Museum Perkebunan II Dibuka untuk Umum Februari Tahun Depan
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Meskipun sudah diresmikan, Kamis (6/12/2018), Museum Perkebunan Indonesia II yang berada di Gedung Avros, Medan, Sumatera Utara, baru akan dibuka untuk umum pada akhir Februari tahun depan. ”Masih ada pembenahan yang perlu kami lakukan,” kata Direktur Eksekutif Museum Perkebunan Indonesia Sri Hartini, Jumat (7/12/2018).
Museum mendatangkan 75 artefak dari Museum Rotterdamsche Lloyd, Belanda, untuk menggambarkan jejak perjalanan pembangunan infrastruktur perkebunan di Sumatera Utara. ”Sekarang bisa dikunjungi, tetapi masih perlu izin khusus,” kata Sri.
Pembenahan perlu dilakukan karena museum berada di lantai 1 Gedung Avros atau yang kini disebut Gedung BKS-PPS (Badan Kerja Sama Perusahaan Perkebunan Sumatera), yang sudah berumur lebih dari seabad. Gedung berada di kawasan kota tua Medan, tepatnya di sudut Jalan Pemuda dan Jalan Palang Merah, Medan. Lokasi yang berada di kawasan sibuk itu memerlukan pengaturan lokasi parkir berikut pengaturan pengunjung di dalam gedung.
Menarik dunia
Ketua Dewan Pembina Museum Perkebunan Indonesia Soedjai Kartasasmita saat meresmikan Museum Perkebunan Indonesia II kemarin mengatakan, perkebunan di Sumut di masa lalu berkembang pesat dan menjadi sebuah fenomena menarik di dunia. ”Ini gara-gara infrastruktur seperti jaringan kereta api, Pelabuhan Belawan, Bandara Polonia, jaringan telepon, dan fasilitas air bersih dibangun sejak awal,” kata Soedjai.
Museum Perkebunan Indonesia II itu merupakan satu rangkaian dengan Museum Perkebunan Indonesia I di Gedung Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan, yang diresmikan dua tahun lalu. Ide untuk membuat museum kedua muncul mengingat pengunjung museum pertama mencapai 76.000 pengunjung sejak mulai beroperasi Desember 2016.
Gedung BKS-PPS, yang menjadi lokasi museum, merupakan monumen sejarah perkebunan di Indonesia. Gedung empat lantai yang dibangun tahun 1918-1919 itu merupakan kantor pertama Asosiasi Pemilik Perkebunan Karet di Pantai Timur Sumatera (Algemeene Vereeniging van Rubberplanters ter Oostkust van Sumatera/Avros). ”Perkebunan karet ketika itu sangat cepat berkembang sehingga para pengusaha membentuk Avros,” ujar Soedjai.
Gedung dengan kubah hijau di bagian atap tersebut juga merupakan kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat yang pertama di Sumatera. Di bawah kubah hijau terdapat jam buatan pabrik Bonaventura Eijsbouts, Belanda, yang dipasang sejak tahun 1920 dan masih berfungsi hingga kini.
Museum Perkebunan II menempati ruangan berukuran 7 meter x 10 meter di lantai 1. Ruangan lainnya masih digunakan sebagai kantor BKS-PPS. Sejarah perkebunan di Sumatera Utara digambarkan dengan koleksi foto jaringan kereta api, aktivitas Pelabuhan Belawan, Bandara Polonia, dan sejumlah lukisan perkebunan.
Berbagai koleksi seperti miniatur kapal MS Willem Ruys, kapal penumpang dan barang yang membawa hasil bumi dari Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya ke Eropa, mesin hitung, mesin ketik, dan miniatur bangsal pelayuan tembakau juga ditampilkan dalam museum tersebut.
Soedjai menuturkan, jaringan kereta api di Sumut sudah dibangun sejak tahun 1883 dengan diawali rute Medan-Belawan. Jaringan kereta api dari Medan lalu dikembangkan ke sentra perkebunan, yakni Tebing Tinggi, Rantau Prapat, Pematang Siantar, dan Simalungun.
”Untuk mempermudah ekspor-impor, Pelabuhan Belawan dibangun pada 1889 yang untuk ukuran waktu itu termasuk modern. Pembangunan infrastruktur diikuti pembangunan Bandara Polonia pada 1928,” katanya.
Peresmian museum tersebut dihadiri perwakilan Museum Rotterdamsche Lloyd, yaitu Ed van de Leider, serta tokoh pertanian Bungaran Saragih.
Bungaran mengatakan, sejarah pembangunan perkebunan Sumatera Utara merupakan referensi penting dalam pembangunan wilayah. ”Sebelum membangun infrastruktur, kita harus mengerti potensi suatu wilayah,” kata Bungaran.
Menurut Bungaran, dengan infrastruktur yang memadai dimungkinkan pembangunan komoditas seperti perkebunan. Pembangunan sektor ini akan berkembang menjadi pembangunan wilayah dan pembangunan nasional. Konsep pembangunan ini masih sangat relevan hingga kini. ”Tanpa pembangunan infrastruktur, kita tidak akan pernah menjadi raja tembakau di masa lalu, raja karet, dan raja sawit di saat ini,” kata Bungaran.
Sri Hartini mengatakan, minat masyarakat terhadap Museum Perkebunan terus meningkat. Museum Perkebunan I yang berada di Jalan Brigjen Katamso 53 Medan, sekitar 4,9 kilometer melewati jalan lurus dari Museum Perkebunan II, kini dikunjungi 7.000 hingga 10.000 orang per bulan yang sebagian besar merupakan pelajar.
Pembangunan museum kedua diharapkan bisa menambah minat masyarakat karena semakin banyak koleksi, informasi, dan ilmu pengetahuan yang bisa didapat. ”Daya tarik museum ini bukan hanya koleksinya, melainkan juga gedungnya yang menyimpan banyak sejarah,” kata Sri.
Pengembangan kota tua
Museum Perkebunan Indonesia II direncanakan akan dibuka resmi untuk umum pada akhir Februari 2019. Museum akan buka Senin hingga Sabtu dengan waktu mengikuti jam kerja Kantor BKS-PPS. Hari Senin-Kamis dibuka pukul 08.00 hingga 14.30, hari Jumat pukul 08.00-11.30, sedangkan hari Sabtu pukul 08.00- 13.00.
Sri mengatakan, peresmian museum diharapkan mendorong pengelolaan kawasan kota tua di Medan menjadi satu rangkaian karena ada beberapa spot wisata di kawasan kota tua Medan, seperti Tjing A Fie Mansion, Restourant Tip-Top, dan kawasan kota tua itu sendiri yang terhubung dengan Lapangan Merdeka dan pasar tekstil Kota Medan, Pajak Ikan Lama.