Akses Pendidikan lewat Platform Digital Bantu Perempuan
Oleh
Ayu Pratiwi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Akses pendidikan melalui platform digital menjadi salah satu kunci utama yang mampu meningkatkan pemberdayaan perempuan. Di Indonesia, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
”Di Indonesia, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan sekitar 50 persen. Angkat itu masih lebih kecil dibandingkan tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki yang sebesar 80 persen,” kata Sabine Machl, United Nations Women Representative and Liaison to ASEAN saat kegiatan Hackathon, kompetisi untuk mengembangkan platform pembelajaran digital, di Jakarta, Sabtu (8/12/2018).
Baginya, masyarakat masih memandang bahwa kemampuan antara laki-laki dan perempuan tidak sama sehingga perempuan cenderung kurang percaya diri dalam memenuhi aspirasi atau ambisinya dibandingkan laki-laki. ”Selain itu, perempuan juga lebih rentan menjadi korban kekerasan,” ujar Sabine.
Menurut Dian O Wulandari, pendiri dan COO Instellar, perusahaan akselerator usaha rintisan, jumlah pengusaha perempuan di Indonesia cukup besar. Dari 120 usaha rintisan yang ia dukung, 50 persen di antaranya melibatkan pengusaha perempuan.
”Masalahnya, 50 persen di antaranya masih di tahap nano dan makro. Sekitar 30 persen berada pada tahap medium dan hanya 20 persen tahap large. Sebagian besar pengusaha perempuan itu menjual produknya melalui platform daring,” kata Dian.
Para perempuan itu sering kesulitan meningkatkan skala usahanya karena tidak memperoleh modal yang diperlukan, serta kurang pengetahuan mengenai tren pasar. ”Penyebaran program latihan masih kurang merata dan sebagian besar digelar di kota besar. Perempuan kadang merasa enggan untuk mengikuti latihan itu karena tidak mau meninggalkan keluarganya. Platform digital dapat membantu perempuan untuk meningkatkan pengetahuannya,” ujar Dian.
Rina Trisnawati, pendiri bisnis camilan TinTin Chips, menyampaikan, pentingnya memahami bagaimana menggunakan platform digital untuk mencapai jangkauan pasar yang lebih luas. Sebelumnya, ia pernah ikut kursus kewirausahaan yang digelar oleh Womenwill, sebuah organisasi sosial oleh Google dengan tujuan memberdayakan perempuan. Melalui kursus itu, ia belajar bagaimana menggunakan fitur digital Google untuk memasarkan produknya.
”Melalui platform digital, produk saya bisa ditemukan hingga luar negeri. Kebiasaan orang belanja melalui platform digital semakin besar,” kata Rina. Salah satu fitur Google yang ia gunakan adalah Google My Business. Selain memperkenalkan produknya, Rina juga dapat menjawab pertanyaan pelanggannya melalui fitur itu.
Diana Rusu, Innovation and Knowledge Management Policy Specialist dari UN Women, menambahkan, melalui kegiatan Hackathon, pihaknya berusaha mengembangkan sebuah platform agregator yang mampu mengumpulkan konten edukasi daring dari berbagai institusi.
”Perusahaan besar seperti Microsoft dan Unilever memiliki kursus digitalnya sendiri. Kami akan berkolaborasi dengan mereka dan mengumpulkan semua konten itu dalam satu platform. Platform ini gratis dan bisa diakses siapa pun,” ujar Diana.