Pencemaran Sungai Cileungsi Diabaikan

ERIKA KURNIA UNTUK KOMPAS

ILUSTRASI. Kerangka ikan sapu-sapu yang mati di pinggir aliran Sungai Cileungsi, di Bantargebang, Bekasi, Kamis (4/10/2018). Matinya ikan disebabkan pencemaran limbah di aliran sungai tersebut.

JAKARTA, KOMPAS – Ombusman Republik Indonesia Perwakilan Jakarta Raya menemukan maladministrasi dalam penanganan pencemaran Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor. Pencemaran merembet ke hilir sungai tersebut, yaitu Kali Bekasi, Kota Bekasi, yang merupakan sumber air baku bagi perusahaan daerah air minum setempat.

Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho di Jakarta, Jumat (12/7/2018), mengatakan, pihaknya menghimpun informasi pencemaran dari berbagai media massa pada akhir September lalu. Pencemaran diketahui berasal dari limbah industri yang berada di sepanjang bantaran Sungai Cileungsi. Berbagai keterangan tersebut menjadi landasan bagi pihaknya untuk melaporkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor atas dugaan maladministrasi dalam penanganan pencemaran.

Pihak terkait yang ikut diperiksa adalah Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, dan Inspektur Jenderal KLHK. Seluruh pihak mulai diperiksa pada 10 Oktober-21 November.

“Berdasarkan pemeriksaan tersebut, kami menemukan maladministrasi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, dan Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK,” kata Teguh.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dinilai tidak kompeten mengawasi setiap perusahaan setelah penerbitan izin lingkungan. Sebab, pencemaran akibat limbah industri sudah terjadi sejak 2017 dan masih terus terjadi hingga Oktober 2018. Padahal, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor mengklaim sudah memberikan sanksi administratif kepada sejumlah perusahaan yang tidak memiliki izin instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) atau dokumen IPAL sudah kedaluwarsa.

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM

Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho

“Penerbitan sanksi administratif serta penegakan hukum tidak berjalan sesuai ketentuan dan tidak konsisten, karena telah terjadi pembiaran selama jangka waktu pengawasan,” ujar Teguh. Bahkan, dinas tersebut tidak memiliki pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH), sehingga pengawasan semakin tidak optimal.

Selain itu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor juga lalai dalam mengolah data hasil pemantauan sungai dan menganalisis laporan baku mutu lingkungan dari perusahaan. Sebab hasil pelaporan dari perusahaan berbeda dengan hasil uji laboratorium baik Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor maupun Jawa Barat.

Ditambah lagi, pengaduan masyarakat tidak ditindaklanjuti sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 22 Tahun 2017 tentang xxx. Data pelapor tidak diregistrasi, mereka pun tdak mendapatkan laporan tindak lanjut atas pengaduan yang telah dilakukan.

Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat ikut melakukan maladministrasi karena belum mengoordinasikan pencemaran di Sungai Cileungsi. Penanganannya membutuhkan sinergi antardaerah karena sungai tersebut melintasi beberapa wilayah di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.

Kondisi semakin parah karena dari pihak pemerintah pusat juga tidak berperan optimal dalam mengawasi dan menegakkan hukum pada pencemaran yang sudah terjadi berlarut-larut. Salah satunya, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK baru menangani pencemaran pada September dan Oktober 2018, ketika kasus sudah menjadi perhatian publik.

“Kami merekomendasikan tindakan korektif kepada Bupati Bogor, Gubernur Jawa Barat, Dirjen Penegakan Hukum KLHK, dan Dirjen Pengendalian Pencemaran Kerusakan LIngkungan KLHK, untuk dilaksanakan selama 30 hari kerja sejak penerbitan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP),” kata Teguh. Adapun LAHP tersebut sudah terbit sejak Kamis (6/12/2018).

Taat

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor Pandji Ksyatriadi mengatakan, ada beberapa rekomendasi tindakan korektif, antara lain mengevaluasi kinerjanya sebagai kepala dinas dan memverifikasi seluruh perusahaan yang diduga mencemari sungai. Selain itu, pihaknya juga diminta untuk menyusun standar operasional prosedur pengaduan masyarakat, serta mengusulkan jabatan PPLH.

KOMPAS/RATIH P SUDARSONO

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor R Pandji Ksyatriadi

“Kami akan melaksanakan seluruh tindakan korektif itu sebelum 30 hari,” kata Panji.

Ia mengakui, pengawasan memang tidak optimal karena tidak ada PPLH. Belum ada pegawai negeri sipil yang memiliki sertifikat uji kompetensi dari KLHK. Pada Maret lalu, pihaknya sudah mengajukan beberapa orang untuk menjadi PPLH. “Mereka juga sudah mengikuti uji kompetensi, saat ini masih menunggu hasilnya dari KLHK,” kata dia.

Meski demikian, Panji mengklaim mengawasi 54 perusahaan yang ada di bantaran Sungai Cileungsi secara rutin. Pengawasan bermula dari penilaian laporan baku mutu lingkungan yang diserahkan perusahaan setiap enam bulan. Pihaknya melanjutkan dengan mendatangi lokasi perusahaan, terlebih jika ada perusahaan yang tidak menyerahkan laporan rutin.

Selain itu, pada awal Oktober, pihaknya telah menyegel IPAL pada empat perusahaan yang mencemari sungai. “Keempat perusahaan itu sudah disidang di pengadilan dan membayar denda atas kesalahannya,” kata Pandji. Menurut dia, saat

Kali Bekasi

Limbah industri yang mencemari Sungai Cileungsi juga berdampak pada Kali Bekasi. Sebab, hulu Kali Bekasi merupakan pertemuan antara Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas.

KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi

Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Jumhana Luthfi mengatakan, pencemaran di Kali Bekasi sudah terjadi sejak 2016. Pada 2018, kondisinya semakin parah karena pencemaran tidak hanya karena limbah domestik, tetapi juga limbah industri. Kandungan itu ditemukan dari bagian hulu, yaitu pertemuan Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas di wilayah Kota Bekasi yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor (Kompas, 27/9/2018).

Selama pencemaran terjadi, air Kali Bekasi hitam, berbusa, dan mengeluarkan bau busuk. Ribuan ikan sapu-sapu pun mati karena sudah tidak ada kandungan oksigen di dalam air.

Bahkan, pencemaran itu mengganggu produksi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Mitra Patriot. Perusahaan itu sempat menghentikan produksi selama beberapa hari pada Januari 2017 dan September 2018, karena tidak mampu mengolah air yang sudah sangat tercemar. Akibatnya, lebih dari 50.000 pelanggan dirugikan.

KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) Puarman

Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas Puarman berharap, temuan ORI Perwakilan Jakarta Raya menjadi momentum bagi semua pihak untuk meningkatkan pembinaan, pengawasan, dan penindakan terhadap pencemar Sungai Cileungsi. Baik Dinas Lingkungan Hidup maupun KLHK perlu memeriksa IPAL industri secara berkala.

Menurut Puarman, perlu pula peraturan agar setiap perusahaan memasang papan namanya di pinggir sungai. Keberadaan papan nama tersebut memudahkan masyarakat untuk mengidentifikasi perusahaan saat melaporkan pencemaran kepada instansi terkait.