JAKARTA, KOMPAS – Animo publik cukup besar untuk mengikuti ajang lomba lari maraton yang marak digelar di Tanah Air maupun luar negeri, terutama bagi pelari yang ingin menciptakan waktu pribadi terbaik atau personal best. Tidak mudah untuk mencapai personal best, para pelari harus menjalani waktu latihan yang panjang sedangkan banyak pelari juga harus membagi waktu jam kerja.
Ajang lari maraton (42K) tidak hanya diikuti pelari profesional. Namun, pelari dari kalangan pekerja kantoran juga banyak yang berpartisipasi. Pelatih maraton Andriyanto mengatakan, tentu perlu komitmen dan kesabaran besar untuk membagi waktu jam kerja dan jam latihan.
Untuk mencapai personal best pada ajang lari maraton pelari harus berlatih selama empat hingga lima bulan. Oleh karena itu, yang harus diperhatikan selain berlatih adalah, istirahat yang cukup sekitar tujuh jam, dan asupan nutrisi.
Tiga hal tersebut harus seimbang dan menjadi satu kesatuan bagi pelari yang ingin mencapai personal best.
“Kita banyak lihat, malah hari justru dijadikan waktu untuk latihan. Itu salah. Usahakan pukul 21.00 sudah harus istirahat. Latihan bisa dilakukan sore hari,” kata Andriyanto saat coaching clinic pada acara Road to Gold Coast Marathon, Jakarta, Kamis (6/12/2018).
Dalam menjalani program latihan, setiap orang memiliki ketahanan dan kemapuan tubuh yang berbeda. Sehingga perlu persiapan secara bertahap. Menurut Adriyanto, persiapan yang harus dilakukan adalah latihan daya tahan tubuh (endurance).
Latihan endurance yang rutin sangat berguna karena dapat membuat otot lebih adaptatif, sehingga mempercepat proses distribusi oksigen ke otot dan meningkatkan produksi energi.
Selanjutnya, proses peningkatan jarak tempuh lari. Adriyanto mengatakan, para pelari perlu bertahap dalam meningkatkan jarak lari.
Dokter Olahraga, Michael Triangto mengatakan, banyak kesalahan yang dilakukan para pelari umum karena langsung melompat ke level atlet profesional tanpa melalui tahapan latihan yang baik dan benar. Banyak kasus yang ditemukan adalah pelari memaksakan diri. Baik ketika latihan atau saat berlomba. Padahal mereka sudah menyadari batas kemampuan diri.
Sementara itu, pelatih pelatnas jangka panjang atletik Wardoyo mengatakan, dalam rentang waktu lima hingga enam bulan persiapan maraton, pelari harus mencapai batas waktu dalam kemampuan masing-masing.
Program latihan bisa dimulai dengan latihan intensitas jarak tempuh. Misalnya, dalam seminggu berlari jarak 10 Kilometer, meningkat ke 20 Km sampai ke tingkat 100 Km. Ketika mampu mencapai titik 100 Km pelari bisa menurunkan jarak tempuh. Pelari juga perlu istirahat satu hingga dua hari untuk pemulihan.
"Perlu juga dibuat kombinasi latihan antara fisik dan teknik. Latihan dengan berjalan di kolam renangbjuga bisa dilakukan untuk mengasah teknik. Selain itu, berlatih ringan seperti jogging santai 20 Km dalam waktu dua jam bisa dilakukan," katanya
Wardoyo menambahkan, yang perlu diperhatikan juga adalah, setidaknya seminggu sebelum mengikuti maraton, pelari jangan melakukan latihan berat.
Memperhatikan nutrisi makanan juga penting. Menurut Adriyanto, mengatur pola makan sehat adalah investasi jangka panjang. Setelah latihan, pembakaran energi cukup tinggi, sehingga perlu memilih nutrisi makanan yang sehat untuk recovery setelah latihan.
"Jangan makan berminyak. Tubuh yang sehat berpengaruh saat berlari dalam jangka waktu yang panjang," ujarnya.
Michael menambahkan, asupan nutrisi dan karbohidrat perlu diperhatikan untuk menghindari cedera seperti kram. Ia menjelaskan, kram terjadi karena aliran darah yang tidak cukup atau ada gangguan elektrolit.
Asupan setelah latihan harus diperhatikan karena kalsium dan kalium dalam tubuh berkurang. Jika tidak terpenuhi, risiko cedera akan besar saat lanjutan latihan terutama saat berlomba.
"Selain itu kebutuhan kadar garam dalam tubuh juga harus cukup. Hindari dehidrasi, jadi harus minum sport drink, air putih saja tidak cukup, kata Michael. (AGUIDO ADRI)