BEKASI, KOMPAS – Pangan jajanan anak sekolah berperan penting memenuhi kebutuhan gizi harian anak. Namun, keamanan pangan dan kebersihan kantin yang tidak terjamin justru membuatnya berpotensi membahayakan para siswa.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah, Jumat (7/12/2018), mengatakan, selama ini kondisi kantin sekolah tidak pernah diperiksa secara rutin. Kewenangan pengelolaannya diserahkan pada setiap kepala sekolah. Sebab, penyelenggaraan kantin tidak dibiayai anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
Akan tetapi, hal tersebut membuka peluang terjadinya kelalaian. Salah satunya keracunan yang dialami delapan siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengasinan II, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, pada Selasa (4/12/2018). Mereka keracunan setelah meminum minuman kemasan kedaluwarsa yang dijual di sekolah.
“Kami sudah menerbitkan surat edaran agar semua kantin sekolah menjual makanan dengan gizi seimbang dan memastikan kebersihan kantin,” kata Inayatullah. Pihaknya juga tengah merumuskan kriteria kantin yang sehat. Menurut rencana, mulai 2019 akan dilaksanakan lomba kantin sehat, agar sekolah terpacu untuk menyediakan kantin secara ideal.
“Mulai 2019, sudah tidak ada lagi kantin yang menjual makanan berbahaya,” ujar Inayatullah. Pihaknya juga akan bekerja sama dengan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) setempat untuk memastikan keamanan pangan. Ke depan, Dinas Pendidikan juga mempertimbangkan untuk melarang siswa jajan di luar sekolah serta mengimbau untuk selalu membawa bekal dari rumah.
Selain itu, upaya pembenahan kantin juga dilakukan dalam lingkup provinsi. Inayatullah mengatakan, Dinas Pendidikan Jawa Barat mengundang perwakilan seluruh Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan di kota dan kabupaten se-Jawa Barat untuk mengikuti bimbingan teknis mengenai kantin sehat. “Agenda itu akan dimulai Senin (10/12/2018), di Bandung,” ujar dia.
Dalam Pedoman Pangan Jajanan Anak Sekolah untuk Pencapaian Gizi Seimbang yang diterbitkan Badan Pengawas Obat dan Makanan, dijelaskan bahwa pangan jajanan anak sekolah berperan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein pada anak yang tidak sarapan dan tidak membawa bekal. Oleh karena itu, pangan jajanan anak sekolah diharapkan berkontribusi terhadap pemenuhan kecukupan gizi harian sebesar 15-20 persen.
Akan tetapi, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, belum semua pangan jajanan anak sekolah memenuhi syarat. Dari tahun 2010-2013, persentase pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi syarat naik dari 55,52 persen menjadi 80,79 persen. Namun, pada 2014, persentase itu mengalami penurunan menjadi 76,18 persen.
Pangan jajanan anak sekolah tidak mampu memenuhi syarat di antaranya karena pencemaran mikroba. Selain itu, makanan dan minuman juga masih kerap menggunakan bahan tambahan pangan (BTP) yang berlebih dan menggunakan bahan berbahaya.
Jenis pangan jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat pun cenderung sama setiap tahun. Pada 2012, empat posisi tertinggi jajanan berbahaya ditempati oleh produk minuman es, minuman berwarna dan sirup, bakso, dan agar-agar. Kemudian pada 2013, empat posisi tertinggi itu diisi oleh minuman berwarna dan sirup, produk minuman es, agar-agar, dan bakso.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listryarti mengatakan, selama ini kantin yang sehat memang belum menjadi perhatian sekolah dan dinas pendidikan. Berdasarkan pengamatannya saat mengawasi berbagai sekolah di Indonesia, sebagian besar tidak memiliki kantin yang sehat. Pangan jajanan anak sekolah yang dijual pun lebih banyak jenis makanan instan bukan olahan sendiri.
“Sekolah cenderung kurang memerhatikan apa yang dimakan anak di kantin, padahal kecerdasan dan tumbuh kembang anak yang maksimal ditentukan oleh makanan,” kata Retno.