hasil. Namun, banyak tim bergerak ke lokasi kejadian, termasuk tim KBRI di Colombo dan tim dari Belanda yang terbang menuju Sri Lanka. Presiden Soeharto pada Kamis (5/12/1974) menginstruksikan pengiriman tim khusus yang terdiri atas tiga unsur, yaitu perhubungan, ditjen haji dan umrah, serta Garuda.
Untuk keperluan haji, tahun itu Garuda mencarter delapan pesawat untuk 214 kali penerbangan dengan jumlah 54.340 tempat duduk. Adapun jenis pesawat naas itu adalah DC-8 seri 55F buatan McDonnell Douglas. Jenis ini sebe- tulnya tipe pesawat angkut, tetapi diubah untuk membawa jemaah haji. Meskipun ada musibah, menurut Menteri Agama KH Mukti Ali, rencana pemberangkatan haji tetap normal. Mereka yang hendak pergi haji biasanya sudah siap fisik-mental-biaya karena haji adalah perjalanan rohani yang mengasyikkan demi memenuhi panggilan Allah. (SSD)